NovelToon NovelToon
DEBU (DEMI IBU)

DEBU (DEMI IBU)

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Poligami / Keluarga / Healing
Popularitas:18.3k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

“Aku rela jadi debu… asal Ibu tetap hidup.”

Kevia rela ayahnya menikah lagi demi ibunya bisa tetap menjalani pengobatan. Ia pun rela diperlakukan seperti pembantu, direndahkan, diinjak, dianggap tak bernilai. Semua ia jalani demi sang ibu, wanita yang melahirkannya dan masih ingin ia bahagiakan suatu hari nanti.

Ardi, sang ayah, terpaksa menikahi wanita yang tak ia cintai demi menyelamatkan istri tercintanya, ibu dari putri semata wayangnya. Karena ia tak lagi mampu membiayai cuci darah sang istri, sementara waktu tak bisa ditunda.

Mereka hanya berharap: suatu hari Kevia bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, membiayai pengobatan ibunya sendiri, dan mengakhiri penderitaan yang membuat mereka harus berlutut pada keadaan.

Agar Kevia tak harus lagi menjadi debu.

Agar Ardi tak perlu menjadi budak nafsu.

Tapi… akankah harapan itu terkabul?

Atau justru hanyut… dan menghilang seperti debu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

3. Rela Meski Terluka

Ardi segera menggenggam tangan istrinya lebih erat, air matanya ikut jatuh. “Jangan bicara begitu, Sayang. Kevia masih kecil. Dia masih butuh kamu. Aku pun… aku nggak siap kehilanganmu.”

Kemala memejamkan mata. Perih menusuk dadanya. Kata-kata Ardi membuat hatinya bimbang. Jika suaminya saja tak sanggup kehilangan, bagaimana dengan putri kecil mereka?

Namun di sisi lain, rasa bersalah kembali menghantam.

“Ardi… aku hanya beban. Aku membuatmu susah, membuat anak kita ikut menderita. Kalau bukan karena aku, hidup kalian pasti lebih ringan…”

Namun seketika bayangan wajah Kevia hadir. Putrinya yang masih terlalu kecil, masih butuh pelukan ibu, kasih sayang yang tak tergantikan. Hatinya remuk.

“Tapi… aku juga tak sanggup membayangkan Kevia tumbuh tanpa aku. Dia masih terlalu muda, Ardi…”

Ardi menggenggam tangannya erat, matanya basah. "Kemala... aku tak yakin bisa tanpamu..."

Kemala melihatnya. Tatapan penuh cinta dan takut kehilangan itu membuatnya runtuh. Lalu ia teringat wajah Kevia yang berbinar lega setiap kali melihatnya membuka mata, seolah berkata: syukurlah ibu masih hidup. Dan rasa sakitnya kian dalam.

Kemala menatap suaminya dengan mata basah. Hatinya berperang hebat. Ia tahu Ardi melakukannya demi dirinya, demi memperpanjang waktunya di dunia.

“Kalau… kalau dengan kau menikah lagi bisa membuatmu lebih kuat, bisa membuat Kevia tetap punya ibu, dan aku bisa bertahan sedikit lebih lama… maka lakukanlah.” Bibirnya bergetar, kalimat itu merobek hatinya sendiri. “Meski… wanita mana sanggup dimadu? Tak ada. Tapi aku tak punya pilihan lain.”

Ia memejamkan mata, air matanya kembali tumpah. “Aku juga sadar, aku tak lagi bisa melayanimu seperti dulu. Bahkan kebutuhanmu sebagai seorang pria pun sudah tak bisa kupenuhi. Wajar kalau kau butuh itu, Ardi. Dan aku… hanya bisa memberimu izin, meski hatiku hancur.”

Ardi cepat-cepat menggeleng, suaranya serak. “Jangan bicara begitu, Sayang. Aku ingin kau tetap di sisiku. Aku tak peduli soal itu. Yang kupedulikan hanya satu, kau tetap hidup bersamaku dan Kevia.”

Tangis Kemala pecah. Perasaan bersalah, cinta, dan keinginan untuk tetap hidup bercampur jadi satu, menyesakkan dadanya. Ia memeluk Ardi erat-erat, seolah pelukan itu bisa menunda perpisahan yang sudah mengintai.

Ardi perlahan melepaskan pelukan itu. Mata pria itu memerah, suaranya bergetar. “Maafkan aku, Kemala. Aku tahu ini akan menyakitimu… juga Kevia. Tapi aku nggak punya jalan lain.”

Kemala menatap wajah suaminya yang kusut. Air mata terus jatuh di pipinya yang pucat. “Ini bukan salahmu. Aku… aku yang membuat kita hidup menderita.”

Ardi menggeleng keras. “Jangan bilang begitu. Aku yang gagal jadi suami. Bahkan mencari nafkah pun aku nggak becus. Dan sekarang… aku menyeretmu ke pilihan seburuk ini.”

Kemala menunduk. “Kevia… apa dia bisa menerima ayahnya menikah lagi?”

Suara Ardi merendah, hampir tak terdengar. “Aku akan bicara dengan Kevia. Dia anak yang baik, cerdas… dia pasti mengerti.”

Namun jauh di hatinya, Ardi sadar, yang ia sebut “mengerti” hanyalah luka lain. Putrinya terpaksa dewasa sebelum waktunya, menelan pahit yang bukan untuk usianya.

Ia menempelkan kening pada kening Kemala. “Aku tak pernah ingin menduakanmu. Tapi kalau ini satu-satunya cara agar kau tetap ada di sampingku, agar Kevia tetap punya ibunya… aku rela menanggung dosanya. Asal jangan tinggalkan aku.”

Tangis Kemala kembali pecah. Dadanya sesak oleh perasaan yang campur aduk, cinta, sakit hati, takut, dan sayang yang terlalu besar untuk melepaskan. Ia hanya bisa memeluk Ardi erat, seolah pelukan itu bisa menunda kenyataan pahit yang sebentar lagi akan tiba.

Saat langkah kecil mendekat, Ardi dan Kemala buru-buru menghapus air mata yang masih membasahi pipi.

Kevia muncul dengan langkah hati-hati, kedua tangannya memegang nampan berisi sepiring kecil makanan hangat yang ia masak sendiri.

“Ayah sudah pulang?” tanya Kevia. Rambutnya tampak sedikit berantakan, matanya berbinar meski sorot lelah tak bisa sepenuhnya disembunyikan. Namun, senyum tulus tetap merekah di bibir mungilnya.

“Iya, Sayang,” jawab Ardi dengan senyum tipis yang dipaksakan di tengah badai hatinya. “Makanan buat Ibu, ya?”

Kevia mengangguk. Tapi dahi mungilnya sempat berkerut ketika melihat mata orang tuanya basah, meski jelas-jelas tadi telah diusap. Namun ia tak bertanya. Hanya tersenyum lagi, menahan rasa ingin tahu.

“Sini, biar Ayah aja yang nyuapin Ibu. Kamu istirahat dulu, ya,” ucap Ardi lembut.

Kepercayaan itu cukup. Kevia menyerahkan nampan pada ayahnya. Ardi kemudian membantu Kemala duduk dengan penuh hati-hati, lalu menyuapinya dengan telaten, seakan setiap sendok nasi adalah doa agar istrinya tetap bertahan hidup. Kevia menatap sebentar, lalu beranjak kembali ke dapur, melanjutkan pekerjaan rumah lain yang menunggu.

Beberapa menit kemudian, Ardi sudah duduk di lantai beralas tikar tipis yang mulai usang. Bersama Kevia, ia menyantap masakan sederhana yang dibuat anaknya. Sambal, sayur rebus, tempe, dan sedikit ikan asin. Makanan yang miskin rupa, namun kaya rasa, karena dimasak dengan cinta dan ketulusan seorang anak yang terlalu cepat dewasa.

“Masakan Kevia makin enak, tidak kalah dari masakan ibu,” puji Ardi tulus. Memang benar, masakan putrinya itu lezat.

Kevia tersenyum malu-malu, namun jelas tampak kebahagiaan di wajahnya mendengar pujian ayahnya.

Ardi balas tersenyum sambil mengusap kepala putrinya dengan penuh sayang. Dalam hati ia berjanji, “Akan Ayah korbankan apa pun demi melihat senyum ini, juga senyum ibumu.”

Usai makan, Ardi menatap putrinya lama. Hatinya tercekat. Ruang kecil yang sekaligus menjadi ruang tamu, ruang makan, dan ruang keluarga, mendadak terasa terlalu sesak menampung semua beban pikirannya.

“Via…” suara Ardi bergetar. “Ayah ingin bicara sesuatu.”

Kevia menoleh cepat. “Ada apa, Yah?” tanyanya polos, meski insting halusnya menangkap kegelisahan yang menggantung di udara.

Ardi menghela napas panjang, seakan menarik keberanian terakhir dari udara yang berat itu. Tangannya meraih jemari kecil putrinya, menggenggam erat.

“Maafkan Ayah, Via…” suaranya nyaris pecah. “Ayah akan menikah lagi.”

Kevia terdiam. Matanya membesar, tubuhnya kaku. Kata-kata itu seperti batu besar yang dilemparkan ke dalam hatinya.

Ardi buru-buru melanjutkan, takut anak itu salah paham. “Bukan karena Ayah nggak mencintai Ibu lagi. Justru karena Ayah terlalu mencintai Ibu… Ayah nggak rela kehilangan dia. Ayah sudah berusaha, Via. Ayah bekerja siang malam, banting tulang… tapi uang Ayah nggak cukup. Ibu nggak bisa menunggu, Sayang. Ibu butuh cuci darah sekarang… bukan nanti.”

Baru saat itu air mata Kevia jatuh. Tertahan sejenak, lalu pecah tanpa bisa dikendalikan.

“Menikah lagi… demi Ibu?” suaranya lirih, nyaris berbisik.

Ardi tak sanggup lagi. Ia merengkuh tubuh mungil anaknya ke dalam pelukan. “Maaf, Sayang… maaf. Ayah gagal jadi kepala keluarga. Membuat kamu harus kerja di rumah, masak, menggantikan Ibu. Membuat kamu harus dewasa sebelum waktunya. Membuat kamu… ikut menderita.” Suaranya pecah, tenggelam dalam tangisan yang ia tahan terlalu lama. “Ayah nggak punya jalan lain.”

Di dalam pelukan itu, Kevia memejamkan mata. Hanya tangisan yang bisa keluar dari tubuh rapuhnya. Namun di balik tangisan itu, ia tahu satu hal, Ayahnya sudah berjuang sampai titik darah penghabisan. Dan demi Ibunya… bahkan rela melukai hatinya sendiri.

Dengan suara bergetar, ia berbisik, “Kalau itu bisa bikin Ibu tetap hidup… Via rela, Yah.”

Ardi memeluknya lebih erat, seolah ingin melindungi putri kecil itu dari semua luka dunia. “Maaf…” ucapnya lagi, tenggelam dalam keputusasaan. Ia tahu, seribu kata maaf pun tak akan cukup menebus luka yang ditorehkannya pada hati putrinya.

Di balik pintu kamar yang setengah terbuka, Kemala berdiri kaku. Tangannya gemetar saat menutup mulutnya rapat, berusaha menahan isak agar tidak terdengar. Namun, tubuhnya tak bisa membohongi hati, air mata jatuh deras membasahi pipi, mengalir tanpa henti.

Suara percakapan di luar sana bagai pisau yang menusuk dadanya. Kata-kata suami yang terucap lirih, penuh luka, menggema di telinganya, membuat napasnya sesak.

Rasa bersalah menghimpit, menjerat jiwanya.

"Semua ini salahku…" batinnya menjerit.

Ia merasa kehadirannya hanya menjadi sumber penderitaan. Suami yang harus memeras tubuh, anak yang kehilangan kehangatan rumah.

Kemala menekuk lutut, merapat ke lantai dingin, lalu berbisik lirih dalam doa yang patah, “Tuhan… aku tak tahu harus bagaimana. Aku hanya ingin melihat mereka bahagia lagi. Tersenyum… seperti dulu. Meskipun tanpa aku.”

Dan malam itu, tangisnya pecah tanpa bisa terbendung, menyatu dengan sunyi.

Malam itu, di ruang kecil beralas tikar tipis, tiga hati terluka dalam diam. Seorang istri yang merasa menjadi beban, seorang ayah yang merasa gagal, dan seorang anak yang terlalu cepat belajar arti pengorbanan.

...🌸❤️🌸...

"Maaf ya, novel kali ini benar-benar mengaduk-aduk emosi. Menguras bak mandi… eh, maksudnya menguras air mata 🤭🙏.

Tapi don't worry, be happy. Endingnya gak bakal bikin nyesek, kok. Gak bakal bikin kalian niat lempar bunga ke penulis lengkap sama potnya 🤭😂. Ada bahagia setelah badai menerpa🌤️.

Siapin tisu dulu sebelum baca, tapi jangan lupa juga siapin senyum manis buat endingnya.

Ingat, habis hujan pasti ada pelangi 🌈.

Jadi plis, jangan sampai ada yang komplain sambil bawa dukun online gara-gara aku sukses bikin kalian nangis 🤭😂🙏.

To be continued

1
Marsiyah Minardi
Ya ampun kapan kamu sadar diri Riri, masih bocil otaknya kriminil banget
septiana
dasar Riri mau lari dari tanggungjawab,tak semudah itu. sekarang ga ada lagi yg percaya sama kamu setelah kejadian ini.
naifa Al Adlin
yap begitu lah kejahatan tetep akan kembali pada yg melakukan kejahatan. bagaimanapun caranya,,, keren kevin,,,
asih
oh berarti Kevin Diam Diam merekam ya
Puji Hastuti
Riri lagu lama itu
Hanima
siram air comberan sj 🤭🤭
Anitha Ramto
bagus hasih CCTVnya sangat jelas dua anak ular berbisa pelakunya,dan sangat puas dengan lihat mereka berdua di hukum,Kevia merasa lega kalo dirinya jelas tidak bersalah...,Kevin tersenyum bangga karena telah menyelamatkan Kevia dan membuktikan kepada semua siswa/wi dan para guru jika Kevia bukanlah pelakunya hanya kirban fitnah dan bully...

tenang saja Kevia jika ada yang mengusikmu lagi Kevin tidak akan tinggal diam,,Kevin akan selalu menjadi garda terdepan untukmu..
Siti Jumiati
kalau pingsan dimasukkan aja ke kelas yang bau tadi biar cepat sadar...

rasain Riri dan Ani kamu harus tanggung jawab atas semua perbuatanmu

makanya jadi orang jangan jail dan berbuat jahat.

semangat kak lanjutkan makin seru aja...
Dek Sri
lanjut
abimasta
kevin jadi pwnyelamat kevia
abimasta
semangat berkarya thor
mery harwati
Cakep 👍 menolong tanpa harus tampil paling depan ya Kevin 👏
Karena bila ketauan Riri, nasib Kemala & Kevia jadi taruhannya, disiksa di rumah tanpa ada yang berani menolong 🤨
Marsiyah Minardi
Saat CCTV benar benar berfungsi semoga kebenaran bisa ditegakkan ya Kevia
anonim
Kevin diam-diam menemui wali kelas - melaporkan dan minta tolong untuk menyelidiki tentang Kevia yang di tuduh mencuri uang kas bendahara. Kevin yakin Kevia tidak melakukannya dan meminta untuk memperhatikan Riri dan Ani yang selalu mencari masalah dengan Kevia.
Wali kelas akan menyelidiki dengan minta bantuan pak Anton untuk mengecek CCTV.
Di Aula suasana semakin panas semua menghujat Kevia.
Wali kelas datang meminta Kevia untuk berkata jujur apa benar mencuri uang kas dan alasannya apa.
Kevia menjawab dengan menceritakan secara runtut kenapa sampai dituduh mencuri uang dan bukti bisa berada di dalam tasnya.
Kita tunggu rekaman CCTV
anonim
Bisa kebayang bagaimana hati dan perasaan Kevia saat dituduh mencuri uang kas dengan bukti yang sangat jelas - uang kas tersebut ada di dalam tasnya. Semua teman-teman percaya - tapi sepertinya Kevin tidak.
Siti Jumiati
ah kak Nana makasih... kak Nana kereeeeeeeen.... semoga setelah ini gk ada lagi yang jahatin kevia kalaupun ada semoga selalu ada yang menolong.
lanjut kak Nana sehat dan sukses selalu 🤲
asih
aku padamu Kevin mau gak jadi mantuku 🤣🤣😂
Puji Hastuti
Goodjoob Kevin
Anitha Ramto
bacanya sampai tegang ya Alloh Kevia😭kamu benar² di putnah dan di permalukan kamu anak yang kuat dan tinggi kesabaran,,insyaAlloh dari hasil CCTV kamu adalah pemenangnya dan terbukti tidak bersalah,berharap si dua iblis itu mendapatkan hukuman yang setimpal,balik permalukan lagi,,

Kevin tentunya akan melindungi Kevia dengan diam²,,demi menyelamatkan dari amukan si anak ular betina,,good Kevin biar dua anak ular itu di kira kamu benci sama Kevia...padahal sebaliknya Kevin sangat peduli sama Kevia dan akan melindunginya...

sabar banget Kevia...
orang sabar di sayang Alloh..
tse
ah keren sekali gebrakanmu Kevin...
menolong Kevia secara tidak langsung di depan 2 ulet bulu yang tidak sadar diri....mantap..
ayo mau di hukum apa nih jedua ulet bilu itu...
enaknya disruh ngapain ya...
bersihin kelas yang bau kali ya..kna seru tuh ngebayangin mereka berdua beraihin kelas sambil muntah2 ...
alhasil bersihin kelas plus muntahannya sendiri...
rasain tuh hukuman yang sangat setimpal Dan jnagan lupa hubungi kedua orang tuanya terus mereka berdua di skorsing selama 1 minggu....
cukup lah ya hukumannya.....
setuju ga ka....
Suanti: ani dan riri harus hukum setimpalnya jgn di beda kan hukaman nya karna ank org kaya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!