Alvaro Neo Sandler adalah pria kaya raya yang memiliki kerajaan bisnis di dalam negri maupun di luar negri, saat ini Alvaro sudah berusia 28 tahu.
Dulu Alvaro menikah di usia 18 tahun setelah lulus SMA, saat itu ia menikah karena di jodohkan oleh orang tuanya karena balas budi.
tapi pernikahan itu tidak tahan lama karena Alvaro mengalami kecelakaan yang mengakibatkan Kedua orang tuanya meninggal sedangkan ia lumpuh dan di nyatakan mandul.
disaat terpuruk sang istri justru menghina dirinya yang cacat serta mandul, lalu memberi surat perceraian.
Tiara Puspa, gadis cantik dan juga baik hati yang baru saja menginjak usia 17 tahun dan duduk di kelas tiga SMA. Tiara adalah anak yatim piatu, kedua orang tuanya sudah meninggal tujuh tahun lalu akibat kecelakaan.
Ia di jadikan pembantu di rumahnya sendiri oleh dan Tante yang menumpang hidup padanya. hingga hampir di jual karena akan di jadikan alat pembayar hutang.
ingin tau kisah keduanya ayo mulai mengikuti kisah mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 persta perusahaan
Lampu-lampu kristal menggantung megah di langit-langit ballroom hotel bintang lima, memancarkan cahaya yang memantul pada gelas anggur, perhiasan tamu, dan lantai marmer yang mengilap. Musik lembut dari orkestra mengalun tenang, menambah suasana eksklusif malam itu. Hari itu, Sandler Global Corp merayakan ulang tahun ke-28—sebuah tonggak penting bagi perusahaan raksasa yang telah menjelma menjadi simbol prestise dan kekuasaan di dunia bisnis internasional.
Di antara para tamu yang mengenakan setelan jas dan gaun-gaun glamor, hadir sosok yang tampak bersahaja namun mencuri perhatian karena ketenangannya,
Alvaro Neo Sandler. Pria dengan setelan jas biru gelap itu berjalan berdampingan dengan Tiara puspa, istrinya yang sedang hamil enam bulan.
Tiara tampil anggun dengan gaun putih gading yang memeluk perut buncitnya dengan elegan. Wajahnya berseri-seri, dan tangannya menggenggam erat lengan Alvaro.
Tidak jauh di depan mereka, mama Nara dan papa Neo orang tua Alvaro dan Tiara, sudah. berada di sana terlebih dahulu bersama Candra.
Papa Neo dan mama Nara adalah pasangan terpandang di dunia bisnis dan desainer ternama, sehingga kehadiran mereka pun tak luput dari lirikan kagum para undangan.
Namun, tak banyak yang tahu bahwa pria sederhana yang berjalan tenang di tengah keramaian itu adalah pemilik Sandler Global Corp sendiri. Alvaro memang jarang tampil di publik. Ia lebih memilih membiarkan Candra dan para direktur dan eksekutif lainnya yang sering muncul di media.
Ketika orang-orang membicarakan tentang “pemilik misterius” perusahaan ini, mereka tak pernah menyangka bahwa pria itu adalah dia yang malam itu terlihat seperti suami biasa menemani istrinya ke pesta.
“Sayang, kau baik-baik saja?” tanya Alvaro lembut sambil menoleh ke arah Tiara.
Tiara mengangguk pelan. “Sedikit lelah, tapi aku senang bisa datang. Semua terlihat indah malam ini.”
Alvaro mencium tangan istrinya. “Aku pastikan ini tidak akan lama. Hanya beberapa jam, lalu kita pulang.”
Tiara tersenyum. “Jangan khawatir. Aku ingin melihat semua yang sudah kamu bangun. Kamu pantas mendapatkan malam ini, mas.”
Di sisi lain ruangan, para tamu sibuk berbincang, bersulang, dan bertukar kartu nama. Ada yang membicarakan merger terbaru, ada pula yang bertanya-tanya siapa yang akan menggantikan CEO lama yang akan pensiun. Namun yang paling menarik perhatian adalah desas-desus tentang pemilik utama Sandler Global—pribadi yang katanya jenius namun misterius.
“Katanya pemimpin perusahaan tinggal di Swiss, dan katanya putra dari tuan Neo ini sudah berumur ya” ujar seorang pengusaha muda kepada rekannya.
“Bukan, aku dengar dia mantan bankir Wall Street yang gila teknologi. Bahkan gak pernah datang ke kantor pusat,” timpal yang lain.
Candra hanya tersenyum mendengarnya. Ia tahu benar siapa pemiliknya. Tapi ia menghargai keinginan Alvaro untuk tetap berada di balik layar.
Sementara itu, Alvaro sedang berbincang santai dengan Tiara di dekat meja hidangan. Seorang pelayan datang membawakan jus segar untuk Tiara. Saat Alvaro menoleh untuk mengambilkan minuman itu, beberapa tamu berjalan lewat dan melihat mereka. Seorang wanita paruh baya memandang mereka dari ujung kaki hingga kepala, lalu berbisik pada temannya.
“Kasihan ya, pria itu. Sepertinya bukan siapa-siapa, tapi gayanya seperti orang penting. Istrinya masih muda dan cantik sekali, terlalu cantik untuknya.”
Bisikan itu tak sampai ke telinga Alvaro, namun Tiara sempat melirik. Ia hanya tersenyum, lalu memalingkan wajah.
Lima belas menit kemudian, suasana berubah menjadi lebih ramai. Musik diganti dengan lagu-lagu klasik yang sedikit lebih cepat temponya. MC mempersilakan para tamu untuk bersiap ke sesi utama, sambutan dari dewan direksi.
Alvaro menatap jam tangannya. “Aku akan bicara setelah sesi makan malam. Setelah itu kita bisa segera pergi.”
Tiara mengangguk. “Aku akan duduk sebentar di sana. Mama dan Papa sedang bicara dengan seorang pengusaha dari Jepang.”
Alvaro mengangguk dan mencium kening istrinya, lalu melangkah untuk berbicara dengan beberapa rekan penting. Baru beberapa langkah, sebuah suara yang sangat ia kenal memecah suasana di dekat pintu masuk.
“Luar biasa. Bahkan di pesta besar seperti ini, kau masih muncul, Alvaro.”
Alvaro menoleh cepat. Tiara yang baru hendak duduk, mendongak dan wajahnya langsung berubah.
Seseorang berjalan masuk dengan gaun merah terang menyolok dan langkah penuh percaya diri bersama suaminya. Wajahnya cantik, tetapi sorot matanya tajam—seolah siap menusuk siapa pun yang menghalangi jalannya.
Yuli.
Mantan istri Alvaro.
Suasana langsung berubah. Beberapa tamu yang berada dekat pintu menoleh ke arah suara nyaring itu. Sebagian mengenali Yuli sebagai salah satu mantan sosialita terkenal yang menjadi istri dari orang “penting” siapa pun itu.
Yuli melangkah mendekat, suaranya cukup keras untuk didengar orang-orang di sekitarnya.
“Kukira kau masih mengambil sampah di jalan atau setidaknya hidup seperti pecundang setelah berpisah denganku. Tapi ternyata kau masih bisa datang ke pesta mewah seperti ini. Menyedihkan, Al, Kau masih berpura-pura jadi orang penting?”
Tiara berdiri, wajahnya tenang namun matanya tajam menatap Yuli. Beberapa tamu mulai berkerumun. Ada yang mengenal Yuli, ada yang tidak, tapi semua tertarik dengan ketegangan yang mulai membuncah.
“Yuli,” ucap Alvaro singkat. “Ini bukan tempat yang tepat.”
“Oh tentu saja bukan. Tapi kupikir semua orang perlu tahu siapa kamu sebenarnya. Bukankah menyedihkan, seorang pria yang dulunya bahkan tidak bisa membayar tagihan rumah sakit ibunya sekarang berdiri di pesta perusahaan besar, berpura-pura jadi bagian dari dunia ini?”
Orang-orang mulai berbisik. Siapa Alvaro sebenarnya? Siapa wanita ini?
Tiara melangkah maju, hendak membuka suara, namun Alvaro mengangkat tangan kecil. Ia tidak ingin pertengkaran terjadi di depan umum. Namun Yuli tidak berhenti.
“Kau tahu, aku kasihan pada wanita ini,” katanya menunjuk Tiara. “Menikah dengan pria pecundang sepertimu. Mungkin dia belum tahu kalau kau bahkan dulu tinggal numpang di rumahku.”
Beberapa tawa terdengar. Beberapa tamu terlihat canggung. Sebagian dari mereka mulai meragukan siapa Alvaro, pria yang nyaris tak dikenal namun cukup berani datang ke pesta Sandler Global dengan gaya percaya diri.
Tiba-tiba, seseorang menyela. Seorang pria paruh baya dengan setelan abu-abu gelap melangkah masuk ke lingkaran kecil itu. Ia adalah Charles Wendell, pemilik jaringan logistik internasional dan salah satu mitra terbesar Sandler Global dalam proyek transnasional.
“Yuli, bukan?” katanya pelan namun tegas.
Yuli menoleh, sedikit kaget.
“Apakah kau sadar bahwa pria yang sedang kau hina ini adalah pemilik Sandler Global Corp?”
Yuli terdiam.
Ruangan mendadak hening. Seolah semua suara musik dan gelas berhenti.
“Apa?” Yuli bertanya, nyaris berbisik.
Charles menatap Alvaro dan mengulurkan tangan. “Alvaro, selalu senang bertemu denganmu. Kami semua di Asia sangat menghargai kerjasama dengan timmu. Perusahaanmu luar biasa.”
Perlahan, kepala mulai menoleh ke arah Alvaro. Beberapa tamu yang sebelumnya tertawa, kini membungkam mulutnya. Beberapa bahkan tampak kaku dan malu.
Yuli berdiri terpaku. Wajahnya kehilangan warna.
“P… pemilik?” ulangnya.
Alvaro menoleh pelan dan menatap Yuli. Tidak dengan marah, tidak dengan sinis. Hanya dengan ketenangan yang membuat wanita itu semakin goyah.
Tiara menggenggam tangan suaminya.
Dan pesta baru saja benar-benar dimulai.
Bersambung