Misda terpaksa harus bekerja di kota untuk mencukupi kebutuhan keluarga nya. Saat Dikota, mau tidak mau Misda menjadi LC di sebuah kafe. Singkat cerita karena godaan dari teman LC nya, Misda diajak ke orang pintar untuk memasang susuk untuk daya tarik dan pikat supaya Misda.
Bagaimana kisah selanjutnya? Ikuti cerita novelnya di SUSUK JALATUNDA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naim Nurbanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Dona menghirup udara pengap di dalam ruangan yang remang itu, tempat sang dukun tua duduk bersila dengan wajah berkerut penuh misteri.
"Apa tujuanmu datang ke sini?"
Suara dukun itu serak, penuh waspada, menembus kesunyian seperti pisau tajam. Dona menatap dalam-dalam ke mata sang dukun, tak gentar sedikit pun.
"Mbah, sudah saatnya aku kembali. Waktunya memberi makan Kodam yang menjaga susuk pengasihan yang menempel di wajah dan tubuhku," jawabnya dengan suara tenang tapi penuh keyakinan.
"Aku datang bukan hanya untuk memberi makan, tapi juga untuk menguatkan kekuatan susuk itu, agar pesonaku tak pernah pudar."
Sang dukun mengangguk pelan, sorot matanya menyelidik perubahan pada Dona, wanita yang kini semakin memancarkan aura memikat, siap menancapkan pesonanya ke dalam dunia yang penuh teka-teki ini.
"Tujuh juta, itu mahar yang harus kamu bayar kali ini, kata sang dukun dengan suara serak penuh misteri. Tapi itu belum semuanya."
“Selain itu, kamu harus bersenggama dengan Raja Iblis, agar susuk yang dipasang di area paling sensitifmu bekerja maksimal,” tambahnya dengan tatapan dingin yang membuat Dona mengerutkan dahinya.
“Hah? Bersenggama dengan Raja Iblis?”
Dona menatap dukun itu, napasnya terhenti seolah mendengar lelucon paling mengerikan dalam hidupnya. Sang dukun mengangguk pelan, matanya seakan menyimpan rahasia kelam yang tak bisa dihindari.
“Benar. Roh Raja Iblis akan meminjam ragaku lewat ritual gaib ini, menyatukan tubuhku dengan tubuhmu. Aku tak akan memaksamu jika keberatan, tapi percayalah, setelah ritual itu, kekayaan dan semua yang kamu impikan akan jatuh ke pangkuanmu seperti anugerah dari surga dan neraka sekaligus.”
Dona terdiam, dadanya terasa sesak. Membayangkan berbaring dalam pelukan tubuh renta dan berbau tak sedap seperti Ki Jombrang membuat perutnya mual mual. Jika saja pria itu tampan dan muda, mungkin hatinya sudah luluh, menyerah pada nasib yang getir ini. Namun kenyataan yang dingin malah menusuk jauh ke dalam jiwanya, antara keputusasaan dan ambisi yang bergejolak, memilih mana yang harus dia bela?
"Tunggu apa lagi? Keluar saja kalau kamu tak sanggup meneruskan ritual berikutnya!”
Ki Jombrang menatap Dona dengan mata yang berkilat dingin, suaranya bergetar penuh ancaman.
“Tapi ingat, kamu harus menggantinya dengan nyawa salah satu pelanggan setiamu. Hanya dengan begitu, susuk yang menancap di tubuhmu masih mampu menarik mangsa baru yang berjubel.”
Dona menunduk, dadanya berdebar seperti dipukuli ribuan tangan. Ia menghela napas dalam-dalam sebelum berkata lirih,
“Ki Jombrang, aku hanya akan menjalani syarat kedua saja. Maaf, aku belum siap terikat dalam pernikahan gaib dengan Raja Iblis. Apalagi menjalani hubungan yang kau maksudkan...”
Wajah Ki Jombrang berubah muram, kecewa menyelimuti ekspresinya yang sebelumnya penuh dominasi.
“Keluar dari sini, sebelum amarahku meledak lebih ganas.”
Dengan langkah gontai, Dona meninggalkan ruangan itu dan langsung duduk di samping Misda, tatapannya kosong, jiwa lelah terbungkus kesedihan yang mendalam. Misda menatap Dona dengan rasa penasaran yang membakar,
“Dona, kenapa kamu buru-buru keluar dari ruang sang dukun? Apa yang sebenarnya terjadi?” Dona hanya menggeleng pelan, suaranya serak,
“Tidak ada apa-apa... tapi Ki Jombrang sudah memberi syarat yang terlalu berat...”
Udara di sekeliling mereka seolah berubah pekat, mengiris hati Dona dengan bisikan ancaman yang tak terdengar oleh dunia lain. Kini, ia tahu, jalan yang harus ia lalui belumlah selesai, bahkan mungkin baru dimulai.
Sang dukun sudah mengungkapkan syarat mengerikan agar susuk yang tersembunyi dalam tubuhku kembali berdenyut dengan kekuatan semula.
"Satu nyawa dari pelangganku harus menjadi korban," kata Dona dengan suara berat, matanya tak lagi bersinar seperti biasanya.
Misda mengerutkan kening, dadanya terasa sesak, haruskah nyawa seseorang melayang hanya demi ambisi kesuksesan yang rapuh itu? Ketika panggilan dari sang dukun menggema, Misda tergagap, takut namun tak punya pilihan lain.
"Dona, temani aku ke dalam!" bisiknya dengan suara hampir pecah. Namun Dona hanya tersenyum getir, menolak,
“Aku tak bisa, Misda. Kamu harus hadapi sendiri. Aku menunggumu di sini.”
Hati Misda bergejolak antara ketakutan dan tekad yang membara. Ia melangkah masuk ke ruang yang suram itu, bertatapan dengan Ki Jombrang yang sudah menanti dengan tatapan dingin penuh rahasia.
“Duduklah,” perintah pria tua itu, suaranya bergetar namun memaksa. Di sanalah, di ambang gelap yang penuh misteri, Misda harus menghadapi takdir yang siap menghancurkan atau menyelamatkannya.
"Apa tujuanmu ke sini?" tanya Ki Jombrang, matanya menyelidik setiap lekuk wajah dan sikap tubuh Misda dengan tajam seperti elang yang mengintai mangsanya. Misda menghela napas panjang, suaranya bergetar tapi penuh tekad.
"Saya ingin memasang susuk, Mbah. Biar banyak tamu yang tertarik sama saya, biar rezeki mengalir deras, biar saya kaya dan punya banyak duit." Ki Jombrang tertawa kecil, suaranya serak mengandung ejekan dan sindiran.
"Aku bisa membantu, tapi mahar yang kubutuhkan bukan sembarangan. Dua puluh juta, apakah kau sanggup? Kalau tak punya, lebih baik pulang sekarang juga. Atau kembali setelah kau berhasil kumpulkan uang sebanyak itu."
Mata Misda menunduk, harapan di dadanya hampir pudar.
"Mbah, saya cuma bawa uang satu juta. Tidak ada susuk yang maharinya segitu? Saya butuh sekali, supaya uang itu datang ke saya. Kalau sudah kaya, saya pasti balik lagi untuk tebus sisanya," kata Misda dengan nada lirih yang diselimuti keputusasaan.
Ki Jombrang terkekeh, tapi dalam tawanya terkandung sedikit rasa heran dan candaan yang mengiris hati.
"Hahaha... Satu juta? Nak, dunia ini tak pernah memberi hadiah cuma-cuma. Kalau kau mau menari dengan nasib, kau harus siap membayar mahal harga impianmu."
"Baiklah! Asal kamu benar-benar mau memenuhi syaratku, aku akan berikan satu susuk bekas sinden legendaris ini," kata Ki Jombrang dengan senyum penuh arti, matanya menyipit seolah menyimpan rahasia gelap.
"Tapi ingat, susuk ini bukan untuk sembarang orang. Jika tubuhmu tak mampu menerimanya, jangan salahkan aku jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan." Misda menatap dalam mata Ki Jombrang tanpa ragu, suaranya terdengar penuh tekad dan getir.
"Aku siap melakukan apa pun, Ki. Ini satu-satunya cara bagiku. Maafkan, aku hanya bisa membayar mahar satu juta, itupun semua yang kumiliki."
Ki Jombrang tertawa pelan, suara itu bergaung seperti gerimis di malam kelam. Perlahan ia menyiapkan segala sesuatunya, ritual kuno yang penuh misteri dan bahaya segera dimulai. Di bawah cahaya remang, udara seakan berubah pekat, dan jantung Misda berdebar tak menentu, pertempuran tak kasat mata antara jiwa dan keabadian akan segera dimulai.
"Berbaringlah! Lepaskan semua pakaianmu tanpa jeda!" perintah Ki Jombrang dengan suara tegas yang bergetar penuh otoritas.
"Dengarlah, aku akan memberikanmu susuk Jalatunda, susuk pusaka peninggalan sinden legendaris yang dulu menghipnotis banyak orang. Ini bukan sembarang susuk. Emas dan berlian itu menyimpan kekuatan yang telah teruji oleh waktu. Semoga tubuhmu dapat menyatu dengan energi gelapnya, dan keberuntungan akhirnya berpihak padamu," katanya sambil membuka kotak kecil berisi susuk berkilauan, matanya menyimpan harapan sekaligus misteri yang dalam.