Hidup Syakila hancur ketika orangtua angkatnya memaksa dia untuk mengakui anak haram yang dilahirkan oleh kakak angkatnya sebagai anaknya. Syakila juga dipaksa mengakui bahwa dia hamil di luar nikah dengan seorang pria liar karena mabuk. Detik itu juga, Syakila menjadi sasaran bully-an semua penduduk kota. Pendidikan dan pekerjaan bahkan harus hilang karena dianggap mencoreng nama baik instansi pendidikan maupun restoran tempatnya bekerja. Saat semua orang memandang jijik pada Syakila, tiba-tiba, Dewa datang sebagai penyelamat. Dia bersikeras menikahi Syakila hanya demi membalas dendam pada Nania, kakak angkat Syakila yang merupakan mantan pacarnya. Sejak menikah, Syakila tak pernah diperlakukan dengan baik. Hingga suatu hari, Syakila akhirnya menyadari jika pernikahan mereka hanya pernikahan palsu. Syakila hanya alat bagi Dewa untuk membuat Nania kembali. Ketika cinta Dewa dan Nania bersatu lagi, Syakila memutuskan untuk pergi dengan cara yang tak pernah Dewa sangka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jasad yang ditemukan
Sambil di papah oleh Jun, Dewa berjalan susah payah menuju ke kamar jenazah. Disana, jasad seorang wanita yang katanya adalah Syakila sedang terbaring didalam ruang pendingin.
"Apa Tuan Dewa yakin? Kondisi jasad korban benar-benar memprihatinkan. Saya sarankan, jika Tuan Dewa tidak kuat mental, sebaiknya tidak usah dilihat."
Seorang wanita dengan jas putih memperingatkan Dewa. Dia adalah dokter yang melakukan proses otopsi terhadap jasad wanita yang diduga adalah Syakila.
"Aku ingin tetap melihatnya. Tolong perlihatkan padaku!" ucap Dewa meski tidak yakin.
Matanya kembali berkaca-kaca. Pandangannya agak buram. Kakinya berusaha kuat menapak lantai.
"Baiklah," angguk wanita itu seraya menarik salah satu lemari pendingin mayat.
Degh.
Dewa langsung merosot ke lantai. Kondisi jasad itu benar-benar sangat memprihatinkan.
Wajahnya sudah tak bisa dikenali lagi. Seluruh tubuhnya membengkak dengan beberapa bagian yang dagingnya sudah terkelupas dan menyisakan tulang yang terlihat.
"Tidak mungkin," geleng Dewa. "Dia tidak mungkin Syakila. Dokter, Anda pasti salah. Perempuan itu sama sekali bukan Syakila."
"Maaf, Tuan Dewa, tapi hasil otopsi sudah keluar. Jasad ini benar-benar milik Nona Syakila. DNA dan semua ciri-cirinya sesuai."
"Dia bukan Syakila, Dokter. Aku bilang, dia bukan Syakila!" teriak Dewa murka.
Dia hampir kehilangan kewarasannya. Jika jasad itu benar-benar Syakila, maka Dewa tak bisa membayangkan bagaimana menderitanya perempuan itu sebelum meninggal.
Disampingnya, Jun berusaha menenangkan dirinya. Namun, seperti apapun Jun berusaha untuk menenangkan, Dewa tetap tak bisa dikendalikan.
"Dewa..." panggil Nania yang akhirnya ikut datang bersama kedua orangtuanya.
Dibelakang mereka, juga ada seorang gadis yang mungkin seumuran dengan Syakila. Gadis itu menangis tersedu-sedu kemudian menghampiri jasad itu.
"Syakila...." lirih Viola. "Maafkan aku. Semua ini salahku. Seandainya, aku tahu jika kamu akan berakhir seperti ini, aku pasti akan melarangmu untuk ikut bersama kedua iblis ini."
Viola menunjuk Dewa dan Nania secara bergantian. Tatapannya penuh dendam dan kebencian.
"Hati-hati, Nona! Jangan asal mengarahkan telunjukmu pada Tuan Dewangga Clarke!" peringat Jun.
Akan tetapi, Viola sama sekali tidak takut. Dia tersenyum sinis lalu mendekat ke arah Dewa. Ditamparnya pria itu dengan sangat keras.
"Kau... Laki-laki berengsek!" desis Viola. "Kau yang sudah membunuh sahabatku!"
"Hei, kamu siapa? Berani-beraninya kamu menampar Dewa," pekik Nania tak terima.
Viola menyeringai ke arahnya. Dia mendekat lalu ikut menampar Nania.
"Diam kau, j@lang!" tegas Viola. "Kalau kamu berani mengucapkan sepatah kata lagi, maka mulutmu akan ku robek."
Nyali Nania seketika langsung menciut. Tamparan Viola terasa sangat sakit. Pipinya seperti dihantam palu besi.
"Dokter, saya sahabat Syakila. Saya tidak percaya jika dia benar-benar Syakila. Bisakah dokter menjelaskan ciri-ciri khusus pada jasad ini?"
"Apa Nona bisa memverifikasinya?" tanya dokter wanita tersebut.
"Bisa," angguk Viola yakin. "Saya sangat mengenal Syakila. Saya hafal semua tentang dirinya. Bahkan, mungkin jauh lebih baik dibanding keempat manusia munafik ini," lanjut Viola.
"Siapa yang kamu sebut dengan manusia munafik, hah?" tanya Dito tak terima.
"Tentu saja kalian," jawab Viola. "Katanya, kalian orangtua angkat Syakila, kan? Tapi, kenapa ekspresi kalian terlihat tidak sedih sama sekali?"
Dito dan Nessa jadi salah tingkah. Sindiran Viola benar-benar tepat sasaran. Sejak datang sampai sekarang, keduanya memang tidak menampakan ekspresi sedih sedikitpun.
Keduanya bahkan terkesan jijik pada jasad yang sudah mulai membusuk didepan mereka.
Dewa juga akhirnya sadar saat Viola mengungkit soal itu. Diantara Dito, Nessa, dan Nania, tak ada satu pun yang tampak seperti orang frustasi karena kehilangan anggota keluarga.
"Baiklah. Saya akan jelaskan. Jasad ini diperkirakan berumur sekitar 20 tahunan lebih. Golongan darah AB. Ada tanda lahir dibagian pundak berbentuk bulan sabit. Ada luka bakar di kedua telapak tangan. Sepertinya, terkena panggangan yang sangat panas. Dan, ciri-ciri yang paling menonjol adalah... dia memiliki bekas luka lama akibat operasi pada perut sebelah kiri. Sepertinya, luka ini adalah bekas operasi untuk mendonorkan ginjal."
"Mendonorkan ginjal?" celetuk Dewa. Dia reflek tersenyum lega. "Kalau begitu, jelas dia bukan Syakila. Syakila tidak pernah mendonorkan ginjalnya. Sebaliknya, justru dia yang pernah diberi donor oleh Nania. Iya kan, Nania?"
Mau tak mau, Nania mengangguk meski jantungnya seperti sudah hampir melompat keluar dari tempatnya.
"Dia Syakila," sambar Viola. "Dia benar-benar sahabatku, Syakila," tegasnya dengan suara tercekat.
"Syakila memang hanya hidup dengan satu ginjal. Satu ginjalnya sudah dicongkel keluar oleh orangtua angkatnya yang biadab ini. Mereka... tega mencuri ginjal seorang anak kecil hanya demi menyelamatkan putri kandung mereka sendiri," lanjut Viola.
"Bohong! Itu tidak benar," sangkal Dito.
"Kalian boleh berbohong didepan semua orang. Tapi, kalian tidak akan pernah bisa berbohong kepadaku. Aku tahu segalanya," ucap Viola dengan nada rendah yang terdengar sangat dingin.
"Nona ini memang benar. Jasad korban memang hanya memiliki satu ginjal," imbuh sang dokter membenarkan.
Disampingnya, Dewa tampak mematung seperti batu. Kenyataan yang baru saja diucapkan oleh Viola dan dokter itu bagai sebuah cambuk yang mengenai seluruh tubuhnya.
Perih. Sakit.
Seseorang yang dia anggap sebagai pelaku justru adalah korban yang sesungguhnya.
"Dewa, jangan dengarkan dia. Perempuan ini hanya mengarang cerita. Kamu harus percaya padaku, Dewa," pinta Nania dengan tatapan memelas.
Dewa tersenyum getir. Dia baru menyadari jika Nania yang ia anggap begitu polos dan suci ternyata sanggup membohonginya dengan kebohongan sebesar ini.
"Jadi, selama ini kamu hanya membodohi aku, Nania?" tanya Dewa.
"Dewa, sumpah! Aku tidak pernah berbohong. Tolong jangan percaya pada perempuan asing ini."
"Jika kalian ingin bertengkar, cepat keluar dari sini! Walaupun sudah meninggal, namun jasad-jasad di sini juga butuh ketenangan," tegur sang dokter dengan ekspresi marah.
Dewa menggeram marah. Tatapannya dipenuhi penyesalan saat melihat jasad perempuan yang terbaring itu sekali lagi.
Dia benar-benar tidak sanggup. Jantungnya serasa direnggut paksa keluar dari dadanya.
"Jun, kita keluar sebentar," ucap Dewa. Dadanya sangat sesak. Dia tak bisa bernapas dengan benar didalam ruangan itu. Dia butuh ruang yang lebih lega.
Jun mengangguk patuh. Dia memapah sang atasan menuju keluar. Namun, belum sempat mencapai pintu, Dewa sudah jatuh tak sadarkan diri.
Bayangan senyum kebahagiaan Syakila saat pertama kali mereka menikah terus membayang dibenak Dewa. Karena hal itu, penyesalan Dewa justru semakin terasa dalam hingga tubuh dan pikirannya benar-benar tak sanggup lagi untuk terus menjaga kewarasan.
"Dewa, ada apa?" seru Nania sambil berlari menghampiri Dewa. Kedua orangtuanya juga ikut serta.
"Cepat minta bantuan! Dewa harus segera diperiksa oleh dokter," seru Nania panik.
Jun berlari meminta tolong. Setelah dua orang perawat datang, Dewa langsung dilarikan ke UGD.
"Akting Nona Viola bagus juga. Saya tidak menyangka, jika Nona dari keluarga kaya bisa melakukan hal seluarbiasa tadi."
Dokter itu memuji Viola setelah tinggal hanya mereka berdua saja yang berada diruangan itu.
Viola mengusap air matanya. Dia tersenyum ke arah dokter itu.
"Terima kasih banyak atas pujiannya. Anda dan tim Anda jauh lebih hebat."
lah
semoga syakila bahagia dan bisa membalas dendam terhadap keluarga dito yang sangat jahat
menanti kehidupan baru syakila yg bahagia...