NovelToon NovelToon
LUKA YANG TAK TERLIHAT

LUKA YANG TAK TERLIHAT

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Single Mom
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: Reetha

Hai.. aku balik nulis lagi setelah menghilang hampir 4 tahun. semoga kalian bisa menemukan serta bisa menerima kehadiran karya ini ya...

Rania dan Miko, bukan pasangan masalalu. Mereka saling membenci. Rania memiliki sifat jahat di masa lalu. Namanya di blacklist hingga jatuh sejatuh-jatuhnya, dibuang ke tempat asing, lahirkan anak kembar hingga menikah dengan orang yang salah, siksaan mental dan fisik ia terima selama 4 tahun. Menganggap semua itu Karma, akhirnya memilih bercerai dan hidup baru dengan putra-putrinya. Putranya direbut ibu Miko tanpa mengetahui keberadaan cucu perempuan, hingga berpisah bertahun-tahun. Si kembar, Alan-Chesna tak sengaja bertemu di SMA yang sama.

Gimana kisah lengkapnya?

Selamat membaca yaa...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reetha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 24

Di kamar kosnya yang sepi, layar ponsel Chesna berkedip. Hatinya berdebar, setengah berharap jawaban dari Mamanya akan membawa kejelasan. Dengan cepat ia membuka pesan itu.

“Sayang, Mama akan jelaskan nanti. Tolong bersabar sebentar lagi. Jangan menangis sendiri, ya. Kamu kuat, Nak. Mama selalu mencintaimu.”

Chesna membacanya berulang kali, seolah kata-kata itu bisa berubah jika ia menatap lebih lama. Tapi kalimatnya tetap sama, singkat, menenangkan, tapi… menghindar.

Air matanya kembali jatuh. “Mama… kenapa jawabnya begini aja?” bisiknya, nyaris tak terdengar.

Ia melempar tubuhnya ke kasur, menatap langit-langit kamar. Bersabar? Sampai kapan? Kenapa Mama nggak bisa bicara terus terang?

Tangannya mengepal di atas dada. Rasa rindu pada Alan semakin menjadi-jadi. Ia ingin berlari sekarang juga, mengetuk pintu rumah Alan, dan menuntut jawaban langsung. Tapi logika kecil di kepalanya menahan langkah itu.

Kalau Alan benar hidup sama Papa… berarti aku nggak punya siapa-siapa lagi selain Mama. Tapi kalau Mama sendiri masih menyembunyikan semuanya dariku… aku harus percaya sama siapa?

Ia bangkit, mengambil buku catatan kecil yang biasa dipakai menuliskan isi hatinya. Dengan pena bergetar, ia menulis:

"Aku sudah lihat kebenarannya. Alan bersama Papa. Mama masih belum jujur. Tapi aku akan cari tahu sendiri."

Usai menulis, ia menutup buku itu erat, seakan menyegel tekadnya sendiri. Lalu ia memeluk bantal, mencoba tidur meski hatinya penuh gejolak.

Namun sebelum matanya terpejam, satu kalimat berulang-ulang terdengar di telinganya, Alan manggil Miko… “Papa.”

Itu saja sudah cukup untuk membuat tidurnya malam itu dipenuhi air mata.

Air mata Chesna belum juga berhenti, meski pesan Mama masih ia genggam erat di layar ponsel. Rasa sesak itu menekan dada, seperti ada batu besar menghimpit.

Ia memeluk lutut di tepi ranjang, lalu berbisik pada dirinya sendiri, “Kalau memang Alan sudah bahagia sama Papa, berarti aku nggak boleh ganggu hidupnya. Aku… harus bisa ikhlas.”

Pandangannya beralih pada catatan kecil yang tadi ditulisnya. Perlahan, ia menyobek halaman terakhir yang berisi tekad untuk mencari tahu dan meremasnya sampai hancur. “Nggak, aku harus kuat. Aku nggak boleh terus berharap.”

Hatinya masih memberontak, masih rindu, masih ingin berteriak. Tapi Chesna menekan itu semua. Ia menarik napas panjang, menengadah ke langit-langit kamar.

“Aku punya Mama. Itu sudah cukup. Kalau harus melupakan Alan demi kebaikan keluarga kecil ini… aku akan coba. Meski sakit, aku harus coba.”

Matanya kembali basah, tapi kali ini ia tersenyum kecil di balik tangis. Sebuah senyum getir pertanda tekad yang setengah patah, setengah bertahan.

Malam itu, sebelum terlelap, ia menulis satu kalimat terakhir di catatan barunya.

"Mulai besok, aku akan berjalan tanpa menoleh ke belakang."

___

Esok paginya, udara dingin masih menusuk ketika Chesna melangkah ke gerbang sekolah. Rambutnya dikuncir seadanya, wajahnya terlihat biasa saja, tapi di balik itu, ada pertempuran batin yang tak henti-hentinya ia lawan.

Di koridor, ia sempat melihat sekilas Alan berjalan bersama beberapa temannya. Suara tawa Alan jelas terdengar, membuat dadanya kembali sesak. Otomatis langkahnya sempat terhenti. Ada dorongan kuat untuk memanggil, seperti kemarin. Tapi kali ini, Chesna menggenggam erat tali ranselnya.

"Aku harus kuat. Dia bukan milikku lagi," batinnya berulang kali.

Ketika Alan tak sengaja menoleh ke arah yang sama, Chesna buru-buru menunduk, pura-pura sibuk dengan ponsel. Ia menahan napas, berharap tatapan itu tidak berhenti padanya.

Shenia yang tiba-tiba muncul dari samping langsung merangkul bahu Chesna.

“Eh, tumben kamu pagi banget,” katanya ceria.

Chesna tersenyum tipis. “Iya, sekalian ngerjain tugas di perpustakaan.”

Padahal hatinya baru saja goyah. Tapi ia berusaha menutupi itu semua dengan jawaban ringan.

Sepanjang hari, Chesna benar-benar menjaga jarak. Saat berpapasan dengan Alan di kantin, ia pura-pura tidak melihat. Saat Alan berdiri cukup dekat di depan rak perpustakaan, Chesna memilih memutar arah.

Namun, yang tidak ia sadari, tatapannya yang sekilas tetap menusuk Alan, membuat Alan sesekali menoleh heran, seakan merasakan sesuatu yang hilang dan sulit dijelaskan.

Di dalam hati, Chesna menegaskan sekali lagi.

"Kalau ini jalan terbaik, aku harus belajar melupakanmu, Alan."

Suasana siang itu tenang, langit sedikit berwarna jingga. Chesna dan Shenia duduk di bangku taman sekolah setelah jam pelajaran selesai. Shenia membuka botol minumannya lalu menoleh antusias ke arah Chesna.

“Eh, Ches, aku mau ngajak kamu sesuatu. Dua hari lagi kakak sepupuku ulang tahun. Pesta kecil sih, tapi pasti rame, banyak makanan enak juga.” Shenia tersenyum lebar, matanya berbinar.

Chesna sedikit kaget, ragu-ragu. “Pesta? Maksudnya, aku ikut?” Seumur hidup, ia belum pernah mendatangi pesta ulang tahun.

“Iya lah! Kamu harus ikut. Aku gak mau datang sendirian. Lagi pula, kan kamu temen baik aku sekarang.” Shenia merengek manja, menarik tangan Chesna seolah tak mau menerima penolakan.

Chesna tersenyum tipis, tapi ada keraguan yang jelas di matanya. Pesta, dunia ramai, orang-orang asing semua itu bukan dunianya. “Aku… nggak tahu, Shen. Aku belum pernah datang ke pesta seperti itu.”

“Justru itu! Biar pengalaman baru buat kamu.” Shenia menepuk bahunya, semangat. “Nggak usah takut, aku bakal nemenin terus. Lagian, sepupuku orangnya baik kok, dan tamu-tamunya juga anak-anak SMA kayak kita.”

Chesna menarik napas, menatap Shenia yang begitu meyakinkan. Ada rasa sungkan untuk menolak terlalu keras, apalagi Shenia selalu baik padanya.

“Baiklah… aku coba datang. Tapi jangan ninggalin aku sendirian, ya.” Suaranya pelan tapi tulus.

Shenia langsung bersorak kecil. “Yesss! Deal! Jangan khawatir, aku janji nggak bakal ninggalin kamu.”

Mereka pun tertawa bersama, meski di hati Chesna masih ada rasa canggung. Ia bertanya-tanya, apa yang akan menunggunya di pesta itu dan mengapa hatinya mendadak berdebar tak tenang.

Seperti biasa, jalanan sore itu cukup ramai. Angin bertiup lembut, menerbangkan helai rambut Chesna yang berjalan pelan di trotoar sambil menenteng tas sekolah. Wajahnya terlihat lelah, tapi juga penuh dengan sesuatu yang berat di dalam hatinya.

Sebuah mobil hitam melambat di sampingnya. Jendela kaca perlahan turun, menampilkan sosok Miko di kursi penumpang. Tatapannya langsung jatuh pada gadis itu.

“Chesna?” panggil Miko, suaranya datar tapi jelas terdengar di tengah deru kendaraan.

Chesna menoleh kaget, jantungnya seperti berdegup lebih cepat. “O-om Miko?” suaranya ragu.

“Kenapa jalan kaki sendirian? Ayo naik, Om antar pulang,” tawar Miko sambil sedikit mengisyaratkan pintu mobil.

Namun, alih-alih merasa terbantu, Chesna justru menunduk. Senyumnya kaku. “Terima kasih, Om. Aku… aku lebih suka jalan kaki. Lagian rumah kosku dekat.”

Miko memperhatikan perubahan sikap itu. Ia mengernyit, heran. Di pertemuan sebelumnya gadis ini selalu ceria, mudah menyapa, bahkan terlihat hangat saat berbincang dengannya. Sekarang, tatapan Chesna tampak menghindar, penuh keraguan.

“Kamu yakin?” Miko mencoba lagi, nadanya lebih lembut. “Jalanan rame begini, nggak nyaman juga buat anak cewek. Om bisa—”

“Tidak usah, Om.” Chesna buru-buru memotong, lalu tersenyum tipis yang tampak dipaksakan. “Aku baik-baik saja.” seolah menjelaskan bahwa jalanan ini sudah akrab dengannya.

Keheningan singkat tercipta. Miko menatapnya lebih lama, mencoba membaca sesuatu di balik wajah remaja itu. Ada jarak yang tiba-tiba terbentang, sesuatu yang membuat dadanya sesak tanpa sebab.

“Baiklah,” ucapnya akhirnya, meski jelas masih menyimpan tanya. “Hati-hati, ya, Ches.”

Chesna mengangguk cepat, lalu melangkah lebih cepat meninggalkan mobil itu. Miko hanya bisa menatap punggungnya yang menjauh, sementara hatinya dihantui rasa aneh: kenapa gadis itu kini seakan menjauh darinya?

___

Boleh kasi like ya guysss. makasiiii…

1
septiana
biarkan Chesna sendiri dulu Alan. kalau emosinya sudah mereda baru kamu ngomong baik2 sama dia. jelaskan sama dia kalau kamu masih peduli dan sayang sama dia.
septiana
kemana shenia??? apa dia dilarang mamanya??🤔
septiana
bukan kamu yg di musuhin Chesna,tapi Chesna yg bakal di musuhin cewek 1 sekolah
septiana
kamu jangan kawatir Alan bakal nikung kamu Gideon.. karena Chesna itu saudara kembarnya Alan
Nurlaila Ikbal
jangan lama2 thor buat chesna kumpul bareng mm nya
septiana
Miko, Chesna itu juga anak mu. jangan lihat dia sebagai musuh hanya karena Alan begitu peduli.. suatu saat kamu akan menyesal karena menganggap Chesna sebagai ancaman.
Adinda
seharusnya kamu melindungi adikmu alan walau bahaya sekali pun bagaimana perasaan mommy mu kalau tau kamu gagal melindungi adikmu
septiana
yap bener kata shenia,kamu itu harus PD Chesna..
septiana
Miko sudah mulai melunak,tapi masih banyak yg harus di pikirkan Rania.
Nurlaila Ikbal
sedih banget dengan nasib chesna
Reetha: Makasih kk udah baca kisah ini. Ayok lanjut ya kk
total 1 replies
Adinda
aku gak rela kalau rania sama miko Sudah cukup penderitaan rania atas perbuatan miko lebih baik rania sama pria yang lebih dari miko
Reetha: Makasih atas komennya ya kk😍😍😍
total 1 replies
septiana
pasti sedih banget sudah didepan mata tapi seperti ada tembok tinggi yg menghalangi.. untuk Alan Chesna sabar ya semua akan indah pada waktunya. walaupun jalannya tak semudah itu.
Daulat Pasaribu
sedihnya rania sama anak anaknya
Daulat Pasaribu
kok bisa si rania dapat kehidupan yg menyakitkan,kesalahan apa yg di perbuatnya sampai vertahun tahun hidup di dalam penderitaan
Reetha: Makasih udah mampir ya kak. Silakan panjut baca kk🥰🥰
total 1 replies
septiana
apa ya yg akan dikatakan Lila??🤔
septiana
sebenarnya kamu sendiri yg membuat Chesna terasa menjauh... ya,karena Alan. sekarang Chesna sudah tau siapa kamu Miko.
septiana
akhirnya Chesna tau masa lalu itu.. sabar ya Chesna tunggu ibu mu menjelaskan semuanya. kalau sampai Miko tau kamu juga anaknya bisa bisa kamu juga diambil sama dia.
septiana
hadeh udah ketemu di depan mata, malah begini jadinya. Alan pura2 ga kenal untuk melindungi Chesna apa ya🤔ah ditunggu aja kelanjutannya...
Reetha: Silakan ditunggu kk😍
total 1 replies
septiana
udah mulai ada rasa nih Gideon sama Chesna.. bener kata shenia,kamu jangan ganggu Chesna karena hidupnya tidaklah mudah.
septiana
ternyata seorang Chesna bisa mengganggu pikiran Gideon. sayangnya Chesna ga merasa diperhatikan malah Gideon yg kelabakan sendiri..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!