Sinopsis:
Liora, seorang gadis muda, dipaksa menjadi pengantin pengganti tanpa mengetahui siapa calon suaminya. Namun saat tirai pernikahan terbuka, ia terseret ke dalam Azzarkh, alam baka yang dikuasai kegelapan. Di sana, ia dinikahkan dengan Azrakel, Raja Azzarkh yang menakutkan, dingin, dan tanpa belas kasih.
Di dunia tempat roh jahat dihukum dengan api abadi, setiap kata dan langkah bisa membawa kematian. Bahkan sekadar menyebut kata terlarang tentang sang Raja dapat membuat kepala manusia dipenggal dan digantung di gerbang neraka.
Tertawan dalam pernikahan paksa, Liora harus menjalani Upacara Pengangkatan untuk sah menjadi selir Raja. Namun semakin lama ia berada di Azzarkh, semakin jelas bahwa takdirnya jauh lebih kelam daripada sekadar menjadi istri seorang penguasa neraka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EP: 24
“Yang Mulia!”
Suara itu menggema di lorong panjang istana Azzarkh yang diterangi obor biru pucat. Liora berlari kecil, menyibak ujung jubahnya yang panjang, mengejar punggung Raja yang berjalan tenang menuju kediamannya di sisi timur istana. Langkah Raja Azzarkh berat dan berwibawa, setiap tapaknya membuat lantai batu bergetar lembut.
“Ada apa, Putri Liora?” suara sang Raja dalam, bergema di ruangan ketika ia membuka pintu besar kediamannya dan masuk. Ia berhenti di depan meja besar dari batu obsidian, menatap gadis itu dengan tatapan setengah heran, setengah tenang.
Liora menarik napas panjang, mencoba menahan gejolak yang masih tersisa sejak pertemuan di ruang penghakiman. “Aku ingin bertanya,” katanya, suaranya tegas namun bergetar.
Raja mengangguk kecil. “Tanyakanlah.”
Liora menatap matanya yang berwarna gelap seperti langit tanpa bintang. “Apakah sejak awal kau sudah mengetahui… kebusukan Putri Wei? Tentang fitnahnya padaku dan kedua dayangku?”
Raja tersenyum tipis, bukan senyum lembut, melainkan yang sulit ditebak artinya. “Ya. Aku sudah tahu sejak awal.”
Liora terdiam sejenak, kaget. “Apa?”
Ia melangkah maju, nadanya meninggi. “Kalau begitu kenapa kau tetap membiarkan kami dikurung di penjara bawah tanah? Kau tahu kami tidak bersalah!”
Raja menatapnya tenang, seolah kemarahan Liora adalah angin kecil yang lewat di hadapannya. “Aku tidak mengurungmu, Liora. Kau sendiri yang meminta untuk dikurung bersama kedua dayangmu, bukan?”
Liora terdiam, bibirnya terbuka tanpa suara. Itu memang benar. Raja tidak pernah memerintahkan agar dirinya ikut dikurung, hanya Dreya dan Vaelis. Tapi ia tak sanggup membiarkan kedua dayangnya menderita sendiri, maka ia memilih menemani mereka.
Namun, rasa marahnya tak hilang begitu saja. “Tetap saja!” katanya menatap Raja tajam. “Kenapa kau memerintahkan pengawal untuk menangkap Dreya dan Vaelis kalau kau tahu sejak awal mereka tak bersalah?”
Raja menghela napas, langkahnya mendekat. “Aku ingin tahu sejauh mana kesetiaan kedua dayangmu itu padamu,” ucapnya tenang. “Apakah mereka akan tetap memegang kejujuran, atau memilih berbohong demi keselamatan diri sendiri.”
Liora terdiam, menatapnya tak percaya. “Kau… menguji mereka?”
Raja mengangguk. “Juga mengujimu.”
Ia menatap wajah Liora yang pucat tapi berani, lalu menambahkan, “Dan kalian bertiga lulus dengan baik.”
Liora menggigit bibir. “Kau tega sekali, Yang Mulia.” Ia melipat tangan di dada, ekspresinya seperti anak kecil yang ngambek. “Kalau kau mau menguji, kenapa harus dengan membuatku kelaparan selama tiga hari? Kalau saja tidak ada penjaga baik hati yang memberiku air, mungkin aku sudah mati!”
Raja mengangkat alis. “Pelayan istana selalu mengantarkan makanan untukmu.”
“Lalu kenapa aku tak pernah menerimanya?” tanya Liora, mata besarnya berbinar marah.
“Itulah yang ingin kutahu,” jawab Raja dengan nada berat. “Seseorang menghalangi makananmu sebelum sampai ke penjara bawah. Ada tangan kotor di antara pelayan istana.”
Liora memutar bola matanya. “Apa itu ulah Putri Wei lagi?”
Raja menggeleng perlahan. “Bukan. Wei sudah cukup jahat, tapi ini… lebih berbahaya.” Ia menatap jendela batu tempat cahaya biru menembus masuk. “Ada seseorang di istanaku yang memakai topeng malaikat. Ia bersembunyi di balik kebaikan, tapi racunnya lebih halus dari bisanya ular.”
Liora bergidik, tangannya meremas ujung jubah. “Azzarkh penuh dengan orang menakutkan.”
Raja menatapnya kembali, suaranya melembut. “Apa kau masih ingin bertanya sesuatu?”
Liora menatap lurus ke matanya. “Ya. Apa kau… masih bisa mendengar suara hatiku?”
Raja tersenyum samar. “Masih.”
Liora mendengus kecil. “Lalu kenapa selama aku di penjara bawah kau tidak menjawabku? Aku memanggilmu berkali-kali lewat hatiku, tapi kau seolah mengabaikanku.”
Tatapan Raja melembut tapi disertai guratan senyum jahil. “Kau terlalu berisik saat itu. Suara hatimu terus menerus berceloteh di kepalaku. Aku bahkan harus ‘menyumbat telingaku’ agar bisa berpikir.”
Wajah Liora memerah. “Apa?! Kau sungguh menyebalkan!”
“Bukankah sudah kukatakan? Aku hanya ingin tahu seperti apa dayang-dayangmu itu,” jawab Raja santai.
Ia kemudian berjalan mendekat, langkahnya pelan tapi berat. “Dan satu hal lagi,” katanya rendah, hampir seperti bisikan yang menggetarkan udara, “berhentilah memanggilku ‘bodoh’.”
Liora mundur selangkah, menatapnya curiga. “Lalu… kalau aku tidak berhenti?”
Raja berhenti tepat di depannya, jarak mereka hanya sejengkal. Suara napasnya terasa di wajah Liora. “Kalau kau terus memanggilku bodoh,” katanya lembut tapi berbahaya, “aku akan memaksamu melakukan pemberkatan denganku.”
Mata Liora langsung membulat. “Pember.... apa?!”
“Pemberkatan,” ulang Raja datar. “Upacara pengikat jiwa antara penguasa dan pasangan kerajaan. Tidak bisa dibatalkan.”
Liora cepat-cepat menggeleng. “Tidak! Baiklah, aku janji tidak akan memanggilmu bodoh lagi!”
Raja menatapnya, seolah menilai apakah janji itu tulus.
Namun Liora tak bisa menahan diri. Dalam hati, ia bergumam, Dasar kau Raja bo....
“Apa kau ingin melanjutkan ucapanmu itu, Putri Liora?” potong Raja dengan senyum tipis di bibirnya.
Liora terlonjak. “T....tidak, Yang Mulia! Aku hanya ingin mengatakan bahwa kau… bos!”
“Bos?” alis Raja terangkat.
“Ya! Di duniaku, ‘bos’ artinya atasan,” sahut Liora cepat. Dalam hatinya ia menambahkan, Bekas orang sinting, tapi tentu saja ia tidak berani mengatakannya keras-keras lagi.
Raja menatapnya sebentar, lalu menggeleng pelan. “Kau gadis aneh.”
Liora menunduk, lalu buru-buru memberi hormat dan berbalik. “Kalau begitu, aku pamit, Yang Mulia.” Ia hampir berlari keluar, meninggalkan aroma wangi melati yang samar di udara.
Raja Azzarkh hanya berdiri di tempat, memandangi punggungnya yang menjauh. Sebuah senyum tipis muncul di wajah dinginnya. “Gadis aneh,” gumamnya lagi, namun kali ini dengan nada lembut.
Di lorong istana, Dreya dan Vaelis sedang mencari Liora ketika tanpa sengaja bertemu dengan Kaelith, panglima tinggi Azzarkh yang dikenal berwajah tampan namun berhati dingin.
Kaelith berhenti di depan mereka. “Kalian… baik-baik saja?”
Vaelis kaget, tidak menyangka lelaki itu berbicara padanya. “A....aku baik,” jawabnya pendek, sedikit canggung.
Kaelith hanya mengangguk, lalu melanjutkan langkahnya menuju kediaman Raja tanpa kata lain. Namun senyum tipis sempat terbit di sudut bibirnya, sesuatu yang jarang terlihat.
Sementara itu, Liora yang baru keluar dari ruangan Raja hampir menabrak seorang wanita bergaun merah tua di lorong istana. Rambutnya panjang bergelombang, matanya berkilau seperti batu safir, dan senyumnya menggoda.
“Putri Liora,” sapa wanita itu dengan nada lembut tapi menusuk. “Senang akhirnya bisa bertemu denganmu.”
Liora menatapnya bingung. “I-ya… senang juga bertemu denganmu,” jawabnya gugup. Ia belum pernah melihat wanita ini sebelumnya, tapi pesonanya begitu kuat.
“Kalau begitu, sampai jumpa lagi, Putri.” Wanita itu melangkah pergi, meninggalkan aroma bunga yang memabukkan di udara.
“Putri, kau kenapa?” tanya Dreya yang baru datang bersama Vaelis.
Liora menunjuk punggung wanita tadi. “Siapa dia?”
Dreya menatap arah yang sama. “Itu Putri Electra,” jawabnya pelan.
Vaelis menambahkan, “Selir keenam Yang Mulia Raja.”
Liora menatapnya kagum. “Dia sangat cantik…”
“Dan dia manusia, sama sepertimu, Putri,” kata Dreya.
“Apa? Dia juga manusia?” Liora terperangah. “Kupikir aku satu-satunya manusia di istana ini.”
“Dia berasal dari dunia atas,” sambung Vaelis. “Sebelum dibawa ke sini, dia seorang model terkenal.”
“Pantas saja tubuhnya indah,” kata Liora kagum. “Matanya saja berkilau seperti kaca langit.”
“Aku ingin mandi,” katanya tiba-tiba. “Tubuhku lengket sekali.”
Dreya tersenyum. “Baik, Putri. Aku akan menyiapkan Kolam Air Mata Mutiara untukmu.”
Kolam itu adalah tempat mandi istimewa bagi bangsawan Azzarkh, airnya berasal dari mata air suci yang dikatakan mengandung tetesan cahaya bulan.
Saat air mengisi kolam, Liora menatap permukaannya yang berkilau lembut seperti kaca berwarna perak. Ia perlahan masuk, merasakan hangatnya air memeluk kulitnya. Rasa lelah dan dingin dari tiga malam di penjara bawah seakan larut bersama uap yang mengepul.
“Dreya, kapan bulan purnama muncul?” tanya Liora sambil menyibak rambutnya.
“Masih lama, Putri,” jawab Dreya.
“Sayang sekali,” gumam Liora. “Aku tak sabar menunggunya.”
“Kenapa, Putri?” tanya Vaelis penasaran.
Liora tersenyum lembut. “Karena saat bulan purnama muncul… aku menunggu mutiara berhargaku.”
Kedua dayangnya saling pandang, tak mengerti maksudnya. Tapi mereka tahu, Putri Liora selalu punya cara sendiri dalam memaknai hal-hal yang misterius.
Malamnya, setelah mandi dan berpakaian bersih, Liora duduk di ruang makannya. Piring-piring berisi makanan lezat berjejer di hadapannya.
“Pelan-pelan, Putri,” kata Dreya cemas, melihat Liora makan dengan semangat luar biasa.
“Aku ingin makan sepuasnya,” kata Liora dengan mulut penuh.
Vaelis menahan tawa. “Kalau kau tersedak, kami yang akan disalahkan.”
Liora hanya tertawa kecil, melanjutkan makannya sampai habis. Setelah itu ia berbaring di tempat tidur, menarik selimut lembut dari kain hitam.
Namun sebelum matanya terpejam, suara dalam hatinya terdengar.
“Apakah kau sudah tidur, Putri Liora?” suara Raja bergema lembut di benaknya.
Liora membuka matanya, menatap langit-langit. Ia menjawab dengan suara hati, Belum, tapi sebentar lagi. Ada apa, Yang Mulia?
“Tidak apa-apa,” balas Raja. “Tidurlah dengan nyenyak.”
Liora menghela napas. Tanpa kau suruh pun aku akan tidur nyenyak. Tiga malam aku tidak bisa tidur karena kau!
Ia menutup matanya rapat-rapat, tapi di sudut bibirnya muncul senyum kecil. Entah kenapa, kali ini suara Raja di kepalanya terasa… menenangkan.
krn di dunia nyata kamu g diperhatikan, g disayang
apa mungkin bgmn cara'a spy kembali ke dunia sebenar'a, bgtukah thor🤭💪