Setelah meninggal karena tenggelam saat menolong anak kecil, Nadra Elianora, gadis modern yang ceria dan blak-blakan, terbangun di dunia kuno dalam tubuh Li Yuanxin seorang gadis malang yang dibuang oleh tunangannya karena sang pria berselingkuh dengan adik tirinya.
Tersesat di hutan, Nadra membangun gubuk, hidup mandiri, dan menggunakan ilmu pengobatan yang ia kuasai. Saat menolong seekor makhluk terluka, ia tak tahu bahwa itu adalah Qiu Long, naga putih ilahi. Dari pertemuan konyol dan penuh adu mulut itu, tumbuh hubungan ajaib yang berujung pada kontrak suci antara manusia dan hewan ilahi.
Tanpa disadari, kekuatan dalam diri Nadra mulai bangkit kekuatan milik Sang Dewi Semesta, makhluk tertinggi yang jiwanya dulu dipecah ke berbagai zaman untuk menjaga keseimbangan dunia.
Kini, dengan kepintaran, kelucuan, dan keberaniannya, tak hanya menuntut balas atas pengkhianatan masa lalu, tapi juga menapaki takdir luar biasa yang menunggu: menyelamatkan dunia dan mengembalikan cahaya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 - Api, Naga, dan Langit yang Retak
Langit malam pecah oleh kilatan ungu, bergemuruh seperti suara ratusan dewa yang marah. Tanah di bawah istana Feng bergetar; dari kejauhan, gunung-gunung seolah bernapas, menyemburkan api dan kabut gelap. Dunia, yang selama ini diam, kini menjerit.
Di atas tembok istana, Yuanxin berdiri dengan jubah putih panjangnya yang berkibar, memantulkan cahaya petir. Feng Yan melayang di udara dalam wujud Phoenix besar, sayapnya membentang menyelimuti langit, bulunya seperti bara emas hidup. Di sisi lain, Qiu Long menampakkan diri dalam wujud naga biru raksasa, mengitari benteng dengan tatapan menyala.
“Pasukan Bayangan telah menembus celah pertama!” seru salah satu jenderal dari bawah. “Mereka datang dari lembah timur!”
“Perkuat barisan depan,” jawab Yuanxin tanpa menoleh. Suaranya tenang, namun setiap kata seperti membawa gema kekuatan yang menstabilkan pasukan.
Putra Mahkota Feng Liansheng berdiri di sampingnya, mengenakan zirah naga emas yang berpendar. “Kau yakin ingin berada di garis depan?” tanyanya lirih. “Aku bisa memimpin pasukan—”
Yuanxin menatapnya sekilas, senyumnya lembut namun tegas. “Aku bukan dewi yang bersembunyi di balik altar, Sheng. Aku bagian dari perang ini.”
Sebelum Liansheng sempat membalas, tanah bergetar hebat. Dari balik kabut, muncul ribuan pasukan iblis bayangan—berkulit kelam, bermata merah, dan membawa senjata dari tulang hitam. Di antara mereka berdiri sosok tinggi dengan tanduk patah di sisi kanan kepalanya—Jenderal Abyss, tangan kanan dari kekuatan kegelapan yang baru bangkit.
Suara berat bergema di udara. “Yuanxin… sang penjaga dunia. Akhirnya kita bertemu.”
Yuanxin turun perlahan dari tembok, berjalan tenang di antara barisan pasukan yang menatapnya dengan takjub. Setiap langkahnya meninggalkan jejak cahaya di tanah. “Dan kau… sisa dari kehancuran yang dulu kusegel di bawah laut utara.”
Jenderal Abyss tertawa, suaranya bergema seperti baja dipukul. “Kau pikir segelmu bisa menahanku selamanya? Dunia sendiri yang melemahkan dinding itu dan sekarang aku datang untuk menagih utang dari para dewa palsu sepertimu!”
“Dewa atau iblis hanyalah sebutan,” balas Yuanxin. “Yang membedakan hanyalah siapa yang menghancurkan, dan siapa yang menyembuhkan.”
Jenderal itu meraung dan menghantamkan tombak bayangan ke tanah. Ribuan panah hitam menembus udara, menghujani pasukan Feng. Sebelum sempat menyentuh bumi, Phoenix besar mengepakkan sayap, mengeluarkan tembok api yang menyapu ribuan anak panah menjadi abu.
“Jangan sentuh siapapun,” geram Feng Yan dari udara.
Yuanxin mengangkat tangannya ke langit, menarik segel cahaya berbentuk lingkaran besar. Simbol lotus muncul di udara, berputar cepat, lalu memancar menjadi ribuan bunga emas yang jatuh ke bumi, menyembuhkan setiap luka pasukan manusia yang terkena serangan.
Liansheng menatap pemandangan itu dengan kagum sekaligus ngeri. “Kekuatanmu… jauh lebih besar dari yang kuingat.”
“Karena aku sudah utuh,” jawab Yuanxin pelan. “Dan karena aku tak lagi melawan diriku sendiri.”
Pasukan kegelapan kembali maju. Ledakan, raungan, dan semburan api bercampur menjadi simfoni perang. Langit penuh cahaya ungu dan merah, bumi menjadi cermin dari neraka.
Yuanxin menutup matanya sejenak, lalu mengangkat tangannya tinggi-tinggi. “Qiu Long! Feng Yan! Saatnya kita membuka ‘Formasi Langit Tiga Alam’!”
Naga biru melingkar di udara, sementara Phoenix meluncur ke atas membentuk pusaran api. Yuanxin berdiri di pusat formasi, menarik kekuatan dari setiap arah tanah, langit, laut, dan jiwa-jiwa di sekitarnya. Cahaya emas meledak, membentuk kubah besar yang menutup seluruh kota.
“Formasi ini hanya bisa bertahan selama satu jam!” teriak Feng Yan. “Setelah itu, kekuatanmu akan terkuras!”
“Cukup,” sahut Yuanxin. “Satu jam… untuk menentukan arah dunia.”
Namun di tengah perang yang berapi, sesuatu yang aneh terjadi.
Di langit, muncul retakan besar. Dari sana, keluar kilatan putih kebiruan bukan energi iblis, melainkan sesuatu yang jauh lebih kuno. Feng Yan menjerit pelan. “Itu… bukan dari Dunia Bayangan. Itu dari Alam Asal!”
Dari celah itu, muncullah sosok bercahaya seorang perempuan berpakaian putih bermahkota perak, mirip Yuanxin… tapi matanya kosong, suaranya dingin tanpa jiwa.
“Siapa kau?” tanya Yuanxin, menatap waspada.
“Aku adalah dirimu,” jawab sosok itu. “Pecahan inti yang kau buang ribuan tahun lalu. Aku adalah ‘Keseimbangan Absolut yang menolak emosi, menolak keinginan, menolak dunia.”
Yuanxin terdiam. Ia tahu bagian itu pecahan terakhir dari jiwanya yang tak pernah bisa ia terima karena sifatnya terlalu dingin, terlalu absolut. Dialah bagian yang dulu menolak belas kasih, cinta, dan amarah.
“Jika kau telah bersatu,” lanjut sosok itu, “maka dunia akan runtuh karena ketidakseimbangan. Aku datang untuk mengambil tempatku kembali.”
Feng Yan menjerit. “Dia bukan sekutu, Yuanxin! Dia ingin menghapus semua yang hidup!”
Sosok itu menatap Phoenix itu datar. “Hidup hanyalah ketidakteraturan. Aku akan menciptakan dunia baru tanpa penderitaan… tanpa emosi.”
Yuanxin menarik napas dalam. “Dan tanpa makna.”
Tubuhnya mulai bersinar lagi, namun kali ini bukan emas lembut melainkan putih menyilaukan, kekuatan penuh sang dewi bangkit. Qiu Long berputar cepat, menciptakan pusaran air biru di udara, menahan energi yang keluar dari dua Yuanxin yang berbeda.
Pertempuran dimulai dunia melawan dirinya sendiri.
Satu sisi, Yuanxin yang manusiawi, penuh belas kasih dan amarah. Di sisi lain, Yuanxin yang absolut, tanpa emosi, murni sebagai hukum semesta.
Setiap kali mereka bertarung, langit robek, gunung runtuh, laut terbelah. Bahkan pasukan yang berperang berhenti, hanya menatap ke langit yang kini terbakar.
Feng Yan berusaha menembus pusaran, tapi Qiu Long menahannya. “Kau tidak boleh mendekat! Ini urusan jiwa!”
“Aku tidak peduli!” seru Phoenix itu. “Jika dia kalah, dunia ini berakhir!”
Yuanxin menangkis serangan cahaya putih dan balas dengan pusaran api suci, suaranya bergema seperti guntur.
“Dunia tanpa perasaan bukanlah dunia itu kuburan abadi!”
“Dan dunia dengan perasaan,” jawab sosok itu tenang, “adalah sumber dari kehancuran tanpa akhir.”
Benturan terakhir membuat bumi hancur cahaya membutakan semua yang ada. Liansheng berteriak memanggil namanya, tapi tak terdengar apa pun selain hembusan angin panjang.
Ketika cahaya mereda, hanya satu sosok yang berdiri di tengah kawah besar. Jubah putihnya koyak, tapi matanya bersinar lembut.
Feng Yan terbang mendekat hati-hati. “Yuanxin…?”
Perempuan itu menoleh perlahan. Senyumnya tipis, matanya memantulkan dua warna—emas dan perak. “Aku tidak menghapusnya… Aku menyatukannya.”
Qiu Long menundukkan kepala rendah. “Jadi kau kini adalah—”
“Yuanxin yang lengkap,” jawabnya pelan. “Bukan dewi. Bukan manusia. Aku adalah jembatan di antara keduanya.”
Dari langit, retakan menutup perlahan, dan pasukan bayangan yang tersisa berubah menjadi abu. Bumi berhenti bergetar, api mereda, dan angin membawa aroma bunga lotus yang mekar di setiap tempat pertempuran.
Liansheng datang tergesa, wajahnya dipenuhi kelegaan dan air mata. “Kau… berhasil.”
Yuanxin tersenyum. “Belum. Ini baru awal.”
Ia menatap langit yang kini tenang. “Keseimbangan telah kembali, tapi bukan berarti dunia aman. Masih ada mereka yang akan berusaha mengubah takdir.”
Feng Yan meringkuk di pundaknya, mendengus kecil. “Setidaknya untuk malam ini… kau pantas beristirahat.”
Yuanxin memandang ke arah barat, tempat matahari mulai muncul di balik reruntuhan. “Tidak ada istirahat untuk mereka yang memegang keseimbangan, Yan.”
Ia menatap langit terakhir kali, matanya berkilat tenang. “Tapi untuk pertama kalinya, aku tidak merasa sendirian.”
Phoenix mengepakkan sayapnya, dan dari punggungnya, Yuanxin menatap dunia baru yang lahir dari api dan air mata.
Sebuah dunia yang tidak sempurna, tapi hidup.
Dan angin berbisik lembut di telinganya:
“Selamat datang kembali, Sang Penjaga Semesta.”
Bersambung
saatnya sekarang tinggal menunggu balasan yang setimpal.
sultan itu bebas melakukan apapun bukan /Facepalm/