NovelToon NovelToon
Wanita Milik Bos Mafia

Wanita Milik Bos Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Perjodohan / Mafia / Nikah Kontrak / Persaingan Mafia / Dark Romance
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Muhamad Julianto

Rika, mahasiswi sederhana, terpaksa menikahi Rayga, pewaris mafia, untuk menyelamatkan keluarganya dari utang dan biaya operasi kakeknya. Pernikahan kontrak mereka memiliki syarat: jika Rika bisa bertahan 30 hari tanpa jatuh cinta, kontrak akan batal dan keluarganya bebas. Rayga yang dingin dan misterius memberlakukan aturan ketat, tetapi kedekatan mereka memicu kejadian tak terduga. Perlahan, Rika mempertanyakan apakah cinta bisa dihindari—atau justru berkembang diam-diam di antara batas aturan mereka. Konflik batin dan ketegangan romantis pun tak terelakkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhamad Julianto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 23

"Saya sudah membesarkan Tuan muda Rayga sejak beliau masih kecil," ucap Bibi Ranti sambil meletakkan vas bunga ke atas meja dengan hati-hati. Sambil mengambil beberapa bangku kayu taman.

"Silahkan duduk dulu saja, Nyonya". Ucap Bibi sambil merapihkan bunga yang terdapat di sekitar meja.

Rika mengangguk dan mendekat. Bibi Ranti menyingkirkan beberapa bunga dari kursi di depan Rika, lalu tersenyum lembut.

"Saya masih ingat saat pertama kali bekerja di mansion ini hingga melihat Tuan Rayga yang saat itu masih kecil... Disaat pertama kali saya melihat tuan muda, dia anak menurut bibi cukup tampan yang pernah bibi lihat," katanya dengan mata menerawang. Dan itu membuat Rika semakin penasaran dan ikut mendengarkan cerita yang akan bibi Ranti utarakan bahkan Rika tak sadar memetik satu kelopak bunga kecil dan mulai memainkannya di tangan sambil menatap ke arah bibi Ranti didepan nya.

"Tuan muda saat dulu cukup tinggi untuk anak seusianya, tidak terlalu kurus atau gemuk, dan lagi hatinya baik sekali. Sopan, hangat. Tuan muda saat sering membantu saya membersihkan mansion, bahkan saat saya berusaha melarang nya tapi ia tetap kekeh. 'Bi, biar Rayga aja yang bersihin, bibi kerjain yang lain aja, habis itu kita bisa main bareng ya sama Ibu juga', begitu katanya."

Nada suara Bibi Ranti sedikit ceria mengingatnya.

Rika tersenyum kecil saat mendengar itu, tapi dalam hatinya sulit membayangkan Rayga bisa seperti itu. Yang ia tahu, pria itu dingin, cuek, dan... kadang menyebalkan.

"Tapi semua itu berubah sejak Mendiang Refina—Ibu tuan muda meninggal," lanjut Bibi, suaranya berubah pelan dan berat. Ia menggenggam tangan Rika perlahan. "Nyonya Refina itu ibarat cahaya di rumah ini. Dia satu-satunya orang yang benar-benar menunjukkan kasih sayang ke Tuan Muda dengan tulus. Sering memeluk, membacakan buku, bahkan bermain bersama permainan yang Tuan muda inginkan bersama Bibi juga."

Rika mulai bisa membayangkan hangatnya masa kecil itu. Tapi rasa hangat itu cepat memudar saat mendengar kelanjutan ceritanya.

"Sejak Mendiang Refina tiada, senyumnya juga ikut memudar. Tuan menjadi anak lebih pendiam, bahkan kadang menatap kosong... Seperti kehilangan arah bahkan saat itu juga bibi pun merasakan apa yang tuan muda rasakan, sehingga bibi berusaha menghibur tuan muda tapi tetap saja, kesedihan nya tidak mereda dan semakin mendingin tapi ia tidak pernah sekalipun memarahi bibi, 'Ia bilang, kenapa Ibu tinggalin kita' disitu bibi hanya bisa mendengar keluhan Tuan muda saja karena bibi sendiri pun bingung da pastinya ikut bersedih. Dan saat itu pula, Tuan Besar—Ryandra ayahnya mulai bersikap makin keras, maksud bibi ke Tegas karena Tuan besar kurang menyukai anaknya yang terus menangis sepanjang hari, sebenarnya Tuan Ryandra juga sedih tapi ia berusaha berdamai pada takdir tapi berbeda dengan Tuan Muda."

Bibi Ranti menarik napas panjang sebelum melanjutkan.

"Tuan Besar—Ayahnya Rayga itu orangnya kaku dan sangat disiplin. Dia percaya bahwa seorang laki-laki tidak boleh terlalu lembek. Bahkan dia pernah memarahiku di depan Rayga, katanya aku terlalu memanjakan anaknya, karena disaat Tuan muda sering bercerita tentang sikap Tuan Besar yang menurutnya cukup galak, walaupun gaya bercerita nya sangat berubah drastis dari Tuan muda yang bibi kenal saat masih kecil"

"Bibi juga masih mengingat Tuan Besar bilang begini, 'Anak laki-laki tidak butuh dielus-elus terus, Bibi. Kau membuat dia lemah nanti.' Padahal... Rayga waktu itu baru tujuh tahun."

Rika terdiam. Ia merasa dadanya ikut sesak mendengar itu.

"Sejak saat itu, Tuan muda lebih semakin dingin. Tuan tak pernah lagi minta ditemani main, tak mau disentuh, dan sering mengurung diri di kamar. Aku tahu dia berubah... bukan karena dia mau, tapi karena dipaksa tumbuh dewasa terlalu cepat."

Bibi menatap kosong sesaat, lalu tersenyum kecil namun pahit.

"Tuan muda itu anak yang baik, Nyonya. Hatinya masih ada... tapi tertutup rapat karena kehilangan dan tekanan. Kadang bibi juga berharap... ada seseorang yang cukup sabar untuk mengembalikan cahaya kecil itu ke dalam dirinya, walaupun Tuan Muda sudah memiliki pasangan. Tapi bibi rasa sikap Tuan muda masih tidak berubah dan bibi tidak berani menyinggung akan hal itu."

Rika mengangguk pelan. Kali ini bukan karena basa-basi—tapi karena ia mulai mengerti, sedikit demi sedikit, siapa sebenarnya Rayga... dan mengapa pria itu selalu memasang tembok setinggi langit untuk menutupi dirinya.

Ia menunduk, memandangi jemarinya sendiri yang terlipat di pangkuan. Ada keheningan singkat di antara mereka. Bibi Ranti tampak menatap kosong ke arah taman kecil di luar jendela, seolah mengingat sesuatu yang jauh.

Setelah beberapa saat, bibi Ranti kembali bersuara dengan nada yang lebih lirih, hampir seperti gumaman:

"Ketika Tuan muda telah berumur belasan tahun, ia menjadi pribadi yang semakin keras dan acuh bahkan bisa dibilang Tempramental. Sedikit hal saja yang menurut nya salah bisa membuat Tuan Muda marah. Tuan muda memang tidak pernah bersikap kasar pada bibi, tapi bibi tidak bisa bilang hal yang sama untuk orang lain. Semua gurunya seolah lupa betapa cerianya dia dulu… bahkan mereka membandingkan tuan muda dengan yang dahulu.”

Rika mengusap air mata yang mulai turun di pipinya, berusaha menyembunyikannya. Membayangkan semua itu saja sudah terasa begitu kelam.

“Kasihan sekali…”

“Itulah kenapa dia jadi seperti sekarang, Nyonya,” lanjut Bibi Ranti pelan. “Tuan Besar—Ayahnya juga, dalam masa berdukanya sendiri, malah menjauh dari anaknya. Dia jadi seperti seorang Don di rumah—hanya memberi perintah dan makin kaku. Sementara Rayga yang keras kepala itu, tidak mau dengar siapa pun. Akhirnya setiap hari di rumah hanya penuh pertengkaran, teriakan, dan suara pintu dibanting. Padahal dulu rumah ini sangat tenang…”

“Sedih sekali…” kata Rika jujur sambil menahan air mata yang kembali menggenang. “Aku tidak bisa bayangkan seperti apa beratnya masa itu untuk Bibi.”

Bibi Ranti justru terkekeh pelan. “Tidak, justru sebaliknya…” ia terdiam sejenak, lalu mengusap sudut matanya yang ternyata basah. Rika baru menyadari kalau Bibi Ranti juga sempat menangis.

“Seperti yang bibi katakan, bibi bisa paham rasa sakit yang tuan muda alami, karena bibi juga pernah kehilangan seseorang." " Tapi Tuan muda itu sebenarnya anak baik, Nyonya. Jujur, baik hati… ya, memang sedikit keras kepala.”

Rika mendengar itu hanya tersenyum kecut dan tertawa bersama.

Sedikit? " Ucap Rika dengan nada candaan.

“Baiklah, mungkin banyak,” Bibi Ranti mengalah sambil tertawa.

“Beri dia kesempatan, Nyonya.”

Rika tidak terlalu setuju, tapi ia memilih tidak mengatakan apa-apa. Bagi Bibi Ranti, Rayga akan selalu menjadi anak kecil manis yang ia rawat sebelum dunia mengubahnya. Tapi Rika… ia sudah melihat sosok Rayga yang sekarang—dan sejauh ini, ia tidak yakin menyukainya.

“Terima kasih sudah menceritakan kisah Rayga ,ya Bibi” ucap Rika dengan tulus. Meski tidak mengubah pandangannya, tapi tetap menyenangkan mengetahui sisi lain dari Rayga.

“Sama-sama, Nyonya.” ucap Bibi Ranti yang ikut tersenyum.

*******

Beberapa menit setelah percakapan itu, Rika melangkah masuk ke dapur setelah selesai mandi. Rambutnya masih setengah basah, dan ia tampak lebih segar.

“Bibi Ranti, menurut Bibi… aku bisa melakukan apa ya untuk Rayga pagi ini?” tanyanya sambil membuka kulkas. “Tadi aku kepikiran mau bikin sarapan, tapi dia kan jarang makan pagi. Jadi kayaknya buang-buang waktu.”

Bibi Ranti yang sedang menguleni adonan roti mendongak dan tersenyum. “Hmm… mungkin Nyonya bisa mengajak Tuan Muda menonton film di bioskop Mansion?”

“Bioskop?” Rika mengerutkan kening, kurang puas dengan ide itu. Apalagi sejak kejadian waktu itu, Rika jadi malas mendengar kata bioskop.

“Atau mungkin berjalan-jalan keliling kompleks atau kota. Matahari baru terbit, udara masih segar.”

Rika menggeleng pelan. Semua saran itu terasa… tidak realistis untuk Rayga yang keras kepala itu. Ia hanya ingin melakukan satu hal sederhana sebelum keluar rumah pagi ini.

“Atau bersepeda juga seru loh,” tambah Bibi Ranti dengan semangat.

Rika menghela napas panjang sambil melirik kompor. “Sepertinya membuat sarapan memang satu-satunya pilihan paling masuk akal.”

Akhirnya Rika memutuskan untuk tetap membuat sarapan. Ia memotong beberapa buah segar dan memasukkannya ke dalam mangkuk, kemudian mengocok dua butir telur dan menggorengnya bersama sosis dan bacon. Terakhir, ia memanggang beberapa potong roti.

“Nyonya membuat apa?… tapi dari baunya enak banget loh nyonya,” komentar Bibi Ranti sambil mencium aroma masakan. Rika tertawa kecil.

“Aku mau ke rumah Kakek hari ini, Bi. Semoga saja Kakek sudah jauh lebih baik daripada minggu lalu,” ucap Rika sambil menerima pelukan hangat dari Bibi Ranti. Ia membenamkan wajah di bahu wanita itu, menikmati wangi khas jeruk dari tubuhnya.

“Pasti akan membaik Nyonya, asal percaya saja. Semoga hari ini menyenangkan nyonya. Sekalian membawa beberapa buah-buahan, untuk Kakek Nyonya.” Bibi Ranti menarik diri dan menyerahkan beberapa buah yang telah dibungkus rapih ke tangan Rika.

Rika mengangkat alis tapi tetap mengambilnya dengan senyum kesal yang dibuat-buat. “Baiklah, baiklah… Tapi bibi tidak perlu repot membuat parcel semacam ini. Rika bisa beli sendiri nanti”

“Sudah lah tidak perlu sungkan Nyonya, lebih baik Nyonya segera berangkat. Dan lagi Nyonya Rika, hati-hati ya di jalan nanti!”

“Bibi juga! Sampai nanti, Bibi Ranti!”

"Ya, Nyonya Selamat Tinggal!".

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!