Queen memilih memendam perasaannya pada Safir, karena tidak ingin merusak hubungan persahabatan mereka berdua. Queen pikir, selama ini Safir juga memiliki perasaan yang sama seperti dirinya. Perasaan itu semakin bersemi di hati Queen karena sikap Safir yang begitu perhatian terhadap dirinya. Meskipun perhatian tersebut tidak terang-terangan di tunjukkan oleh safir karena sikapnya yang pendiam dan juga dingin. Namun, siapa yang bisa menduga jika setelah mereka lulus kuliah, Safir datang ke rumah untuk melamar. Bukan Queen yang di lamar oleh Safir, tapi Divya. Bagaimana kisah selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nia masykur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25 Karena Aku Yang Salah
Setelah meminta sopirnya untuk mengantarkan berkas laporan tersebut ke kediaman Arjuno, Queen memilih berdiam diri di dalam kamar. Ia memilih membaca buku untuk mengisi waktunya yang begitu luang. Tapi hanya mata dan mulut saja yang membaca setiap kata yang tercetak dalam setiap lembaran. Nyatanya pikiran Queen masih terarah pada Safir.
"Haaahhh ..." Helaan nafas panjang telah Queen lakukan. Gadis cantik tersebut menengadahkan wajahnya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menangis lagi. "Sepertinya duniaku hanya di situ-situ saja. Coba sejak dulu aku bergaul dengan yang lainnya dan memiliki teman dekat yang lain juga. Pasti aku tidak akan merasa bodoh sendiri seperti ini," gerutunya menyalahkan diri sendiri.
Sebenarnya Queen itu mudah bergaul dengan siapapun. Mudah menyesuaikan diri dengan keadaan. Tapi menjalin hubungan pertemanan yang mengarah ke hubungan persahabatan juga butuh seseorang yang tepat dan yang bisa saling memberikan kenyamanan.
"Kalau di pikir-pikir, apa selama ini kamu tidak merasakan suatu hal apapun saat sama aku? Atau setidaknya ..."
Plak!
Ucapan Queen terjeda hingga membuatnya memukul keningnya sendiri. Merasa bersalah karena terlalu jauh saat berandai-andai.
"Dia murni menganggap aku sebagai sahabat. Sedangkan aku menginginkan hal yang lebih. Kita memang tidak cocok. Tolong lah Queen, jangan terus memikirkan lelaki yang akan menjadi Kakak ipar kamu," kembali lagi Queen memperingati diri yang masih sering membayangkan hal yang ia inginkan.
Dreeettt ... Dreeettt ...
Queen langsung meraih ponselnya yang ada di atas meja karena adanya panggilan suara yang harus ia terima.
"Safir," gumamnya. Untuk sesaat, Queen tertegun melihat nama 'Si Salju' yang telah melakukan panggilan suara. Jarinya tergerak seolah akan menerima panggilan suara dari lelaki yang ada di seberang sana. Tapi hati Queen kembali mengingatkan diri. Bahwa menjauhi Safir tidak boleh setengah-setengah.
Queen meletakkan ponselnya begitu saja. Ia harus konsisten dengan pendiriannya. Hingga beberapa kali ponsel Queen masih berdering. Membuat Queen mulai menimba-nimba untuk menerima panggilan tersebut atau tidak.
"Sudah sore, ayo mandi saja."
Queen beranjak dari sana. Ia harus menyegarkan tubuhnya, setelah ini ia berharap kalau Safir tidak akan menghubunginya lagi.
Hampir 15 menit Queen membersihkan diri. Ia langsung meraih ponselnya untuk melihat berapa kali Safir sedang berusaha menghubungi dirinya.
"Ini serius si salju?" tanyanya saat melihat panggilan Safir hingga puluhan kali. Belum lagi pesan singkat yang Safir kirimkan. Padahal, Safir bukan orang yang seperti itu. Biasanya Safir hanya akan menghubungi seseorang cukup satu kali, jika tidak di terima maka Safir tidak akan melakukan panggilan ulang lagi, begitu juga dengan pesan singkat. Hanya kepentingnya saja Safir menggunakan ponsel. Namun, sepertinya Safir menunggu Queen online di aplikasi chat berwarna hijau tersebut, membuat Safir yang ada di seberang sana langsung menghubungi Queen.
Queen hanya bisa menghela nafasnya. Melihat semuanya membuat Safir seperti orang yang baru saja di putuskan pacar secara sepihak dan Safir tidak bisa menerima itu semua. Queen yang memiliki belas kasih, tentu memilih menerima panggilan suara dari Safir.
"Ada apa?" tanya Queen tanpa basa basi.
Di seberang sana, Safir yang sejak tadi terus memegangi ponselnya jadi merasa lega karena kini Queen telah menerima panggilan suara darinya. "Assalamualaikum."
"Waalaikum salam. Ada apa?" suara Queen benar-benar jauh dari kata ramah dan ceria seperti biasanya.
"Kenapa tidak memberikan langsung pada ku semua laporan keuangan? Kalau kamu tidak mau datang ke rumah. Aku pasti mau datang ke rumahmu. Bagaimana kalau ada hal yang ingin aku tanyakan?"
"Sepertinya kamu belum membuka laporan tersebut, Safir. Karena aku memberikan laporan itu begitu terperinci. Apapun perkiraan yang akan kamu tanyakan ke aku, sudah aku terakan di sana. Kamu cukup mengecek semuanya dan kamu juga akan mendapatkan semua jawaban dari apa yang akan kamu tanyakan. Cek dulu, baru telpon aku kalau memang ada yang tidak berkenan."
Berapa lama Queen bersama dengan Safir. Walau baru ikut bekerja dengan Safir selama 2 tahun, tapi Queen cepat paham apapun yang berkaitan dengan Safir. Hal apapun yang akan di tanyakan oleh Safir saat ia memberikan laporan keuangan bahkan Queen sudah bisa memperkirakan. Hal ini membuat Queen semakin sakit hati sendiri. Sejauh itu dirinya memahami Safir, tapi sedikitpun Safir tidak melihat dirinya yang memiliki rasa lebih dari sahabat.
"Kenapa kamu berubaha jadi seperti ini Queen?" tanya Safir pelan. "Kalau aku memang melakukan hal yang salah, biasanya kamu selalu ingatkan aku. Bukannya marah seperti ini sama aku. Aku salah apa sama kamu?"
Mendengar ucapan Safir yang pelan dan sedikit bergetar, membat Queen menjauhkan ponselnya. Tidak kuasa Queen menahan air matanya yang sudah ingin luruh.
"Aku enggak berubah, Safir. Karena memang sebenarnya aku seperti ini. Aku juga enggak marah sama kamu. Dan kamu juga tidak salah apapun," ucap Queen meyakinkan Safir. 'Karena memang aku yang salah, karena telah berharap lebih dari kamu,' gumam hati Queen.
demo rumah emak guys