Bianca Aurelia, gadis semester akhir yang masih pusing-pusingnya mengerjakan skripsi, terpaksa menjadi pengantin pengganti dari kakak sepupunya yang malah kecelakaan dan berakhir koma di hari pernikahannya. Awalnya Bianca menolak keras untuk menjadi pengantin pengganti, tapi begitu paman dan bibinya menunjukkan foto dari calon pengantin prianya, Bianca langsung menyetujui untuk menikah dengan pria yang harusnya menjadi suami dari kakak sepupunya.
Tapi begitu ia melihat langsung calon suaminya, ia terkejut bukan main, ternyata calon suaminya itu buta, terlihat dari dia berjalan dengan bantuan dua pria berpakaian kantor. Bianca mematung, ia jadi bimbang dengan pernikahan yang ia setujui itu, ia ingin membatalkan semuanya, tidak ada yang menginginkan pasangan buta dihidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keributan di ruangan VVIP
Bianca menatap nanar ruang operasi yang masih tertutup, Bianca yakin jika Kaivan sudah tidak ada lagi di dalamnya, karena mama dan papanya mengatakan jika dia tak sadarkan diri seharian penuh dan kini waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam, lorong-lorong rumah sakit sepi hanya tersisa beberapa orang yang memang pasiennya menginap di rumah sakit.
Bianca berbalik dan menghampiri meja resepsionis, hendak menanyakan di mana sekarang Kaivan berada.
"Permisi, " sapa Bianca membuat wanita yang bersanggul itu mendongak dan tersenyum menatap Bianca.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya resepsionis itu ramah.
"Aku ingin mengetahui pasien bernama Kaivan Gentala Yasser, apakah dia sudah dipindahkan dari ruang operasi?" tanya Bianca mencoba biasa saja, padahal sungguh ia sangat takut sekaligus khawatir tentang dimana Kaivan berada.
"Baik, saya periksa dulu ya, Mbak," balas resmi itu masih dengan wajah ramahnya.
Bianca mengangguk, lalu jari-jari resepsionis itu mulai menari-nari di atas keyboard, tidak lama kemudian ia kembali mendongak dan menatap Bianca.
"Pasien atas nama Kaivan Gentala Yasser sudah dipindahkan ke ruang rawat inap VVIP di lantai dua, dengan nomor 29 kamar Melati," beritahu resepsionis itu.
"Baik, terima kasih,"
Setelah ia tahu dimana keberadaan Kaivan, Bianca langsung berlari mencari lift, dan ia menemukannya di ujung lorong, kebetulan lift itu sedang kosong, cepat-cepat Bianca masuk dan menekan tombol dengan tulisan nomor dua, pintu lift pun tertutup dan mulai bergerak naik ke atas.
Begitu lift terbuka, Bianca langsung berlari mencari kamar bertulisan 'Melati 2'.
"Syukur tidak sulit mencarinya," bisik Bianca berdiri di depan pintu dengan tulisan 'Melati 2' dengan nafas yang sedikit tidak beraturan karena berlari-lari dengan keadaan yang panik.
Bianca rasa ia tidak perlu mengetuk pintu dulu, karena itu ruangan tempat suaminya, dengan gerakkan pelan, Bianca memutar knop pintu karena takut menganggu Kaivan yang pasti sudah istirahat, karena ini sudah hampir tengah malam.
Batu saja Bianca membuka sedikit pintu berwarna putih itu, suhu dingin langsung menerpa dirinya, sepertinya ruangan Kaivan sangat nyaman, karena dinginnya AC saja sampai bisa terasa saat ia membuka pintu.
Bianca mengintip sebentar dari celah pintu yang ia buka, ingin melihat bagaimana keadaan di dalam ruangan, tapi matanya malah melihat Nancy yang sedang tidur di sofa berwarna merah yang ada di dalam ruangan itu, belum lagi Bianca melihat banyak sekali buah tangan di atas meja dekat jendela.
Bianca melangkah memasuki ruangan dengan sangat hati-hati, ia tidak ingin menimbulkan suara apapun yang membuat Kaivan terbangun dari tidurnya, Bianca hendak kembali menutup pintu, tapi ternyata ada seseorang yang juga ingin masuk ke dalam ruangan.
Bianca sedikit membuka lebar pintunya untuk melihat siapa yang ingin masuk, "Mama, papa? Ngapain kalian di sini?" tanya Bianca terkejut karena menemukan orang tuanya di balik pintu itu.
"Ikut mama pulang!" perintah Mina datar, belum lagi papanya yang menatap dirinya tajam.
"Enggak ma, pa, Bianca mau nemenin Kaivan di sini," tolak Bianca menggelengkan kepalanya kuat.
"Nurut Bianca, ini demi kebaikan kamu," kali ini papanya yang berbicara.
Bianca tetap menggelangkan kepalanya, ia benar-benar tidak akan ikut pulang orang tuanya, padahal tadi mereka sudah mengizinkan dirinya untuk pergi menemui Kaivan, tapi sekarang? Mereka bahkan sampai mengikuti Bianca untuk menyuruhnya ikut dengan mereka. Apa mereka tidak memahami bagaimana perasaan Bianca? Kenapa mereka begitu memaksa dirinya untuk pulang.
"Bianca, dulu kamu yang mengatakan kepada mama jika kamu tidak menyukai pernikahan kalian, kamu juga berniat untuk cerai darinya, lalu sekarang? Kenapa kamu cepat sekali berubah pikiran?" tanya Mina dengan suaranya yang tidak bisa dikatakan kecil di malam yang suasananya sangat sunyi itu.
"Kaivan sedang tidur, ma," beritahu Bianca, ia tidak menggubris pertanyaan dari mamanya.
"Kau sudah putus dengan Alden?" tanya papanya keluar dari dalam topik.
Bianca menghela napas lelah, bisakah mereka bertanya semuanya jika semuanya sudah berjalan normal, tidak di rumah sakit apalagi di dalam ruangan yang ada pasiennya, itu akan sangat mengganggu waktu istirahat pasien.
"Jawab Bianca!" bentak Mina, Mina yang memang sudah menahan kemarahan sejak tahu Bianca menikah tanpa izin darinya dan yang lebih parah lagi menikah dengan pria cacat yang tidak akan bisa mengurus istrinya, dulu Mina masih bisa menahannya karena putrinya yang ternyata di jebak oleh adik tirinya, dan juga Bianca yang mengatakan jika dirinya juga tidak menyukai pernikahan dengan pria cacat dan berniat untuk cerai, tapi sekarang? Lihatlah, bahkan Bianca terlihat sangat khawatir dengan keadaan Kaivan dan itu membuat emosi Mina langsung meledak saat itu juga.
"Ada apa ini?"
Nancy dengan wajah khas bangun tidurnya menghampiri keributan yang terjadi di pintu, ia menatap datar Bianca lalu kemudian menatap bigung dua orang yang berdiri di depan pintu masuk.
"Siapa kalian?" tanya Nancy tajam.
"Jaga sopan santunmu, kami lebih tua darimu," nasihat Mina menatap balik Nancy dengan tatapan tajamnya.
"Saya tidak peduli, kalian pergi, atau saya panggil satpam di rumah sakit ini karena membiat keributan di kamar salah satu pasien yang menggunakan VVIP," balas Nancy tidak gentar sedikitpun dengan tatapan maut Mina.
"Jangan ikut campur, kami hanya ingin membawa putri kami pulang,"
"Oh, Jadi ini orang tuamu?" tanya Nancy menatap Bianca dengan senyum miringnya.
Melihat tatapan itu, Bianca mengerutkan dahinya, kemana sifat sopan santun Nancy waktu ia masih menjadi asisten pribadi Kaivan, kenapa sekarang terlihat sangat menyebalkan di matanya, apa semua orang akan berubah jika sesuatu itu sudah menjadi mantan, seperti Nancy contohnya yang sifatnya langsung berubah ketika sudah tidak lagi menjadi bagian dari Kaivan.
"Aku akan tetap menemani Kaivan, ma, pa," beritahu Bianca tanpa menyahuti pertanyaan tidak penting Nancy.
"Kau bisa pulang juga Nancy, aku sudah ada di sini, dan Kaivan biar aku yang mengurus semua keperluannya," usir Bianca membuat Nancy menaikkan sebelah alisnya.
"Kamu pikir Kaivan mau denganmu?" tanya Nancy dengan mimik wajah jahatnya.
Bianca sendiri menjadi merinding melihatnya, wanita yang selalu senyum dan memiliki wajah yang super cantik, menjadi sosok wanita yang Bianca tidak kenal.
"Bianca pulang!"
Bianca menggelangkan kepalanya lalu is sedikit mundur agar jarak anatar mama dan papanya sedikit jauh.
"Aku akan tetap di sini, pa, menemani dan membantu Kaivan,"
"Jangan keras kepala, Pulang!" bentak papanya membuat Bianca menatap tidak percaya papanya, karena untuk pertama kalinya, papanya sampai berani membentaknya, jangankan membentak, berbicara dengan teriak kepada Bianca saja tidak pernah, lagi pula kenapa mereka tiba-tiba semarah ini, kenapa tidak dari awal mereka membawa Bianca pergi dari apartemen Kaivan, itu semua sangat aneh di mata Bianca.
"Pulang sekarang!"
Mina hendak meraih lengan Bianca untuk menariknya keluar dari ruangan Kaivan, tapi suara Kaivan yang sudah terbangun membuat Mina menghentikan gerakannya.
"Bianca akan tetap bersamaku," ucap Kaivan datar dengan suara seperti sedang mengintimidasi orang di hadapannya.