NovelToon NovelToon
Mengejar Cinta Tetangga Tampan

Mengejar Cinta Tetangga Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Murni / Romansa / Idola sekolah
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Story Yuu

Kiara dan Axel berteman sejak kecil, tinggal bersebelahan dan tak terpisahkan hingga masa SMP. Diam-diam, Kiara menyimpan rasa pada Axel, sampai suatu hari Axel tiba-tiba pindah sekolah ke luar negeri. Tanpa memberitahu Kiara, keduanya tak saling berhubungan sejak itu. Beberapa tahun berlalu, dan Axel kembali. Tapi anak laki-laki yang dulu ceria kini berubah menjadi sosok dingin dan misterius. Bisakah Kiara mengembalikan kehangatan yang pernah mereka miliki, ataukah cinta pertama hanya tinggal kenangan?

*
*
*

Yuk, ikuti kisah mereka berdua. Selain kisah cinta pertama yang manis dan menarik, disini kita juga akan mengikuti cerita Axel yang penuh misteri. Apa yang membuatnya pindah dan kembali secara tiba-tiba. Kenapa ia memutus hubungan dengan Kiara?.

MOHON DUKUNGANNYA TEMAN-TEMAN, JANGAN LUPA LIKE, DAN KOMEN.

Untuk menyemangati Author menulis.

Salam Hangat dari tanah JAWA TENGAH.❤️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Story Yuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24 Tamparan Seorang Ayah

Sebuah sedan hitam terparkir di luar gerbang sekolah. Seorang pria paruh baya turun dari mobil itu, mengenakan jas hitam rapi, jam tangan mahal membalut pergelangan tangannya.

Sepulang sekolah, Axel menghampiri pria itu, rupanya ia adalah Adi ayahnya. Adi meminta Axel masuk ke mobilnya dan membawanya pergi, Kiara tak sengaja melihatnya, ia memicingkan mata curiga.

“Kemana Axel? Siapa pria itu?” gumamnya penasaran, ia hanya terdiam menatap sedan yang melaju melewatinya.

Sesampainya di rumah, Kiara langsung bertanya pada Widia, ia menjelaskan bahwa melihat Axel bersama seorang pria dan masuk ke mobil mewah.

“Kamu nggak kenal pria itu?” tanya Widia dengan santai.

“Siapa tante?” sahut Kiara, alisnya terangkat penasaran.

“Itu om Adi, ayah Axel,” jawab Widia, “Axel sudah bilang kalau mau ke rumah ayahnya hari ini.”

Kiara ternganga, bisa-bisanya dia tidak mengenali calon ayah mertuanya. “Om Adi? Sudah lama nggak ketemu, Ara sampe pangling,” balasnya sambil nyengir.

Widia tersenyum tipis. “Kenapa? Kamu pikir Axel diculik?” godanya bercanda.

Kiara malah tertawa kikuk, memang, ia sempat berpikir Axel dibawa oleh orang yang tak dikenal.

****

Di sisi lain kota. Hari menjelang malam, di rumah Adi, Axel duduk diam di ruang makan, ditemani oleh ayah, oma dan opa nya. Makan keluarga, tapi suasana terasa menegang seolah sedang di medan perang.

“Bagaimana sekolahmu?” tanya Adi, memecah ketegangan.

Axel menoleh singkat, menatap wajah ayahnya. “Baik,” jawabnya datar.

“Axel… kenapa kamu nggak tinggal di sini saja, pindah ke sekolah yang lebih bagus,” ucap Risma, omanya, ia meminta Axel untuk meninggalkan ibunya.

“Nggak oma, Axel suka di sana,” jawabnya tanpa menengok pada omanya.

“Ada apa dengan bicaramu, di mana sopan santunmu?” sela Surya, sang opa, menatap tajam pada Axel yang sedari tadi menunduk tanpa menatap lawan bicaranya.

“Sudah, Pa,” sahut Adi, berusaha menenangkan ayahnya.

Sementara itu, Axel hanya terdiam di sana, sebenarnya ia malas datang ke rumah itu. Rumah yang menjadi akar hancurnya keluarganya.

Risma sejak awal tak menyetujui pernikahan Adi dan Widia, ia tak pernah akur dengan menantunya, bahkan setelah memiliki cucu, tanpa iba Risma mengusir Widia dari rumah itu.

Surya pun sama, bukannya menjadi penengah ia malah turut memaki menantunya dan menuduhnya telah mencuci otak anak laki-lakinya. Meski masih kecil saat itu, namun ucapan dan makian mereka melekat di ingatan Axel.

Adi, sebagai suami pun bukanya membela, ia malah meminta Widia untuk tinggal dan mengurus anak sendirian. Sementara ia masih tetap menikmati hidup enak bersama orang tuanya.

Begitulah silsilah keluarga Axel. Orang tuanya tidak bercerai, hanya memilih tinggal terpisah. Memiliki seorang ayah yang patriarkis membuatnya tumbuh dalam tekanan, sementara ibunya lebih banyak diam dan menahan diri.

“Sudah mama bilang untuk segera menjemput Axel, lihat, ibunya sama sekali nggak becus mendidik anak,” cetus Risma, ucapannya langsung menghantam perasaan Axel.

“Oma,” ucap Axel, kali ini mengangkat wajahnya dengan tegap. Tatapannya lurus, penuh keberanian.

“Mungkin Axel yang kurang baik, maaf. Tapi jangan pernah hina Mama. Mama nggak pernah salah mendidik Axel.”

Suara itu serak, namun setiap kata keluar dengan penekanan, seakan menampar meja makan yang sejak tadi dipenuhi ketegangan.

“Lihat, Adi! Dia bahkan berani melotot pada Omanya!” seru Risma, wajahnya memerah oleh emosi. “Istrimu itu… jelas-jelas pengaruh buruk!”

“Oma!” Axel tiba-tiba menggebrak meja, membuat piring dan gelas bergetar. Tatapannya tajam menusuk ke arah Risma.

“Jangan bawa-bawa Mama lagi!”

Suara Axel pecah, tapi tegas. Ruang makan yang tadinya sudah tegang kini berubah jadi mencekam, seolah waktu berhenti setelah gebrakan itu.

“Kurang ajar!” bentak Adi sambil berdiri dari kursinya. Dalam sekejap, tangannya melayang keras ke pipi Axel.

Plak! Suara tamparan itu menggema di ruang makan, membuat semua orang terdiam.

“Berani sekali kamu membentak Oma!” Adi menatap putranya dengan mata menyala. “Selama kamu masih pakai nama keluarga ini, belajar hormat pada orang tua!”

Axel terdiam, pipinya panas memerah, tapi matanya tetap menahan air. Ia tidak menunduk, tidak juga minta maaf, hanya menatap balik ayahnya dengan amarah yang tertahan.

Axel menelan ludah. “Aku nyesel ikut Papa datang ke rumah ini,” bisiknya nyaris tak terdengar.

Pemuda itu langsung berbalik pergi, tanpa kata, tanpa berpamitan. Ia keluar dengan tergesa.

Adi mengejarnya. “Axel… dengar Papa nggak bermaksud,” ucapnya berusaha menahan Axel, tapi Axel tetap melangkah dengan yakin tanpa menoleh lagi.

Akhirnya Adi berhasil meraih tangan putranya, namun Axel menepisnya dengan keras. “Pa!” teriaknya, mengejutkan Adi. “Boleh aku minta satu hal? Ceraikan Mama, biarkan kami hidup damai,” ujar Axel dengan lantang, detik itu juga ucapannya sangat menampar hati ayahnya.

Adi tertegun, ia tak bergeming mendengar ucapan anaknya. Sementara Axel melangkah pergi dengan napas terengah karena emosi.

****

Di sisi lain, Kiara tengah gelisah mondar-mandir di teras rumah.

“Ara… kamu nunggu Axel?” tanya Widia yang menyadari tingkah aneh gadis itu.

“Itu…” jawab Kiara sambil menggaruk tengkuknya.

“Tenang aja, Axel bukan anak kecil,” sahut Widia berusaha menenangkan Kiara yang tampak cemas akan Axel.

“Tante, Ara… mau ke toserba dulu ya,” ucap Kiara tiba-tiba sambil meraih tas kecilnya.

Widia menatap heran. “Jam segini? Mau beli apa?”

Kiara hanya nyengir, mengelak dengan senyum. “Sebentar aja kok, Tante.”

Widia sempat mendesah pelan, lalu mengangguk. “Ya sudah, jangan lama-lama.”

“Siap, Tante!” sahut Kiara, lalu bergegas keluar.

Udara malam langsung menyambutnya, sedikit lembab tapi cukup segar. Lampu jalan berderet redup, sementara ia jalan sendirian, papan neon toserba sudah terlihat di ujung jalan. Kiara mempercepat langkah, merapatkan jaket tipisnya.

Beberapa menit kemudian, ia tiba di depan pintu toserba. Ia bergegas masuk dan mulai memilih camilan dan beberapa minuman.

Setelah membayar, Kiara melangkah keluar. Ia duduk sebentar di teras sana, ingatan kecil muncul di benaknya. Pria yang menggendongnya saat terluka, merawatnya dengan lembut malam itu, pikirannya berputar tentang Axel.

Kiara menghela napas pelan. “Entah sedang apa dia, kenapa lama sekali pulangnya,” gerutunya yang sedari tadi menunggu kepulangan Axel.

Akhirnya ia berdiri, menyeret langkah pelan menuju ke rumah. Di pinggir jalan, Kiara melihat sebuah taksi melintas, lalu berhenti tak jauh dari tempatnya berdiri.

Axel keluar dari taksi itu, Kiara sontak melotot seolah tak percaya melihat Axel yang baru saja dibicarakannya.

“Axel!” serunya sambil berlari kecil menghampiri pria itu.

Axel mengangkat alisnya, ia segera mengalihkan wajahnya enggan menatap Kiara.

“Kenapa naik taksi? Om Adi nggak anterin?” tanya Kiara penasaran, kenapa bukan ayahnya yang mengantar.

“Papa sibuk,” sahut Axel tanpa menoleh ke Kiara.

Kiara menyadari Axel yang sejak tadi terus menunduk, seolah berusaha menyembunyikan wajahnya. Alisnya mengerut, rasa penasaran menguasai. Ia pun melangkah ke depan pria itu, lalu sedikit membungkukkan tubuhnya.

Dengan tatapan serius, Kiara meneliti tiap sudut wajah Axel, matanya langsung membelalak saat melihat pipi Axel yang tampak merah dan bengkak.

“Axel? Pipimu?” tanyanya lirih, matanya tak lepas dari wajah pria itu.

...****************...

Bersambung...

Mohon Dukungannya Teman-teman Sekalian...

Jangan Lupa Like, Vote dan Coment! Untuk Menyemangati Penulis.

Salam Hangat Dari Author, 🥰🥰

1
Anna
alahh modus ee si Axel ..
Anna
cerita nya fress, alur nya simple sukaa pollll ..
Yuu: makasih kakak sudah mampir🥰🥰
total 1 replies
Fausta Vova
thor, bisa ga yah up tiap hari???
🤣
ak pasti menunggunya thor
Fausta Vova
jangan ribet-ribet thor
otakku baru bangun nih
Yuu: Terimakasih sudah mampir, 🥰
total 1 replies
Duane
Gila, endingnya bikin terharu.
Yuu: Terimakasih ka. nantikan update selanjutnya ya🥰
total 1 replies
Maris
Plot yang rumit tapi berhasil diungkap dengan cerdas.
Yuu: Terimakasih 🥰🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!