Novel Keduabelas 🩶
Namaku Jennaira. Kisah ini adalah tentang aku yang menikah dengan seorang pria sempurna. Bertahun-tahun aku menganggapnya seperti itu, sempurna. Namun setelah menikahinya, semua berubah. Penilaianku terhadapnya yang asalnya selalu berada di angka 100, terus berubah ke arah angka 0.
Benar kata pepatah, dont judge a book by its cover. Penampilannya dan segala kemampuannya berhasil menghipnotisku, namun nyatanya hatinya tak seindah parasnya dan aku terlambat menyadarinya.
Unofficial Sound Track: Pupus
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24: Hanya Status
"Bawa baju-baju lo, sekarang kita ke Bandung," titahnya dengan wajah yang panik.
"Ke Bandung? Sekarang?" tanyaku bingung. Rencananya baru besok aku cuti dan pulang ke Bandung untuk mempersiapkan segala hal mengenai pernikahanku dengan Gaga.
"Papa masuk rumah sakit. Papa pengen ketemu sama lo. Cepetan lo beresin barang lo, gak usah banyak tanya," ujar Gaga tak sabar.
"I-iya." Aku pun segera masuk ke kamar kost ku dan mengepak beberapa baju.
Sambil membereskan pakaian, aku terpikirkan Om Haikal. Apa beliau baik-baik saja? Gaga sampai sepanik itu, aku jadi khawatir.
Kemudian singkat cerita, aku sudah berada di rumah sakit. Kami melihat Om Haikal terbaring di sebuah brangkar. Beliau tersenyum lemah melihatku dan Gaga menghampirinya.
"Kalian sudah datang?" tanyanya dengan suara yang lemah.
"Iya, Pah," ujar Gaga. "Gimana perasaan Papa?"
"Papa bahagia melihat kalian. Sebentar lagi Papa akan melihat kalian menikah. Sampai hari itu, Papa akan bertahan," ujarnya lirih.
"Papa jangan ngomong gitu. Papa akan ada terus bahkan setelah aku nikah. Papa akan panjang umur, Pah."
Suara Gaga bergetar. Wajahnya yang selalu nampak dingin, kini nampak tak berdaya. Aku sangat paham. Sejak usianya 10 tahun, ia hanya memiliki Om Haikal. Gaga ataupun Om Haikal tak pernah bercerita mengenai ibu dari Gaga. Masih ada atau sudah meninggal, aku tidak tahu.
Kemudian rangkaian pernikahan pun dimulai. Acara siraman, pengajian, hingga akhirnya hari pernikahan pun tiba. Ku tatap pantulan wajahku yang dihiasi make up di ruang ganti sebelum akad dilaksanakan.
Aku sudah tidak bisa mundur lagi. Sejak acara siraman, aku ingin sekali mengatakan bahwa aku keberatan dengan pernikahan ini. Namun melihat semua persiapan yang sudah semakin rampung, ayah dan ibuku yang semangat mempersiapkan pernikahan putri semata wayangnya, juga melihat kondisi Om Haikal yang semakin lemah, membuat semua kata-kata penolakan itu tertahan di tenggorokanku, tak pernah bisa ku paksa untuk keluar.
Di pagi yang tidak cerah, bahkan sedikit mendung itu pun akhirnya Gaga mengucap ijab dan qabul bersama ayahku.
Dan, sah. Aku dan Gaga pun resmi menjadi suami istri.
Bahagia dan sedih silih berganti di dalam hatiku. Aku masih tak percaya Gaga sudah menjadi suamiku. Cinta bertepuk sebelah tanganku selama kurang lebih lima belas tahun itu, sudah menjadi milikku. Namun, saat aku teringat kenyataannya, kehadiran Alleta diantara kami, bahagia itu sirna seketika.
Setelah memakai pakaian adat serba putih untuk prosesi akad, aku dan Gaga berganti pakaian menggunakan pakaian untuk resepsi. Kami disambut dengan upacara adat sunda hingga ke pelaminan. Kemudian kami mulai menerima ucapan selamat dari para tamu.
Ku perhatian sekilas, wajah Gaga tidak dingin seperti waktu kami bertunangan satu bulan yang lalu. Ia menebar senyumnya kepada para tamu. Justru aku yang rasanya tak mampu menyunggingkan senyum. Membayangkan seperti apa kehidupan rumah tanggaku dan Gaga ke depannya, membuat air mataku menggenang. Untungnya aku berhasil menahannya agar tidak jatuh.
Hingga aku melihat sosok itu. Alleta.
Sedang apa dia? Kenapa dia ada di sini? Apa Gaga mengundangnya?
Ia naik ke pelaminan bersama dengan tamu yang lainnya. Ia menyalami kedua orang tuaku dan kemudian ia berada di hadapan Gaga.
Ia tak mengatakan apapun dan langsung saja memeluk Gaga dengan kedua matanya tajam menatapku. Kemudian ia membisikkan sesuatu di telinga Gaga. Aku tak dapat mendengarnya karena suara dari musik yang mengalun cukup keras. Yang jelas aku yakin bukan ucapan selamat.
Lalu ia melepaskan pelukannya dan bergeser padaku. Alleta memelukku. Sama seperti pada Gaga, ia membisikkan sesuatu tepat di depan telingaku.
Alleta berkata, "Naira, gue ucapin selamat. Akhirnya lo bisa nikah sama cowok yang selama ini lo suka. Tapi inget ya, mungkin sekarang lo berstatus sebagai istrinya Saga, tapi hatinya Saga sampai kapanpun adalah milik gue."