Harap bijak dalam membaca!
Felix yang merupakan anak yatim piatu dengan kepribadian yang cuek dan kasar tinggal di Panti Asuhan Helianthus tapi setelah berumur 10 tahun Panti Asuhan tersebut kebakaran dan yang selamat hanya dia seorang dan 2 petugas dapur.
Akhirnya Felix tinggal di Panti Asuhan Arbor bertemu dengan empat orang anak yang seumuran dengannya dan untuk pertama kalinya membuka diri untuk menjalin persahabatan.
Di sekolah barunya 'Gallagher' ada yang menganggap ia adalah pelaku dari kebakaran tersebut, ada juga yang menganggap ia adalah pembawa sial karena hanya dia anak yang berhasil selamat dan membuat orang di dekatnya menderita.
Saat Felix dipenuhi rasa bersalah untung saja ada sahabatnya Cain dan si Kembar 3 yang selalu menemani dan mereka melakukan banyak petualangan bersama.
Tapi tetap saja ia menganggap dirinya tidak beruntung hingga sebuah kekuatan aneh dalam dirinya muncul dan rambut hitamnya mulai berubah sedikit demi sedikit menjadi hijau.
Apakah benar Felix termasuk orang yang tidak beruntung?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ittiiiy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.22 - Bertemu Alvauden
"Sudah lama aku bisa menampakkan diri seperti ini ...." kata anak kecil itu.
Cain langsung duduk lemas melihat fenomena tidak normal dengan mata kepalanya sendiri, "Jadi kau hantu?" tanya Cain.
"Karena kalian, jadi aku maklumi deh ... kalian bisa memanggilku begitu!" jawab anak kecil itu.
Felix yang masih memegang bahu anak kecil itu langsung melepasnya.
Tapi anak kecil dengan rambut hitam diikat ekor kuda itu langsung meraih tangan Felix lagi, "Kenapa dilepas?" katanya.
"Kau ini siapa?" tanya Felix.
"Tidak, kau ini apa?" tanya Cain.
"Aku Alvauden yang gagal menjadi Amantasia," jawab si anak kecil itu.
"Alv apa? Aman apa?" Cain bingung mendengar kata baru itu.
"Tapi kalian ini tidak sopan sekali kalau berbicara?" anak kecil itu sewot.
"Kau yang harusnya berbicara sopan! Dasar anak kecil!" Balas Cain.
"Aku bahkan lebih tua dari pendahulunya!" menunjuk Felix.
"Pendahuluku?" tanya Felix.
"Sang Caldway!" jawab anak kecil itu.
"Apa lagi itu? Hah? dia menghilang?" Cain kaget langsung berdiri.
"Dia masih disini, apa maksudmu?" Felix menunjuk udara yang kosong.
"Sepertinya kekuatanmu belum pulih, biasanya aku bisa bertahan 1 bulan lamanya di Mundclariss jika Sang Caldway menyentuhku walau sebentar saja," anak kecil itu memandangi tangannya.
"Jadi aku bisa membuat hantu kelihatan jika kusentuh?" Felix memegang anak kecil itu lagi.
Perlahan-lahan anak itu muncul kembali, "Tentu saja!" jawabnya riang.
"Tunggu, bisa kau jelaskan lagi dari awal?" Cain sudah mulai tenang.
Jika ini terjadi sebelum dia tahu kekuatan Felix mungkin ia akan tidak mudah percaya seperti ini.
"Alvauden atau dikenal juga sebagai sahabat Sang Caldway. Caldway adalah Pahlawan Hebat di Perang yang Mulia 10 tahun lalu."
"Tadi kau bilang gagal menjadi apa?" tanya Cain lagi.
"Amantasia, Hantu yang dibangkitkan menjadi warga Mundebris."
"Mundebris?"
"Dunia Kegelapan."
Cain mulai tertawa keras di pinggir jalan membuat anak kecil itu jadi menengok kesana-kemari karena malu sendiri melihat tingkah laku Cain.
"Aku pasti sudah gila!" kata Cain menyeka air matanya karena tertawa.
"Aku pasti sudah gila juga karena menjadi yang menjelaskan hal ini kepada penerus Sang Caldway."
Felix tidak tahu harus bereaksi seperti apa, disisi lain dia seperti mendengar dongeng tapi disisi lain hal itu terasa tidak asing baginya, "Jadi namamu siapa?" tanya Felix.
"Kau harus mengingatnya sendiri!" jawab anak kecil itu.
"Ngomong-ngomong kau ini perempuan atau laki-laki?" tanya Cain.
"Aku laki-laki!" jawabnya kesal.
Lama mereka jadi duduk bertiga di pinggir jalan hanya saling menatap. Jika anak kecil itu menghilang, Felix menyentuhnya lagi, "Jadi kenapa kau gagal menjadi Amantasia?"
"Itu ...." anak kecil itu tercekat dan tidak bisa berbicara apa-apa.
"Apa karena Perang mulia 10 tahun yang lalu kau bilang itu?" tanya Felix.
"Perang? apa maksudmu perang?" Cain menopang badannya dengan kedua tangannya dibelakang yang seperti bersandar.
"Aku bukanlah orang yang tepat untuk menjelaskan hal itu, aku kesini hanya untuk memberitahumu hal dasar seperti ini untuk menepati janjiku."
"Janji?"
"Sebelum Sang Caldway menghilang aku diberi tugas untuk mengingatkan penerusnya hal yang dasar agar kau bisa mulai melakukan pekerjaanmu dengan cepat tapi butuh waktu lama aku menemukanmu."
"Bagaimana kau bisa menemukanku? bagaimana kau yakin aku adalah orang yang kau cari?" tanya Felix beruntun.
"Walau masih sedikit tapi kemunculan rambut hijaumu bisa memberikan aura keberadaanmu kepada seluruh Hantu atau Penduduk Dunia Kegelapan."
Cain jadi merinding sendiri, "Jadi maksudmu keberadaan Felix bisa menarik semua Hantu begitu?"
"Tidak! malahan semua hantu takut dengan dirinya."
"Tapi kau tidak?"
"Sudah kubilang aku ini Alvauden."
"Ah, iya ... iya ... Alvauden."
"Aku akan pergi sekarang, selanjutnya kau harus mencari tahu sendiri."
"Dimana kau tinggal?" tanya Felix.
"Aku sekarang menjadi Alexavier," jawabnya.
"Apa lagi itu Alex ... avier?" Cain mulai sebal dengan banyak kata baru yang ia dengar.
"Penjaga Rumah."
"Rumah mana yang kau jaga?" tanya Felix.
"Kau akan mengetahuinya sendiri nanti."
"Bagaimana aku bisa mengetahuinya jika kau tidak memberitahuku?" Felix juga mulai kesal.
"Kau adalah manifestasi dari segala pengetahuan yang ada di dunia ini." jawab anak kecil itu tidak kalah kesal.
"Katanya kau sahabat pendahuluku!"
"Iya ... karena dia juga aku jadi Alexavier!" anak kecil itupun berlari pergi meninggalkan Felix dan Cain yang masih duduk terbengong dipinggir jalan yang gelap itu.
"Aku berharap ini hanya mimpi?" kata Cain.
***
Felix dan Cain hanya diam saja didalam bus tanpa sepatah katapun.
"Jadi ...." Cain ingin memulai pembicaraan.
"Emmm?"
"Jadi ...." Cain tidak bisa melanjutkan kalimatnya.
"Jadi apa?" Felix mulai meninggikan suaranya.
"Ssssst!" Cain menyuruh Felix diam, "Bagaimana kalau kau membuat semua hantu berdatangan."
"Kau tidak dengar tadi? katanya hantu takut padaku."
Cain mulai menjauh dari Felix tapi ditarik mendekat lagi oleh Felix, "Kau ini bisa berperilaku normal gak sih?"
"Apanya yang normal? kau sendiri saja tidak normal!" Cain mengatakannya sambil berteriak membuat penumpang bus berbalik ke arah mereka semua.
"Kalian, anak kecil jangan bertengkar!" kata kakek-kakek yang duduk di depannya.
"Maaf kek!" Cain mulai membungkuk meminta maaf.
***
Felix dan Cain menyusuri jalan menuju panti saling berjauhan, "Sampai kapan kau mau menjauhiku begini?" Felix berteriak dari belakang.
Cain pun mulai menghentikan langkahnya dan Felix segera berlari menuju samping Cain.
"Anggap saja ini hanya prank dari anak kecil tadi, kita lupakan saja," Felix merangkul Cain.
Padahal Cain sendiri sudah tahu kalau Felix memang punya kekuatan tapi tidak habis pikir dengan apa yang dikatakan anak kecil tadi. Dunia normal yang ia tempati tidak terbayangkan jika ada hal lain yang juga ikut berdampingan hidup dan Perang yang dikatakan tadi membuatnya berpikir sebenarnya seberapa luas dunia ini dimana bisa terjadi hal yang tidak masuk diakal dan tidak diketahui itu.
"Felix, sebenarnya ada yang ingin aku beritahu ...."
"Heiii kalian sudah sampai," teriak Teo dan Tom sambil melambaikan tangan dari gerbang panti.
"Bagaimana keadaan kalian?" Felix tidak menghiraukan perkataan Cain dan mulai berlari menuju gerbang.
"Hah ... sudahlah! lagipula hantu anak kecil tadi bisa saja berkata bohong kenapa aku jadi mudah percaya seperti ini," Cain juga ikut berlari pelan di belakang Felix.
***
Kebiasaan Felix yang berjalan tengah malam dimulai lagi, Cain juga mulai bangun membaca buku dan membuka jendela kamar serta mengawasi Felix yang sedang duduk dibawah pohon dekat halaman, "Sebenarnya sedang apa aku ini? Felix tidak akan pernah bisa dan bahkan, maksudku ... dirinya sendiri tidak akan bisa melukai dirinya sendiri."
Mulai dari kebakaran Panti Asuhan Helianthus, dia tidak ikut naik bus yang kecelakaan, pohon yang tumbang di tengah jalan. Semuanya bukan kebetulan tapi ada suatu hal yang seperti membuat Felix agar tetap aman.
"Sebenarnya aku ini apa? Setelah mendengar perkataan anak kecil tadi jika memang benar berarti aku punya hal yang harus dikerjakan secepatnya. Tapi apa?" Felix menggaruk kepalanya kesal.
Felix hanya duduk terdiam dikursi itu dan tak lama mulai memerhatikan kukunya yang bersinar hijau, "Hah?" ia pun mulai menggigiti kukunya itu dan kuku yang jatuh terpotong itu tiba-tiba muncul tumbuh sebagai pohon kecil membuat kursi yang diduduki Felix terjungkal, "Hahaha apa-apaan ini?" Felix mulai bangun membersihkan diri dari rerumputan yang menempel dan memandangi pohon yang tiba-tiba tumbuh itu.
...-BERSAMBUNG-...
endingnya nanggung banget, belum ada cerita setelah felix jadi caelvita loh >.<
selamat felix