Aku pernah gagal jadi manusia, tapi aku tidak ingin gagal jadi seorang ibu--Anin.
Setelah pergi membawa luka untukku sendiri, kini aku datang lagi dan memberi luka untuk mas Haris. Setelah 6 tahun waktu berlalu, setelah dia memiliki kehidupan yang baru, tiba-tiba aku datang dan mengatakan bahwa kita punya Anak.
Bagaimana ini, bersediakah dia menerima Alena?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AGKK Bab 25 - Alena Sangat Cantik
"Dimana ponsel itu?" gumamku sendiri ketika sudah masuk ke dalam kamar Mas Haris. Kakiku masih berdiri tidak jauh dari pintu, sementara kedua mataku sudah meneliti setiap sudut kamar ini mencari di manakah keberadaan ponsel tersebut.
Meskipun sudah mengatakan pada diri sendiri bahwa akan menganggap kamar ini seperti kamarku tapi nyatanya tetap saja tidak bisa, nyatanya aku tetap menahan langkah agar tidak sembarangan.
"Nah itu dia." Kulihat ponsel itu tergeletak di atas ranjang, sedikit tertutup oleh selimut hingga tak nampak jelas. Aku berlari untuk mengambil ponsel tersebut dan buru-buru keluar. Seperti maling yang begitu takut ketahuan, jangan sampai aku terkesan begitu lama di dalam kamar ini.
"Astaghfirullahaladzim," ucapku setelah berhasil keluar dengan selamat, masuk ke dalam kamar Mas Haris aku seperti masuk ke dalam medan perang.
Dengan menggenggam erat ponsel ini, aku pun kembali ke dalam kamar anakku. Ternyata Alena sudah bangun dan kini sedang duduk dipangkuan mas Mas Haris.
"Mas, ini ponselnya," ucapku seraya menyerahkan benda pipih tersebut.
"Letakkan di atas nakas."
Aku menurutinya, setelah kuletakkan ponsel itu di sana aku kembali menghadap padanya, tapi tatapanku bukan tertuju ke arah mas Haris melainkan Alena yang nampak lesu. Membuatku mendadak cemas.
"Alena kenapa sayang? Bangun tidur kok tidak semangat seperti ini," ucapku, aku mengelus puncak kepalanya dengan lembut.
"Masih ngantuk, Ma," jawab Alena lirih, namun mendengar jawabannya tersebut membuatku bisa menghembuskan nafas lega. Sekarang aku memang serba takut, takut tiba-tiba Alena mengalami kondisi kritis. Apalagi baru sehari kami keluar dari rumah sakit.
"Keluarlah jika ingin keluar, biar aku yang mengurus Alena," kata mas Haris.
"Katanya Mas mau pergi ke kantor," jawabku pula.
"Aku akan pergi setelah urusan Alena selesai."
"Kalau terlambat bagaimana?"
"Apanya yang bagaimana? Memangnya siapa yang berani menegurku jika aku datang terlambat?" tanya mas Haris telak, membuat ku tak bisa menjawab.
Ya ya ya, tidak akan ada yang berani menegur pak CEO. Batinku pula. Lama-lama mas Haris jadi menyebalkan juga, tapi aku tidak berani untuk membantah.
"Baiklah kalau begitu, Mama keluar dulu ya sayang," kataku pada Mas Haris dan Alena sekaligus.
"Iya Ma," jawab Alena patuh, dia bahkan semakin memeluk papanya erat, tidak berusaha menahan kepergian ku.
Astaghfirullahaladzim, kenapa aku jadi cemburu melihat kedekatan keduanya.
Aku menggeleng kecil, terus mengusir pikiran buruk yang hendak menguasai hati. Lalu keluar dari dalam kamar tersebut. Menuju dapur dan menyiapkan bekal yang akan dibawa oleh Namira.
Ternyata, Namira datang lebih cepat dari jam yang kemarin dia sebutkan. Katanya Namira akan tiba di jam 8 pagi, tapi ternyata saat jam 7.30 dokter cantik tersebut sudah masuk ke dalam apartemen ini.
Yang membuatku terkejut adalah Namira bisa masuk begitu saja tanpa menekan bell, tanpa ada yang membukakan pintu untuknya. Itu artinya Namira mengetahui password apartemen ini, sebab kartu aksesnya hanya ada 2, satu untukku dan satu untuk mas Haris.
Tapi entahlah, Aku tidak ingin mengulik tentang hal ini terlalu dalam. Karena semakin ingin ku cari tahu, semakin kutemukan rasa sesak di dalam hati. Satu yang pasti, apartemen ini juga milik Namira.
"Kamu datang lebih cepat, untung bekalnya sudah aku siapkan sejak tadi. Jika tidak, sudah dipastikan aku akan gelagapan," kataku dan ku lihat Namira terkekeh.
"Maaf Mbak, aku tadi lupa juga mau kasih kabar jika akan datang lebih cepat," jawab Namira. "Mas Haris katanya sudah mulai bekerja, jadi kami akan pergi bersama, karena itulah aku datang lebih cepat," timpal Namira pula.
Ku balas dengan senyum yang semakin lebar. Akan ku pastikan bahwa Namira tidak akan bisa membaca hatiku yang terluka.
Jadi manusia paling munafik di dunia ini.
Ya Allah. Batinku mencari ketenangan dengan menyebut nama Allah. Salah siapa berani-beraninya mencintai mas Haris, maka inilah balasannya.
"Mama Namira!" panggil Alena, suara renyah itu terdengar dari arah kamar. Alena datang digendong oleh Mas Haris.
"Pagi sayang, cantiknya anak mama Anin dan mama Nami," jawab Namira pula. Namira juga mengambil alih Alena di gendongan mas Haris dan menggendongnya sendiri.
Aku hanya mampu tersenyum melihat pemandangan ini.
Coba untuk terus membiasakan diri, bahwa seumur hidup kami harus terus rukun seperti ini.
Selepas sarapan bersama, akhirnya mas Haris dan Namira pamit untuk pergi.
"Lain kali, Papa akan mengajak Alena untuk datang ke kantor Papa. Ya?" tanya mas Haris saat berpamitan pada anak gadisnya itu.
"Iya Pa, aku tau sekarang belum boleh pergi jauh-jauh," jawab Alena.
Bukan hanya aku, tiap mas Haris dan Namira pun tersenyum getir saat mendengarnya.
"Sabar sayang, sebentar lagi," kata Namira dengan mengelus puncak kepala Alena. "Minggu nanti ayo kita piknik ke taman, bagaimana? mau?" tanya Namira lagi dan Alena langsung mengangguk antusias.
"Mau!" jawab Alena semangat sekali.
Aku dan Alena mengantarkan kepergian keduanya sampai di depan pintu apartemen.
"Ma, aku ingin bermain Barbie," kata Alena setelah kami masuk.
"Baiklah, ayo kita bermain bersama," jawabku tak kalah antusias. Kusibukkan diriku sendiri agar tidak terus memikirkan dua orang yang telah pergi.
1 jam kemudian ponselku bergetar, ada pesan singkat dari Mas Haris.
'Apa yang Alena lakukan?'
'Kirim fotonya.'
Tulisnya dalam pesan tersebut.
Tanpa membalas apapun aku langsung mengambil gambar Alena yang sedang bermain Barbie di ruang tengah. Karpet lantai ini sudah penuh dengan mainan Barbie.
'Anakku cantik sekali,' balas Mas Haris.
1 jam kemudian, Mas Haris kembali mengirim ku pesan. Kembali memintaku untuk mengirim foto apa yang sedang Alena lakukan.
1 jam kemudian seperti itu lagi.
8 jam mas Haris bekerja dan 8 kali dia memintaku untuk mengirim foto tentang Alena.
'Alena sangat cantik.'
Sampai tanpa sadar jika kami terus bertukar kabar.
ceritanya sangat bagus dan alurnya tidak ribet tidak bertele tele suka sekali
maaf Thor jdi curhat