NovelToon NovelToon
Tetaplah Di Sisiku (After 10 Years)

Tetaplah Di Sisiku (After 10 Years)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan Tentara / Romansa / Dokter / Gadis Amnesia
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Pena Fantasi

Seorang pemuda lulusan kedokteran Harvard university berjuang untuk menjadi seorang tentara medis. Tujuan dari ia menjadi tentara adalah untuk menebus kesalahannya pada kekasihnya karena lalai dalam menyelamatkannya. Ia adalah Haris Khrisna Ayman. Pemuda yang sangat tampan, terampil dan cerdik. Dan setelah menempuh pendidikan militer hampir 2-3 tahun, akhirnya ia berhasil menjawab sebagai komandan pasukan terdepan di Kopaska. Suatu hari, ia bertugas di salah satu daerah terpencil. Ia melihat sosok yang sangat mirip dengan pujaan hatinya. Dan dari sanalah Haris bertekad untuk bersamanya kembali.

Baca selengkapnya di sini No plagiat‼️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Fantasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Belajar ponsel kembali serta berpamitan untuk misi lanjutan

"Menikahlah denganku!" tegasnya.

***

Nahda terperangah atas ucapan yang barusan ia dengar. Ia tak langsung menjawab, melainkan terdiam sejenak.

"Gimana? Kamu mau kan menikah denganku?" tanya Haris kembali.

Mata Nahda sedikit berkaca-kaca. Ia tak menyangka dirinya akan dilamar secepat ini. "Apa... Apa-apa... kamu serius?" lirihnya gugup.

"Apa aku terlihat seperti bercanda?"

Lalu Nahda menundukkan kepalanya. Ia senang akan lamaran Haris, namun di sisi lain ia merasa tak pantas berada di samping pria tersebut. Dirinya hanya seorang gadis desa biasa, sementara Haris adalah seorang tentara sekaligus dokter yang sudah pasti berpendidikan tinggi.

Merasa kekasihnya itu murung, Haris menangkup wajah manis Nahda dan menatapnya dengan lembut. "Kamu kenapa? Apa kamu tidak mau jadi istriku?" ujar Haris sangat lembut.

"B-bukan begitu," lirihnya. Lalu ia menghela napas berat. "Aku merasa minder saja... Aku cuma gadis desa, sedangkan kamu punya karier bagus..."

Mendengar itu, Haris menatapnya dengan serius. "Memangnya kenapa kalau kamu cuma gadis desa? Kamu lebih dari segalanya buat aku!" tegasnya.

"Aku cuma takut... keluarga besar kamu enggak setuju karena dari kasta saja kita berbeda, Haris."

"Dengar sini," kata Haris, "aku tidak peduli apa yang orang lain katakan. Mau keluarga besarku tidak setuju, aku tidak peduli... Aku hanya ingin menikah denganmu, bukan dengan orang lain!" tegas Haris kembali.

Nahda tersenyum tipis mendengar jawaban dari pria itu. Semua kegunduhan yang ia rasakan akhirnya terjawab. Lalu, lama terdiam, akhirnya Nahda mengangguk pelan. "Iya... aku mau... aku mau jadi istri kamu."

Mendengar itu, Haris langsung senyum sumringah. Kebahagiaan yang ia rasakan kini berlipat ganda. Segera ia merengkuh dan memeluk erat wanitanya itu, seraya menciumi semua area wajahnya.

"Makasih, sayang... Makasih... Aku bahagia kamu mau nerima aku..."

"Pokoknya selama aku jalani misi, kamu enggak boleh dekat-dekat sama laki-laki lain... Kamu itu sudah jadi calon istriku... Aku enggak mau pokoknya, terutama sama si Amir itu!"

Nahda tertawa pelan. Mengingat Amir saja, aura Haris langsung merosot dan membuatnya sangat kesal. "Segitu cemburunya aku dekat sama Amir..."

"Iyalah... Kalau enggak gitu, bisa-bisa kamu kepincut sama dia... Soalnya dari segi tampang saja yaaa lumayan baguslah."

Nahda memicingkan matanya untuk menjahili pria itu. "Jadi kamu mengakui dong kalau Amir ganteng?" godanya.

Wajah Haris seperti gelagapan. "Yaa okelah... dibanding dengan aku masih kalah jauh," ujarnya sombong.

Nahda tertawa mendengar jawaban asal dari Haris tersebut. "Iya sih, menang di tampang... tapi kalau macho lebih keren dia tahu!"

Mendengar itu, Haris seketika merasa sedikit kesal. "Ohhh, jadi kamu memuji Amir di depanku gitu... Rasakan ini!"

"Haaaa!"

Haris menggelitik Nahda hingga dirinya terus menjerit pelan dan tertawa lepas sampai mengeluarkan air mata.

"Hahahaha, cukup... Ampun... Iya aku ngaku aku salah... Jangan gelitiki aku lagi!"

Haris pun menghentikan dan menatap wajah gadisnya itu dengan lekat. "Itulah akibatnya kalau memuji laki-laki lain di depanku."

"Iya deh... Kamu memang paling top pokoknya!"

Mereka pun kembali saling berpelukan dan melemparkan senyuman satu sama lain. Tak terasa waktu sudah hampir menunjukkan pukul 9 malam, di mana Haris harus segera menyiapkan laporan untuk perpindahan misinya itu.

"Oke, sayang... Aku pulang dulu ya... Sudah jam segini... Makasih juga sudah yakinkan aku untuk menerima misi ini... Aku janji, akan kembali ke sini kalau misiku sudah selesai."

"Aku tunggu."

"Ya sudah... Kamu di rumah hati-hati ya... Setelah aku pulang, langsung kunci semua pintu dan jendela."

"Siap, bosku..."

Sebelum pergi, ia kembali mendekat dan mencium kening gadis itu. "Aku tinggal ya... Dah."

"Dah... Hati-hati di jalan."

Haris pun mulai menaiki motornya tersebut dan meninggalkan pekarangan rumah bilik nan sepi yang hanya dihuni oleh kekasihnya. Setelah ia menghilang, Nahda pun langsung kembali masuk dan mengunci semua pintu dan jendela sesuai pesan Haris padanya.

***

Setelah dari kediaman pacarnya, Haris sudah kembali ke bilik. Di sana ada Fahri yang sedang terduduk dan menyadari jika Haris sudah pulang. Segera ia menghampirinya karena sudah lama menunggunya.

"Lama amat keluarnya? lu habis dari mana?"

"Biasa, ngapel dulu di rumah pacar," jawabnya santai.

"Cieileeehhh, sok iye lu!"

Haris memicingkan matanya tajam seraya memasang wajah mengejek. "Jomblo iri aja," celetuknya.

"Kampret lo!"

Haris dan Fahri berjalan beriringan. Mereka tak langsung beristirahat, melainkan mengadakan rapat antar tentara untuk membicarakan soal perpindahan misi regu mereka ke desa lain.

"Lu pasti sudah mutusin ini semua, Ris?"

Haris menghela napas panjang. "Mau gimana lagi, Ini misi kita... Lagipula misi ini untuk menolong orang kesulitan, kan? Jadi kenapa enggak?"

"Gue sih ngikut lu aja, Ndan... Enggak mau ribet... Pengen cepat beres soalnya."

"Sama... gue juga."

"Ya sudah... Kalau kalian setuju, nanti kita bakal adakan rapat besar sama kepala desa dan para dokter juga... Jangan lupa datang... Awas saja kalian berkeliaran enggak jelas!"

Tiba-tiba Fahri menimbrung omongannya. "Yang biasanya ngilang itu lu, Ris... Biasa ngapelin pacar," ejeknya. Semua tertawa karena ejekan Fahri tersebut. Haris yang kesal mengambil penghapus papan tulis dan melemparkannya ke Fahri sehingga setengah wajahnya menghitam.

"Anjir... muka gue!"

"Rasain lu!"

"Awas ya lu... Kalau bukan komandan, gue pites kepala lo!"

"Emang lu berani?"

Fahri langsung menciut ketika Haris menantangnya. "Hehehe, enggak." Pasalnya Haris bukan orang sembarangan. Dia di sana memiliki beberapa jabatan. Dibandingkan dengan Fahri, dia enggak ada apa-apanya. Jika ia menyakiti hati Haris, bisa-bisa kariernya hancur.

"Ya sudah... kalian boleh bubar."

***

Sesuai yang dijanjikan, semua anggota regu utama dan regu lainnya dikumpulkan dalam satu ruangan. Di sana ada perkumpulan antara tentara, dokter, perawat, hingga petugas desa. Mereka akan mengumumkan keberhasilan misi dan memberikan bantuan pada desa tersebut agar lebih makmur setelah mereka pergi.

Semua berjalan dengan lancar. Para hadirin pun ikut mendengarkan dengan tenang penyampaian informasi penting tersebut. Dan sesuai dugaan, mereka menerima usulan untuk perpindahan misi. Setelah selesai, semuanya bertepuk tangan atas keberhasilan misi mereka di desa tersebut. Dengan komitmen yang kuat membuat semuanya jadi mudah.

Setelah itu mereka pun bubar untuk membereskan barang-barang. Bilik dan posko kesehatan yang masih berdiri segera dibereskan dan dikemas kembali. Sementara Haris sedang mengobrol dengan Pak Kades.

"Terima kasih, Pak Haris... Atas bantuan Bapak, desa kami bisa tertolong."

"Sama-sama, Pak... Ini bukan karena saya saja, tapi karena kerja sama semua tim."

"Saya merasa berhutang budi dengan kalian semua..."

"Tidak perlu sampai begitu... Ini sudah kewajiban kami... Sekarang, giliran Bapak mengelola yang kami tanamkan di sini ya... Jangan sampai masyarakat mengeluh lagi soal fasilitas kesehatan."

"Iya, Pak... saya mengerti."

"Kalau begitu, saya pergi dulu ya, Pak... Ada urusan mendadak."

"Oh iya, Pak, silakan."

Haris pun pergi meninggalkan Pak Kades yang sedang mengontrol keadaan klinik tersebut. Ia kembali ke bilik untuk berganti pakaian kaos dan celana training. Dikarenakan hari ini bebas tugas apa pun, ia ingin menghampiri Nahda untuk terakhir kali sebelum perpindahan misinya besok.

Ternyata saat keluar bilik, banyak anak buahnya yang sedang berkumpul di depan biliknya. Di sana juga ada Fahri dan Agung yang sedang bermain permainan tradisional. Mereka semua mulai terdiam saat melihat penampilan Haris yang sangat santai.

"Mau ke mana, Ndan? Rapi benar," ujar juniornya.

Lalu, juniornya tersebut dirangkul oleh Fahri. "Heh... kan lu tahu dia punya gebetan di marihhh. Makanya sebelum pergi, mau berpamitan sama ayang bebnya dulu," ujarnya dengan nada mengejek disambung kekehan dari juniornya tersebut.

"Terus.... Terserah lu deh, Gue pergi ya." Haris malas meladeni teman-teman serta juniornya yang rese. Lebih baik ia langsung pergi ke kebun. Ia merasakan jika Nahda ada di sana.

Berjalan sekitar 10 menit dari biliknya, dia telah sampai di perkebunan yang biasa dijadikan tempat bekerja gadisnya itu. Terlihat dari kejauhan sosok gadis yang sedang mengelap keringat dengan menggunakan lengannya. Dengan cepat dia menghampiri gadis itu.

"Halo, my bey kuhhh..."

"Haa... Ish, kamu ini... Aku kaget tahu enggak?!"

Haris muncul di depan Nahda secara tiba-tiba. Sedangkan pelakunya hanya tertawa geli melihat ekspresi dari wanita tersebut. Lalu, Nahda pun kembali melanjutkan pekerjaannya agar cepat selesai.

"Sini aku bantu." Lalu ia mengangkat barang yang sedari tadi dibawa oleh gadisnya itu.

Nahda merasa aneh karena Haris berada di sini. "Bukannya dia sibuk ya?" batinnya.

"Kamu kok di sini? Bukannya kamu ada misi ya?" tanyanya bingung. Bukannya menjawab, Haris hanya tersenyum mengarah padanya. Lalu setelah meletakkan barang, ia pun menghampiri gadisnya itu.

"Misinya besok... Hari ini aku libur, jadi aku bisa bantu kamu sekaligus menghabiskan waktu bersama... Enggak apa-apa kan?"

"Benarkah?" ujar Nahda senang.

"Iya... Benar... Ayo kita selesaikan segera."

Nahda mengangguk, lalu ia kembali bekerja dengan dibantu Haris di sampingnya. Mereka melakukan pekerjaan secara bersamaan sehingga membuat pekerjaannya cepat selesai. Cuaca di desa itu lumayan terik, membuat Haris sedikit kepanasan bahkan hingga membuat bajunya basah.

"Aduuuhhh... Panassss," keluhnya sembari mengipas baju.

"Nih... air dingin..."

"Makasih, sayang." Setelah itu ia meneguknya hingga habis. Nahda juga duduk di sampingnya dikarenakan pekerjaannya sudah selesai.

"Segarnya..."

"Aku bawa kue buat bekal... Kamu mau?"

"Mau dong!" ujar Haris semangat.

Lalu ia mengambil kue tersebut dari wadah yang Nahda berikan padanya. Mereka pun makan bersama-sama. Hanya terdiam tanpa suara apa pun, sesekali menikmati indahnya perkebunan di bawah pohon besar yang teduh.

"Seperti biasa... Buatan kamu memang enak," pujinya.

"Makasih... Ayo ambil lagi."

Haris pun tanpa sadar memakan kue tersebut hingga wadah bekalnya habis.

"Huhh, kenyang... Aahh, enak sekali..."

"Hariisss..." panggil gadis itu dengan mendayu.

Haris yang hendak terlelap kemudian terbangun kembali dan duduk tegak menghadap gadisnya itu.

"Kenapa?" jawabnya lembut.

Sepertinya Nahda ingin mengatakan sesuatu. "Katakan saja."

"Eum... kamu kan bakal pergi lama ya... Kalau misalnya aku kirim kamu surat bisa enggak?" lirihnya sembari malu-malu. Karena memang di desa mereka jika kangen seseorang pasti melakukan surat-menyurat.

Haris mengangkat sebelah alisnya. "Surat? Surat apa? Wasiat?" jawabnya asal.

"Ish... Bukaaannn..."

"Surat apa? Undangan?"

Nahda kesal ketika Haris tidak peka akan omongannya tadi. "Ish... enggak tahu ah... Kesal!" ujarnya merajuk.

(Mode cewek sudah keluar, gais, wkwk.)

Haris kemudian terkekeh geli. "Iya aku paham kok... Sini dong, dekatan!"

"Enggak mau."

"Masa gitu doang ngambek... Sini." Haris merengkuh tubuh Nahda dengan paksa dan mendekatkan tubuh mereka sangat dekat.

"Hm," Nahda masih memalingkan wajahnya.

Terlalu gemas jika Nahda merajuk seperti ini. Kemudian dengan cepat ia mengecup pipi sebelah kanannya, dan membuat Nahda sontak terkejut.

"Hehe, maaf... Habisnya kamu lucu sih."

"Bisa kok... Tapi kan kantor pos di sini jauh... Butuh biaya juga... Mending pakai ini," ujar Haris sembari memperlihatkan sebuah ponsel layar penuh berwarna hitam.

"Hah?"

"Sini aku ajari... Nah, mula-mula gini... terus begini."

Haris menjelaskan dengan detail dan sabar tentang ponsel tersebut pada kekasihnya. Wajar saja Nahda 10 tahun tidak mengenal teknologi jadi sedikit kaku. Sepertinya Nahda juga menyerap ilmu dengan baik. Bahkan hanya sebentar ia sudah bisa menggunakan ponsel tersebut.

"Bisa! Aku bisa!" ujarnya kegirangan.

"Jadi... kalau mau hubungi aku, pakai ini saja lebih praktis... Dan kamu juga enggak usah khawatir soal sinyal dan lainnya... Sudah aku atur semuanya."

"Oke... Jadi enggak perlu pakai surat?"

"Enggak perlu... Oh iya, ponsel itu buat kamu... Untuk sementara."

Nahda terkejut saat mendengar Haris memberikan ponsel tersebut padanya. "Kamu serius?"

"Iya, Bey... Serius... Kamu pakai ya... Untuk sementara saja... Ponsel kamu yang asli ada di rumah."

Mata Nahda berkaca-kaca. Dirinya sangat senang dikarenakan tangannya bisa memegang benda canggih lagi. Selama ini ia hanya bisa terdiam melihat anak-anak muda di desa sudah menggunakan ponsel. Lagipula, dirinya pun tidak mampu membeli benda tersebut dengan upahnya sebagai buruh kebun.

"Makasih... Aku... aku... enggak nyangka bisa pegang benda ini lagi... Pasti ini harganya mahal kan?"

Haris hanya tersenyum tipis saat Nahda menanyakan harga ponsel tersebut. "Tidak kok... standar saja... Itu untuk kamu, jaga baik-baik... Untuk kuota nanti aku isikan... Enggak perlu takut habis."

Karena saking senangnya, Nahda memeluk tubuh Haris hingga mereka terlentang di tanah. Lalu ia mengelus rahang tegas pria itu dan langsung mencium bibirnya. Haris sedikit terkejut namun ia menikmati lumatan di bibirnya.

Hanya berselang 3 menit, bibir mereka terpisah kembali. "Makasih banyak."

"Habis ini kamu mau ngapain?"

"Aku pulang ke rumah... Paling beres-beres rumah, lalu latihan sanggar."

"Ya sudah yuk... Aku juga mau ke rumah kamu."

Mereka pun mulai bangkit dan berdiri. Lalu membereskan alat-alat yang mereka gunakan dan menaruhnya di tempat semula. Kemudian, mereka pun pergi meninggalkan kebun tersebut.

Setelah sampai rumah, Nahda tak langsung beristirahat. Pekerjaan rumahnya menumpuk setiap hari padahal ia hanya seorang diri di sana. Semenjak Nahda selalu bersama dengan Haris, tidak ada yang berani mendekatinya padahal dulu banyak sekali yang jahil padanya.

Tentu Haris pun tidak tinggal diam. Ia juga ikut membantu membereskan rumah. Setelah itu, mereka pun kembali bersantai di ruang tamu dengan napas yang tersengal akibat kelelahan terus bekerja.

"Maaf ya bikin kamu capek... Aku enggak enak sama kamu."

"Enggak apa-apa... Sekalian latihan jadi calon suami yang baik," ujarnya dengan menaik-turunkan alisnya. Nahda pun salah tingkah dan sedikit mendorong tubuh pria tersebut. Mereka pun tertawa bersama sembari kembali mengobrol seputar mereka.

"Aku bakal kangen sama kamu, sayang," ujar Haris sedikit sedih.

"Aku juga."

Nahda pun menyandarkan kepalanya di bahu lebar Haris yang sangat nyaman. Mereka pun sesekali terdiam menikmati waktu berdua.

***

Sudah hampir 2 jam Haris menghabiskan waktu bersama di rumah dengan kekasihnya. Kini, ia harus berpamitan padanya karena ia akan segera pergi untuk persiapan misinya besok.

"Sayang, aku pamit ya... Besok aku sudah enggak ada di sini."

"Iya... Kamu yang semangat ya, Jangan bolos terus."

Mereka pun kembali berpelukan. "Aku rasanya enggak rela ninggalin kamu sendirian di sini... Aku ingin terus begini sama kamu," lirihnya.

"Aku juga... Tapi kamu harus menjalankan kewajiban kamu ya, Jangan main-main biar misinya cepat selesai."

Haris pun melepaskan pelukannya dan mengelus wajah cantik kekasihnya itu. Lalu, tangannya menyusup ke area belakang dan menariknya hingga mereka kembali saling bertautan satu sama lain.

Mereka saling melumat dan melampiaskan kerinduan mereka karena akan terpisah jarak dalam waktu yang cukup lama. Setelah 10 menit, akhirnya tautan mereka terlepas dan napas mereka terengah-engah.

"Aku pergi ya, Bey... Kamu jaga diri selama aku enggak ada... Kalau perlu kamu menginap di rumah Puput ya."

"Siap, hehe... Jangan khawatirkan aku... Kamu juga jaga kesehatan ya... Jangan sampai sakit."

Lalu Nahda mengantarkan Haris sampai keluar rumah. "Nanti aku kabari kamu ya..." Nahda mengangguk patuh.

"Bye, sayang! Aku pergi ya!"

"Hati-hati!"

Mereka saling melambaikan tangan tanda perpisahan sementara waktu. Melihat Haris mulai menjauh, entah kenapa hatinya mendadak sedih dan sunyi. Ia hanya berharap bisa kembali lagi bersama. Bahkan ia sampai meneteskan air matanya.

"Begini ya rasanya kalau ditinggal pergi?"

Nahda kembali tersadar jika ia harus ke tempat sanggar untuk latihan menarinya. Segera ia menghapus air matanya dan bersiap untuk pergi latihan. Tak lupa ia mengunci semua pintu dan jendela agar rumahnya tetap aman.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!