LOVE IS SO SWEET

Kini kegiatan Kinan setiap harinya selain bekerja adalah menyuapi bayi besarnya, siapa lagi kalau bukan Langit, dengan alasan sibuk Langit berhasil membuat Kinan dengan sabar menyuapinya makan siang setiap hari.

"Sepertinya lima hari kedepan aku akan ada di luar kota, mau meninjau proyek yang sedang Bara kerjakan. Aku harap kamu jangan merindukan aku." Ucap Langit di sela-sela makannya.

"Terus aku di rumah sama siapa?"

"Sementara kamu boleh menginap di rumah Bunda ataupun di rumah Mama kamu."

Langit menarik tangan Kinan untuk bisa duduk mendekat kepadanya.

"Kamu jangan nakal ya selama aku pergi!" Sambung Langit sambil menyelipkan rambut Kinan ke belakang telinganya.

Ucapan Langit membuat Kinan menaikan satu alisnya. "Kamu kenapa sih? Aneh tau. Aku kayak lagi dinasehati sama suami beneran."

Langit hanya tersenyum mendengar perkataan istrinya. 

"Kamu baik-baik aja kan?" Kinan meletakkan telapak tangannya di kening Langit yang tak berhenti tersenyum memandangi wajahnya.

Langit menghela nafas panjang, apa yang sedang dia harapkan, Kinan masih belum memiliki perasaan lebih kepadanya, mungkin selama ini dia hanya dianggap sebagai teman oleh istrinya.

"Mari kita berperan sebagai suami istri sungguhan sebelum aku berangkat!" 

"Oke, aku akan berperan sebagai istri manja hari ini. Kita jalan-jalan ke Mall ya sore ini." Pinta Kinan 

"Tapi aku lebih suka kau berperan sebagai istri mesum." Goda Langit.

"Cih, jangan mimpi!" Ucap Kinan dan keluar dari ruangan suaminya.

Kinan dan Langit sudah berada di sebuah Mall besar di kotanya, karena seharian ini mereka akan menjadi pasangan suami istri sesungguhnya.

Setelah makan malam bersama di restoran fast food yang ada di Mall itu, Kinan mengajak Langit ke lantai atas Mall untuk mengajaknya bermain di tempat bermain. 

Dilihatnya Kinan sudah berdiri di tempat game dance, dia bahkan sudah melepas heelsnya dan bersiap menggerak-gerakkan anggota tubuhnya mengikuti arahan yang ada di layar.

"Sini, temenin aku main!"

Langit hanya menggelengkan kepalanya, dia hanya berdiri sambil memandang istrinya.

Kinan dengan lincah menari di tempat permainan, membuat Langit tak henti-hentinya menyunggingkan senyumnya.

"Kinan!" Sapa seorang pria membuat Kinan menghentikan permainannya.

Natan berlari menghampirinya, tanpa melihat Langit yang berdiri memang sedikit jauh dari istrinya.

"Hei. Natan, kamu lagi ngapain?" Sapa Kinan sambil melirik ke arah Langit yang terlihat sangat kesal.

"Tadi aku abis ketemuan sama temen. Terus mampir kesini. Kamu kesini sama siapa?" Tanya Natan karena tidak melihat Kinan ditemani seseorang.

"Saya." Ucap Langit yang sudah sangat kesal, dia yang sudah susah payah mengajak Kinan untuk berperan sebagai istri sungguhan dan sekarang harus diganggu oleh Natan. Sangat menyebalkan.

Natan begitu terkejut melihat Langit, yang kini hanya mengenakan kemeja Kantornya yang bagian tangannya dilipat hingga siku, seperti biasa jika marah dia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya dan berjalan lurus ke arah Kinan dan Natan dengan raut wajah yang biasa dia tunjukkan kepada karyawannya, dingin. Tubuh tinggi dan atletisnya membuat dia seperti sedang berjalan di catwalk ketika menghampiri mereka.

"Maaf Pak." Entah apa maksud dari permintaan maafnya, bahkan Natan sendiri tak tahu.

Natan menundukkan kepalanya, pria tampan itu tak berani menatap wajah atasannya.

Langit menarik tangan Kinan, mendekatkan tubuh istrinya ke sampingnya.

"Dia itu adalah…"

"Sepupu." Kinan memotong ucapan suaminya, membuat Langit membelalakkan matanya.

"Aku harap kamu ga ngasih tau status saya ke temen-temen yang lain. Aku ga mau mereka ngejauhin aku setelah tau kalo aku dan Langit itu sepupuan." Pinta Kinan yang kini sudah melingkarkan tangannya di lengan suaminya.

Natan hanya mengangguk, tak sepatah katapun yang keluar dari mulutnya, dia masih belum percaya dengan apa yang didengarnya, dan pergi setelah berpamitan kepada Kinan dan Langit.

"Kamu kenapa? Apa aku salah bicara?" Tanya Kinan yang melihat suaminya terlihat masih kesal.

"Kenapa kau bilang jika kita adalah sepupu?" Suara Langit kembali datar tidak seperti sebelumnya.

"Apa aku harus bilang kalo status kita adalah Kreditur dan Debitur?"

"Kenapa tidak bilang jika aku suamimu? Apa kau malu?" Wajah dengan raut datar itu kembali menghakimi Kinan.

"Bukankah kau sendiri yang ingin menutupi status pernikahan kita? Sepertinya kau sudah terlalu mendalami peranmu sebagai seorang suami hari ini." Ucap Kinan yang sudah kesal dengan kelakuan suaminya yang seperti menyalahkan dirinya dan pergi meninggalkan Langit yang juga terlihat kesal.

Beberapa menit yang lalu mereka sedang menikmati peran mereka sebagai sepasang suami istri pada umumnya, tapi sekarang mood mereka berdua sudah tidak lagi menginginkan bermain sandiwara itu, terutama Kinan.

"Kinan! Hei Bodoh tunggu aku!" 

Langit menarik tangan istrinya, tapi Kinan segera menepisnya.

Kinan masih sangat kesal, dia sendiri yang menyuruh Kinan dan keluarganya untuk menutupi pernikahan mereka, tapi sekarang dia sendiri yang marah saat Kinan tidak mengakui bahwa dia adalah suaminya, dasar aneh. Pikir Kinan.

"Maafkan aku!" 

Tapi Kinan tidak peduli, dia terus berjalan tanpa menolehkan wajahnya ke arah suaminya yang kini berjalan disampingnya.

Para pengunjung Mall yang melihat tingkah mereka dibuat tersenyum, karena mereka seperti layaknya seorang pasangan yang sedang bertengkar. Langit yang terus meminta maaf sedangkan Kinan terlihat cuek tak menanggapi.

Kesal dengan tingkah istrinya, Langit melingkarkan tangannya dileher istrinya, membuat Kinan sulit bergerak.

"Lepaskan Bodoh! Kau membuat kita jadi bahan tontonan." Kinan menepuk-nepuk lengan suaminya yang melingkar di lehernya.

"Aku tak peduli, biarkan mereka menonton kita aku tak peduli. Aku tinggal menyuruh David untuk membereskan jika ada berita yang akan menjatuhkanku." Ucap Langit sombong dan semakin merapatkan tubuh Kinan ke tubuhnya.

"Cih sombongnya kau Big Bos!"

"Aku suamimu hari ini Sayang, bukankah kau akan menjadi istri mesum malam ini?" Langit sengaja menggoda istrinya.

"Diam! Kau benar-benar membuatku malu!" Bentak Kinan karena Langit berbicara dengan sangat lantang.

Tak ada yang sangat dirindukan Langit nanti selain lengkingan suara istrinya yang selalu menghiasi hari-harinya.

Mereka pun melanjutkan berjalan-jalan di Mall walaupun tak satupun barang yang Kinan bawa pulang.

Hingga sebuah senyuman indah dari Kinan mengantarkan Langit untuk menjemput mimpi indahnya.