Elena
"Pria itu unik. Suka menyalahkan tapi menerima saat disalahkan."
Elena menemukan sosok pria pingsan dan membawanya pulang ke rumah. Salahkah dia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emma Shu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Gila
“Saya seorang pengusaha. Bisa tanam modal ke kamu, memperbesar usahamu, barang kali kamu berminat untuk bekerja sama. Saya tertarik dengan usaha soto,” bujuknya dengan pandangan penuh harapan. Dia yakin gadis melarat seperti Elena pasti akan runtuh hatinya bila menerima setumpuk uang.
“Elena nggak butuh itu,” ketus Revan. “Bukankah Anda belum tau rasa soto buatan Elena? Jika sotonya nggak enak, gimana? Apa niatmu mengajaknya bekerja sama?”
Om Davin tersenyum penuh cemeeh. Kemudian pandangannya beralih ke wajah Elena. “Jika suatu saat nanti berubah pikiran,” ujarnya sembari menyelipkan kartu namanya di celah gerobak. “Saya hanya berniat mambantu.” Kemudian ia pergi, memasuki mobil setelah menjatuhkan kerlingan sebelah mata kepada Elena.
Revan mengamati mobil hingga hilang dari pandangan.
“Otaknya udah nggak waras!” celetuk Revan kesal.
Elena mengamati ekspresi wajah Revan yang dipenuhi emosi. Baru kali itu ia melihat Revan kemarahannya meluap-luap. Elena merasakan perhatian Revan begitu besar. Sesungguhnya kemarahan Elena terhadap Om Davin terasa mendidih, namun mereda melihat kemarahan Revan yang tersulut untuk membelanya.
“Udah. Biarin aja. Lo tau dia gila, kenapa mesti dilayani?” balas Elena berusaha meredam kekesalan Revan.
Revan menarik nafas dalam. Menenangkan diri. Tapi dadanya masih terasa membara.
“Pulanglah!” seru Elena.
Revan diam saja. Berat hati untuk menuruti perkataan Elena. “Kalo lo jualan sendirian, Om Davin bisa aja ngejahilin lo lagi.”
“Gua bisa jaga diri. Lo pikir gue anak kecil. Tugas lo kan cuma nganterin gerobak doang sampe ke kota. Selesai itu langsung pulang, bukan nemenin gue jualan. Inget, kayu bakar di rumah tinggal sedikit.”
Revan masih diam terpaku. Dalam hati membenarkan. Ia punya tugas mencari kayu bakar. Jika stok kayu bakar di rumah habis, Elena tentu tidak akan bisa memasak soto. Bisa-bisa jualan sotonya bisa macet.
“Salva di rumah lagi nggak sehat. Kasian dia sendirian. Seenggaknya lo liat keadaannya meski hanya sebentar.”
Revan akhirnya mengangguk.
“Gue mau jualan keliling aja, kok,” ujar Elena tiba-tiba.
“Kenapa? Bukannya udah enak nonggokin gerobak di sini?”
“Gue takut kena tangkep kalo jualan di trotoar begini. Apa lagi nggak ada lo, gue bisa apa?”
“Tapi lo capek kalo jualan keliling.” Revan tidak tega.
“Nggak masalah. Udah biasa.”
Revan akhirnya tersenyum. Salut dengan kegigihan Elena.
“Kuat nggak ngedorong gerobak sendirian?” tanya Revan.
“Tenang aja, gue kuat.”
Revan mengamati Elena yang mulai mendorong gerobak. Berjalan pelan sambil berteriak, “Soto soto…”
Revan geleng-geleng kepala. Perempuan yang dikenalnya itu benar-benar luar biasa. Tak terdengar keluhan meski penat menguasai raganya. Dia mencari rupiah bukan untuk menyenangkan diri, tapi demi kehidupan adiknya. Revan berbalik dan pulang setelah memastikan Elena mampu mendorong gerobak sendirian.
***
Malam kembali datang. Salva sudah tidur.
Seperti biasa, Elena dan Revan duduk di depan rumah sambil menikmati singkong rebus. Mengobrol santai sambil bercanda satu sama lain. Dan seperti biasa, Revan meminta Elena menuangkan kisah hidupnya. Yang terasa sangat menyentuh. Basah hati bila mendengar. Hampir seluruh kisah hidup Elena menjadi pengantar tidur di setiap malam-malamnya. Membuat malam yang seharusnya terasa panjang menjadi pendek. Jika ia bisa menambah waktu, maka akan ditambahnya waktu di malam hari agar ia bisa mendengar cerita Elena lebih panjang lagi.
Ketika langit mulai gelap, tertutup awan hitam, angin kencang berembus. Satu dua air dari langit mulai jatuh menitik. Elena dan Revan masuk ke rumah. Duduk bersisian. Menunggui pelita yang bergerak-gerak akibat tertiup angin. Tangan Revan menghalangi angin yang berusaha memadamkannya.
TBC
Mohon klik tombol like di setiap episode,
dukung penulis
kan revan hampir dirampok crita'a