Kinar menerima tawaran menikah dari sang dokter untuk melunasi hutangnya pada pihak Bank. Sedangkan, dr. Raditya Putra Al-Ghifari, Sp. B menikahinya secara siri hanya untuk mendapatkan keturunan.
Awalnya Kinar menjalaninya sesuai tujuan mereka, tapi lambat laun ia mulai merasa aneh dengan kedekatan mereka selama masa pernikahan. Belum lagi kelahiran anak yang ia kandung, membuatnya tak ingin pergi dari sisi sang dokter.
Kemanakah kisah Kinar akan bermuara?
Ikuti Kisahnya di sini!
follow ig author @amii.ras
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AmiRas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemas!
Kejadian pendarahan Kinar itu, membuat perempuan itu harus dirawat di rumah sakit sampai dua hari. Kinar ditemani oleh seorang wanita paruh baya yang dikenalkan Dokter Radit dengan nama Bi Isah. Wanita paruh baya itu bertugas sebagai ART baru mereka, sekaligus yang mengurusi Kinar selama dua hari ini di ruang rawatnya. Kinar hanya melihat sekali sang dokter itu saat ia sadar kemarin malam. Setelahnya, hingga pagi ini lelaki itu belum lagi menampakkan dirinya.
"Bi, Dokter Radit gak ke sini tadi?" tanya Kinar pada Bi Isah yang sedang mengupaskan buah jeruk untuknya.
"Tadi ke sini kok, Mbak. Waktu Mbak Kinar masih tidur, Dokter Radit cek infus juga," jawab Bi Isah jujur.
Entah kenapa Kinar merasa lebih baikan mendengar jika lelaki itu peduli akan dirinya. Meski karena calon anak yang ia kandung, tapi ia tetap senang karena secara tidak langsung lelaki itu juga mencemaskannya.
"Selain Dokter Radit... Gak adakah yang jenguk saya, Bi?" tanya Kinar lagi. Ia begitu berharap, jika Ibu Sonia kembali menjenguknya, seperti terakhir kali wanita baya itu menjaganya.
"Ada. Dokter ganteng ehm... Namanya Dokter Ardi kalau gak salah." Bi Isah menyahut sambil menyuapkan buah yang ia kupas pada Kinar.
Kinar mengangguk. Ia berharap terlalu jauh jika Ibu Sonia akan menjenguknya. Ibu Dokter Radit itu pasti sibuk akan bisnisnya.
"Ehm, tapi kemarin ada juga Ibu Sonia kok, Mbak. Cuma dia gak masuk, cuma depan pintu nitipin buah-buahan ini sebenarnya dari dia," ucap Bi Isah melihat raut sedih di wajah majikan barunya.
Kinar langsung berbinar dengan senyuman yang tak bisa ditahan.
"Beneran, Bi? Tapi kenapa Ibu Sonia gak masuk?" tanya Kinar kelewat antusias.
"Katanya buru-buru, Mbak."
Kinar mengangguk. Ia sudah cukup senang mengetahui jika buah-buahan yang sedang ia makan ini dari sang ibu mertua. Rasanya kupu-kupu seperti berterbangan di relung dadanya, menciptakan euforia yang tak dapat Kinar tahan.
"Kamu dengar kan, Nak? Nenek yang ngasih buah ini untuk kita!" gumam Kinar dalam hati sambil mengelus perutnya.
...****...
Di sisi lain, Radit dapat menyembunyikan kecemasannya mengingat kondisi Kinar. Ia tetap fokus dengan kegiatannya sebagai dokter sekaligus dirwktur di rumah sakit keluarganya ini, menggatikan sang Papa.
Setelah menyelesaikan operasi pasien, Dokter Radit memutuskan memeriksa kondisi Kinar di ruangannya. Kebetulan ini sudah masuk jam makan siang, ia juga ingin memastikan perempuan itu memakan makan siangnya.
Pintu ruang vip Dokter Radit buka, dan ia menemukan Bi Isah yang sedang menyuapi Kinar makan. Ia mengangguk singkat sebagai sapaan pada Bi Isah.
Kinar langsung menunduk kikuk mendspati tatapan intens dari Dokter Radit. Ia ingat akan perang diam-diaman dengan lelaki itu, beberapa hari lalu.
Dokter Radit memilih duduk di sofa yang ada di sudut ruangan, setelah melepas sneli dokternya dan menyampirkannya di lengan sofa. Ia membuka kunci ponselnya, memilih fokus pada benda pipih itu, sesekali netranya menatap Kinar.
"Obatnya jangan lupa!" ucap Radit datar melihat Kinar yang hendak kembali berbaring setelah menghabiskan buburnya.
Kinar urung berbaring. Dibantu oleh Bi Isah menegak obatnya, setelah itu ia kembali berbaring. Bi Isah pun izin pamit keluar sebentar mencari makan, dan meninggalkan kedua pasangan itu yang masih saling diam.
"Mas!" panggil Kinar pelan.
Dokter Radit menoleh. Menyimpan ponselnya di kantung celananya, lalu berjalan mendekati brankar Kinar. Ia duduk di kursi yang tadi di duduki Bi Isah. Lelaki itu bersedekap dada, menatap datar perempuan yang berbaring di brankar.
"Ehm... Aku salah apa ya sampai Mas beberapa hari belakangan kemarin diemin aku?" tanya Kinar ragu menatap balik netra Dokter Radit.
Dokter Radit diam. Kinar menunggu dengan sabar tanggapan lelaki itu.
"Bukankah saya sudah bilang kalau selama menjadi istriku, kamu tidak boleh berdekatan dengan pria lain? Lalu beberapa hari kemarin sebelum saya mendiamkan kamu... Saya lihat kedekatanmu dengan Dokter Ardi," sahut lelaki itu panjang lebar. Ini rekor baru si manusia es itu mau berbicara lebih dari sepuluh kata. Kinar sempat tak percaya, tapi ia mengusung senyum tipis yang hampir tak terlihat.
"Mas cemburu?" tembaknya telak tanpa ragu.
Dokter Radit menatap tajam Kinar, "saya gak bilang cemburu! Saya hanya tidak suka jika apa yang masih jadi milik saya didekati oleh pria lain!" sangkal Dokter Radit datar.
Kinar mendengus. Paham betul akan perangai tak mau kalah si dokter ini.
"Oh begitu ternyata. Berarti kalau nanti aku sudah lepas dari pernikahan siri ini... Aku boleh dong minta dilamar sama Dokter Ardi!" ujar Kinar dengan netra berbinar dan alis terangkat menggoda Dokter Radit. Entah keberanian darimana ini, dia kok sekarang jadi lebih berani mengungkapakan semua kalimat yang ia pendam.
Dokter Radit mendengus, menurunkan tangannya yang tadi bersedekap di dada.
"Kayak gak ada cowok lain!"
Dengusan lelaki itu membuat Kinar melebarkan senyumnya. Kalau ia tak salah tebak, sepertinya Dokter Radit ini mulai main hati dalam pernikahan siri ini. Bolehkah ia berharap jika perniakahan ini akan segera disahkan?
"Ya, lumayankan Mas kalau aku beneran dapat jodohnya dokter. Resepsinya bisa di gedung terus nanti bisa honeymoon ke luar negeri juga!" Kinar menilik netra lelaki itu yang menajam. Dalam hati ia merasa senang akan reaksi lelaki itu.
"Dasar manusia es dan gengsian!" ucap Kinar tanpa sadar.
"Kamu sekarang sudah berani ya sama saya?" Dokter Radit menajamkan netranya.
"Lah memangnya Mas nakutin apa?"
"Ck, setelah sadar dari pingsan sepertinya kepalamu terbentur sesuatu," ucap Dokter Radit mendengus.
"Mas, sudah makan siang?" tanya Kinar mengalihkan topik pembicaraan.
Dokter Radit menjawab dengan gelengan. Ia melihat keranjang buah di nakas samping brankar Kinar, siapa yang ngaish buah?
"Siapa yang ngasih buah?" tanya lelaki itu menyuarakan pikirannya.
"Kata Bi Isah buahnya dari Ibu Sonia," jawab Kinar.
Radit mengerutkan kening bingung. Mamanya kok semakin hari semakin mencurigakan baginya. Radit selalu tak bisa menebak semua rencana di otak Mamanya yang kadang bikin mengelus dada.
"Mama saya gak bilang yang aneh-aneh kan ke kamu?" tanya Dokter Radit menelisik raut wajah Suster Kinar.
Kinar menggeleng, "Ibu Sonia gak masuk kok. Kata Bi Isah tadi ketemu di depan pintu, karena buru-buru jadi beliau gak masuk."
Dokter Radit mengehela napasnya. Tingkah lelaki itu diperhatikan oleh Kianr yang menatap dengan penuh tanya.
"Mas, saya kapan boleh pulang?" tanya Kinar setelah keheningan yang cukup lama.
"Besok kamu sudah boleh pulang kata Dokter Leni, tapi tetap harus bedrest." Sahutan lelaki itu tetap datar tanpa ekspresi.
Kinar mengangguk kecil. Kayaknya sulit banget ya membuat si manusia es itu bicara dengan nada santai dan ekspresi yang lebih manusiawi. Ya, kecuali saat mereka sedang di peraduan... Lelaki itu akan sedikit berekspresi dan gak banyak omong juga sih. Lama-lama Kinar sebal juga. Ah, sudahlah mungkin sudah bawaan lahir lelaki itu.
...Bersambung.......
Maaf ya gaess baru bisa up hari ini 🙏 dua hari kemarin saya sakit, ini sudah mendingan dan saya sempatin buat update. Semoga masih ada yang baca ya, doain saya sehat terus dan cepat sembuh biar bisa tambah up nya 😷
Tapi gak papa suster Kinar kamu sudah ditunggu jandanya sama dr Ardi.....!