Erlin, gadis mandiri yang hobi bekerja di bengkel mobil, tiba-tiba harus menikah dengan Ustadz Abimanyu pengusaha muda pemilik pesantren yang sudah beristri.
Pernikahan itu membuatnya terjebak dalam konflik batin, kecemburuan, dan tuntutan peran yang jauh dari dunia yang ia cintai. Di tengah tekanan rumah tangga dan lingkungan yang tak selalu ramah, Erlin berjuang menemukan jati diri, hingga rasa frustasi mulai menguji keteguhannya: tetap bertahan demi cinta dan tanggung jawab, atau melepaskan demi kebebasan dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Kyai Abdullah dan Umi Farida telah sampai di rumah Abimanyu.
Kyai Abdullah melihat Abimanyu, Erlin dan Riana yang sudah duduk di ruang keluarga.
"Astaghfirullah, ada apa ini?" tanya Kyai Abdullah saat melihat tubuh Riana penuh dengan luka.
Abimanyu menundukkan kepalanya dan mengatakan kalau ia yang telah memukul Riana yang telah melakukan zina dengan Hayden.
Umi Farida langsung membela Riana dan mengatakan kalau itu akal-akalan Erlin agar Abimanyu memukul Riana.
"Wanita kampungan! Kamu hanya bisa menghancurkan rumah tangga Riana!"
Kyai Abdullah menatap tajam ke arah Umi Farida, suaranya lantang namun tetap tenang.
“Farida, jaga lisanmu! Jangan asal menuduh tanpa bukti. Erlin ini istri sah Abimanyu, tidak sepantasnya kau rendahkan begitu.”
Umi Farida tersentak, wajahnya memerah karena malu.
“Tapi Kyai, saya yakin semua ini pasti ulah Erlin! Riana itu perempuan baik, dia tidak mungkin—”
“Cukup!” potong Kyai Abdullah dengan suara yang tegas.
“Riana, katakan yang sebenarnya. Jangan sampai fitnah berlarut-larut. Apakah betul apa yang dikatakan suamimu?”
"Itu tidak benar, Kyai. Erlin yang menjebak saya. Dia mengatakan kalau ada sesuatu yang ingin dibicarakan."
Erlin menggelengkan kepalanya dan meminta Riana untuk tidak memfitnahnya.
"Demi Allah, aku tidak pernah menjebakmu, Riana. Aku hanya lewat di belakang kelas dan melihat sendiri kalau kamu melakukan itu bersama Hayden. Aku punya buktinya.”
Erlin mengambil ponselnya dan memberikan isi rekaman itu.
Di layar jelas terlihat Riana bersama Hayden di dalam kelas kosong, dengan sikap yang tidak pantas.
Kyai Abdullah menghela napas panjang, wajahnya berubah tegas ketika menatap layar ponsel yang memperlihatkan bukti tak terbantahkan.
“Naudzubillah Riana, ini bagaimana? Masihkah kamu ingin mengelak?” ucap Kyai Abdullah dengan suara berat.
Riana menundukkan wajahnya dalam-dalam, air matanya jatuh membasahi pipi.
Suasana hatinya campur aduk antara malu, takut, dan marah karena kebohongannya terbongkar.
Umi Farida yang tadi membela Riana langsung terdiam, wajahnya pucat pasi.
Ia tak menyangka Erlin benar-benar membawa bukti.
“Riana, Kamu istri seorang ustadz, istri seorang pemimpin. Bagaimana bisa melakukan perbuatan sehina ini?”
Riana menangis tersedu, tapi tidak bisa berkata apa-apa.
"Abimanyu, sekarang apa yang kamu inginkan dengan keluarga kamu?" tanya Kyai Abdullah.
"Abi, aku akan menjatuhkan talak tiga kepada Riana, Bi." jawab Abimanyu.
“Bi! Jangan, ceraikan aku, Bi! Aku masih istrimu! Aku masih sayang sama kamu!”
Ia meraih ujung baju Abimanyu sambil menangis tersedu-sedu.
Air mata Riana bercucuran, tangannya bergetar sambil memegangi ujung baju Abimanyu.
Namun Abimanyu menatap lurus ke depan, wajahnya tegas meski matanya masih menyimpan luka yang dalam.
“Ri, cukup. Rasa sayang dan cintaku padamu sudah kamu khianati. Bagaimana mungkin aku mempertahankan rumah tangga yang penuh dengan pengkhianatan? Talak yang aku jatuhkan bukan karena aku benci, tapi karena aku ingin menjaga kehormatan keluarga ini.”
Riana terisak makin keras, tubuhnya melemas di lantai.
“Tidak Bi! Jangan lakukan ini. Aku menyesal. Aku benar-benar menyesal."
Kyai Abdullah menatap Abimanyu lama, lalu berkata dengan suara dalam,
“Anakku, talak itu perkara serius. Sekali terucap, tidak main-main. Kamu benar-benar sudah mantap dengan keputusanmu?”
Abimanyu menunduk sebentar, lalu menghela napas berat.
“InsyaAllah, Kyai. Aku sudah mantap. Aku tidak ingin ada kebohongan dan dosa besar di dalam rumah tanggaku. Erlin berhak mendapatkan ketenangan, bukan rumah tangga yang dipenuhi api fitnah dan zina.”
Erlin yang sejak tadi terdiam, kini matanya berkaca-kaca.
Ia menunduk, hatinya perih menyaksikan semua ini, meski bagian dirinya lega karena kebenaran akhirnya terungkap.
Umi Farida masih berusaha membela, suaranya bergetar.
“Kyai, tapi tidak bisakah Riana diberi kesempatan? Semua orang bisa khilaf." ucap Umi Farida.
“Farida, khilaf bukan berarti mencari dosa di balik kelas kosong, lalu mengulanginya dengan kesadaran penuh. Ini bukan sekadar khilaf, ini pengkhianatan. Apalagi dia istri seorang ustadz.”
Riana menutup wajahnya dengan kedua tangan, tangisnya pecah semakin keras.
Kyai Abdullah bangkit dari duduknya, menatap semua yang ada di ruangan.
“Mulai malam ini, Riana tidak lagi tinggal di rumah ini. Biar keluarganya yang menjemput. Dan Abimanyu, kamu harus tetap sabar. Jangan biarkan amarah menguasaimu lagi. Allah sedang menguji kesabaranmu.”
Abimanyu mengangguk dengan mata berkaca-kaca.
“Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Semoga Allah memberi kita semua kekuatan.”
Erlin pelan-pelan menggenggam tangan suaminya, berusaha memberi ketenangan di tengah badai besar yang baru saja menimpa rumah tangga mereka.
"Puas kamu, Lin? Kamu sudah menghancurkan rumah tanggaku. Kamu pasti sangat bahagia karena Abi sekarang memihak kamu." ucap Riana.
"Rin, harusnya kamu itu instrospeksi diri kamu! Bukan menyalahkan Erlin. Walaupun kita sudah bercerai, Abi memperbolehkan kamu bekerja di pondok!"
Riana langsung tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan dari Abimanyu.
"Untuk apa lagi aku bekerja disana lagi, Bi? Semuanya sudah direbut oleh istri muda kamu!"
Abimanyu menatap Riana yang masih menangis bercampur amarah.
Suaranya tegas namun tetap berusaha menahan gejolak di dada.
“Riana, dengar baik-baik. Tidak ada yang direbut dari kamu. Justru kamu sendiri yang melepaskan semuanya dengan pengkhianatanmu. Erlin tidak pernah merebut apa pun, dia hanya berusaha jadi istri yang baik. Jangan salahkan dia atas kesalahanmu.”
Riana menoleh tajam ke arah Erlin, matanya penuh dendam meski air matanya terus jatuh.
“Kalau bukan karena dia, aku nggak akan begini, Bi! Dia selalu terlihat lebih baik, selalu dapat perhatian. Aku sakit hati dan aku akan membalas kalian semua!"
Riana berlari keluar rumah dengan langkah gontai, wajahnya penuh air mata bercampur amarah.
Pintu rumah tertutup keras di belakangnya, meninggalkan keheningan yang menegangkan.
Erlin menundukkan kepala, perasaannya campur aduk.
Ia tidak pernah bermaksud menghancurkan rumah tangga siapa pun, namun kenyataan memaksanya menjadi saksi dan penyampai kebenaran.
Abimanyu menghela napas berat, lalu menatap Kyai Abdullah dengan wajah penuh beban.
“Kyai, maafkan saya. Saya gagal membimbing keluarga saya. Saya terlalu sibuk bekerja, sementara rumah tangga saya sendiri hancur berantakan.”
Kyai Abdullah menepuk pundak Abimanyu dengan lembut.
“Anakku, jangan katakan begitu. Semua yang terjadi adalah takdir Allah. Tugas kita adalah mengambil hikmah. Jadikan ini pelajaran agar engkau lebih berhati-hati menjaga amanah rumah tangga. Dan jangan biarkan Erlin ikut menanggung luka yang bukan kesalahannya.” ucap Kyai Abdullah.
Erlin yang mendengar langsung menitikkan air mata.
Ia merasa Kyai Abdullah seperti ayah yang menenangkan kegundahannya.
“InsyaAllah, Kyai,” jawab Abimanyu lirih.
Umi Farida bangkit sambil tersenyum sinis ke arah Erlin.
"Kalian berdua sudah dibutakan oleh wanita kampungan itu." ucap Umi Farida yang kemudian pergi dari rumah Abimanyu