"Kamu siapa?" tanya wanita berkulit putih dengan beberapa tanda lebam biru di sekitar wajah dan perban mengeliling di kening kepala. Wanita ini berbicara dengan intonasi polos, lain dari biasanya.
"Maldava Ammar, Suamimu ..."
"Benarkah? Setampan ini suamiku.
"Benar, sayang."
Wanita itu tersenyum tanpa ragu. Ia mengelus lembut pipi lelaki yang menyebut dirinya menjadi suami. Ammar memejamkan mata, menyambut penuh cinta usapan lembut yang tidak pernah ia rasakan selama satu rabun pernikahan dengan sang istri.
Jika kebanyakan suami akan bersedih karena istrinya mengalami hilang ingatan, beda hal dengan Maldava Ammar. Lelaki itu sangat bersyukur karena dengan begitu ia bisa memiliki Putri Ganaya Hadnan seutuhnya, baik dari segi hati dan raga.
Selama setahun pernikahan, Ammar selalu mencoba menjadi suami yang sempurna untuk Ganaya, namun semua itu tidak cukup menghadirkan cinta di hati istrinya. Bukan hanya cinta yang belum bisa Ganaya berikan, namun juga kehormatannya.
Bagaimana perjuangan Ammar untuk bisa menikah dan menghempaskan masa lalu Ganaya? Memanfaatkan kehilang ingatan Ganaya untuk bisa mencintainya?
Menghempas jati diri asli sang istri agar tidak ada lagi orang yang menganggapnya ada?
Menjaga rumah tangganya dari berbagai teror bandid?
Dan disaat Ganaya sudah mencintai Ammar, ia harus menelan pil pahit? Apakah yang terjadi?
Dan inilah kisah mereka.
IG : @megadischa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon megadischa putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Arsy-nya Allah
Aroma alami dari gemercik hujan yang jatuh di tanah kering sungguh menyerbak pagi ini di kediaman keluarga Artanegara dan Hadnan. Langit terasa gelap disertai angin yang berhembus kencang. Sedari tadi semua orang turut berdoa agar hujan cepat surut. Karena pernikahan dari keluarga besar mereka akan segera di mulai.
Seminggu sudah berlalu dari acara lamaran mereka berdua. Dan tepat, pukul 09:00 pagi ini, rencananya Ammar akan berjabat tangan dengan Papa Galih, untuk mengijab qabul putri kandungnya, Ganaya. Wanita yang akan ia jadikan istri saru-satunya, dibahagiakan dan dicintai sepanjang masa.
Sesuai permintaan Gana. Bahwa di hari ini hanya akan terlaksana akad nikah saja. Ia ingin menjalani prosesi sakral ini secara khidmat. Hanya ingin disaksikan oleh para keluarga inti, kerabat yang sangat dekat dan para sahabat mereka.
Dan untuk acara resepsi yang ingin Ammar gelar secara spektakuler, akan berlangsung satu bulan lagi. Mengapa satu bulan? Karena Ganaya yang memintanya. Wanita itu masih belum siap untuk terekspos media.
Menikah dengan putra mahkota Artanegara, pasti akan membuat Ganaya menjadi trending di sosial media. Apalagi desas-desus pembatalan pernikahan dari keduanya sudah tercium di berbagai ranah gosip.
Semua orang tahu Ganaya akan menikah dengan Adri, dan Ammar akan menikah dengan Asyifa. Namun kenyataannya semua itu tidak terjadi. Sungguh memilukan.
Semua hal ini, pasti akan menjadi topik hot berhari-hari. Ketika putri mahkota Hadnan, mengganti calon suami secara mendadak di H-2 pernikahannya.
Gana masih harus menyembuhkan lukanya, memupuk kesadarannya, bahwa saat ini hanya Ammar yang harus ia paksa untuk terus bertahta di hatinya.
Walau rasanya sangat sulit. Karena sampai detik ia di rias dan di pakaikan kebaya, air bening di matanya terus berduyun-duyun turun membasahi pipi.
Tepi hatinya terasa sakit. Tubuhnya bergetar, rasa murung kembali melanda. Ingin memaki dan menyalahkan Adri, rasanya percuma. Lelaki itu berhasil membuat hidup Gana hancur. Rasa cinta yang lelaki itu sematkan di hati Gana, masih terlalu kuat dan sepertinya semakin kuat.
"Sudah yakin, 'kan, Nak?" tanya Mama yang langkahnya baru saja sampai di kamar. Wanita itu berdiri dibelakang kursi yang sedang Gana duduki. Menatap wajah Gana dari cermin. Mengelus kedua lengan anak perempuan itu yang sejak tadi menyeka air matanya dengan tissue.
Ganaya tidak mampu menatap wajah Mamanya. Ia sedikit menunduk lalu mengangguk. Mama menghela napas, ia tahu sekali apa yang dirasakan oleh putrinya. Menikah dengan orang yang tidak dicintai memang sangat menyakitkan, tapi jika menikah dengan orang yang sudah membohongi kita, walau kita mencintainya. Itu tetap saja membuat kita terluka. Memang hanya beda tipis kadarnya.
Mama memutar langkah untuk berdiri di hadapan putrinya yang masih tertunduk. Lalu mengunci tubuh Gana untuk dirapatkan kedalam perutnya. Gana membalas pelukan itu erat dengan iringan tangis yang kencang.
Kamar memang sudah sepi dari para perias. Jadi Mama bisa tenang, kalau sang anak mau menumpahkan emosi dan rasa sedih yang masih bercokol di dalam hatinya. Karena satu dua jam lagi, Gana sudah tidak bisa melawan takdir hidupnya. Ammar akan segera menjadikan dirinya sebagai seorang istri di hadapan Allah dan semua orang.
"Menangis lah, Nak. Tumpahkan semuanya."
Ganaya terus terisak dengan kedua pangkal bahu yang membuncang hebat. Tangisannya pecah, namun tak mampu meluruhkan foundation dan bedak mahal yang sudah teroles di wajahnya. Perias terkenal dan mahal yang dibayar Ammar, mampu menjadikan wanita itu cantik berkali-kali lipat di hari ini.
"Mama tau apa yang sedang kamu rasakan. Memaksa menikah hanya karena beberapa hal. Mama terlalu susah untuk kamu bohongi, Gana."
Gana menghentikan tangis. Ia mendadak diam, walau cengkraman tangannya masih erat memegang kain kebaya yang sedang Mamanya pakai. Ia tetap statis merebahkan kepalanya di perut Mama. Tidak mau untuk mendongak, dirinya malu karena diketahui.
"Apa kamu ingin membatalkan semua ini? Masih ada waktu dua jam lagi." pertanyaan yang Mama Difa lontarkan kepada Gana, dan berharap putrinya itu untuk menjawab tidak.
Ganaya memang tidak menjawab, namun dengan gelengan kepalanya itu sudah menjawab kalau dia tidak mau. Lega hati Mama, ia tahu Gana tidak akan sebodoh itu untuk membatalkan pernikahan hari ini hanya karena masih mencintai Adri.
"Mama tau selama ini Ammar menyukaimu. Menggoda mu dan sering memintamu untuk menjadi kekasihnya. Tapi selalu kamu tolak."
Ganaya menarik kepalanya dari perut sang Mama. Dan menatap jelas manik mata wanita yang sudah mengandungnya selama sembilan bulan. Wanita itu mengetahuinya. Tapi hanya bisa diam.
"Mama tau?" kagetnya.
Mama Difa masih tersenyum dan mengangguk.
"Mama tau. Cukup tau dan sangat tau. Apalagi ketika air matanya menggenang pada saat menyaksikan Adri tengah memasangkan cincin pertunangan dijarimu. Dengan jiwa besar, ia melepaskan kamu untuk termiliki lelaki lain, hanya karena ingin melihatmu bahagia." tamparan halus hanya dengan perkataan yang begitu menusuk relung hati Ganaya.
Gana menunduk. Ia sadar, pagi ini dirinya kembali memulai kesalahan. Menangisi Adri yang masih ia cintai tapi sudah menyakiti dan mengutuk pernikahan yang tidak ia inginkan dengan Ammar tapi sebentar lagi akan terjadi.
"Lebih baik dicintai setulus hati oleh orang yang belum kita cinta karena kita masih bisa belajar untuk mencintainya. Dari pada tetap mencintai orang sudah sengaja menyakiti perasaan kita sejak awal. Dan terlebih lagi, Adri sudah menjadi milik wanita lain."
"Lepaskan Adri, Gana. Mama tau ini berat buat kamu. Bahkan kamu sendiri belum mengobati lukamu dengan benar, tapi sudah harus menimpa luka itu dengan sayatan baru. Tapi saat ini, jodohmu yang terbaik adalah Ammar. Lelaki yang masih sulit kamu terima, namun di Arsy-nya Allah, hanya nama lelaki itu yang bisa bersanding denganmu, Nak."
Hati Ganaya berdesir. Bulu-bulu halus di tengkuknya begitu saja meremang karena mendengar kalimat yang Mama berikan.
Hanya Ammar yang ada di Arsy-nya Allah untuk Ganaya.
"Mama yakin, Gana pasti mencintainya seiring pernikahan kalian yang akan terus berjalan. Lepaskan Adri, ikhlaskan apa yang sudah ia lakukan. Dengan begitu hatimu akan tenang dan tentram."
"Jika rasa cinta kembali bergejolak dan membuatmu ingin kembali padanya, maka ingatlah istri dan anak-anaknya yang sudah kamu selamatkan kebahagiaannya, dengan cara tidak masuk kedalam hidup mereka, sambil membawa cintamu kepada Adri."
Gana menganggukkan kepalanya pelan. Ia kembali memeluk perut sang Mama. "Doakan Gana untuk bisa melupakan Adri dan mencintai Ammar, Mah. Gana akan berusaha sekuat dan sebisanya."
Mama mengangguk senyum. Ia mengusap lembut punggung Gana.
"Aamiin, Nak. Mama selalu doakan anak-anak Mama."
Gana kembali memeluk perut Mamanya.
"Apa mau tidur dulu? Mama tau semalaman kamu enggak bisa tidur. Masih ada dua jam lagi. Biar hati dan fikiran kamu rileks. Biasanya kalau habis menangis lalu dibawa tidur, setelahnya akan terasa lebih baik."
Gana mengiyakan tawaran dari Mamanya. Lantas Mama Difa menggandeng Ganaya untuk dibawa ke ranjang. "Tapi Mama temenin Gana bobo di sini ya." cicitnya.
"Iya, Nak. Mama temenin."
Mama duduk dibibir ranjang. Dan Gana merebahkan kepalanya di pangkuan sang Mama. Kembali memeluk perutnya dan mulai memejamkan kedua mata. Wanita itu semakin merasa tenang, ketika belaian halus dari tangan Mamanya tidak berhenti sama sekali.
"Setidaknya walau kehilangan satu cinta, kamu masih bisa mendapatkan banyak cinta dari kami dan Ammar, Nak." ucap Mama lalu mencium pelipis putrinya yang sudah terlelap.
***
To be continued🌺