Mereka sama-sama pendosa, namun Tuhan tampaknya ingin mereka dipertemukan untuk menjalani cinta yang tulus.
Raka dan Kara dipertemukan dalam suatu transaksi intim yang ganjil. Sampai akhirnya keduanya menyadari kalau keduanya bekerja di tempat yang sama.
Kara yang supel, ceria, dan pekerja keras. Berwatak blak-blakan, menghadapi teror dari mantan suaminya yang posesif. Sementara Raka sang Presdir sebenarnya menaruh hati pada Kara namun rintangan yang akan dihadapinya adalah kehilangan orang terpenting di hidupnya. Ia harus memilih antara cintanya, atau keluarganya. Semua keluarganya trauma dengan mantan-mantan istri Raka, sehingga mereka tidak mau lagi ada calon istri yang lain.
Raka dan Kara sama-sama menjalani hidupnya dengan dinamika yang genting. Sampai akhirnya mereka berdua kebingungan. Mengutamakan diri sendiri atau orang lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Two
Pria berwajah muram inilah masalahnya. Investor baru, sekaligus orang yang mengambil alih semua bisnis PT. Perusahaan ini memang awalnya milik Tantenya, lalu sang tante memilih pensiun karena usia senja, dan keponakannya ini yang diminta untuk memimpin semuanya.
Jelas… semua zona nyaman tidak berlaku di bawahnya.
Total sudah ada 200 orang di- Lay Off karena penggabungan anak usaha.
Dan Pria ini tidak ambil pusing sudah bekerja berapa lama, kontribusi untuk perusahaan apa saja.
Dia tidak suka, dia pecat.
Nama pria itu Yudhistira Raka.
“Topaz Delice menunjukkan angka yang benar-benar tak wajar. Terutama di bagian Finance dan Marketingnya. Laporan dari supply pabrik menunjukan angka sesuai Ratio, tetapi di bagian Marketingnya terdapat selisih yang cukup kentara.” Staff Ahlinya, Alan, menunjukan hasil presentasi dengan kening berkerut.
“Lu ngomong gini, bukan berarti lo nggak nemu siapa tersangkanya kan?” pancing Raka sambil tersenyum sinis.
“Ya pasti ketemu lah bro tersangkanya. Masalahnya dia orang kepercayaan Tante lo dulu, sekaligus dia ada hubungan saudara samaaaa.... Hem…” Alan tidak melanjutkan kalimatnya karena termasuk ke topik tersensitif sejagat raya.
“Sama Lydia, bilang aja begitu.” gumam Raka.
“Iya, sama mantan Nyonya Yudhistira.”
“Ini nyokapnya Raidan bikin masalah aja sih, udah sah putusan sidang masih ganggu gue aje.” gerutu Raka. Suaranya pelan tapi bisa didengar peserta meeting.
“Ini harus double check, Bro.” Elang, salah satu Staff Internal Controll. “Sebelum lu bikin keputusan, tolong kasih gue waktu buat periksa hasil temuan Audit. Gimana?”
“Waktu lo 24 jam.” desis Raka. “Sementara Siti, lo bikin surat pemberitahuan untuk public mengenai penggabungan Topaz Delice dan Topaz Chemicals. Hubungi Pak Effendi dan pak… siapa tuh satu lagi pengacara rekanan kita? Setidaknya harus ada 3 orang pengacara yang mendampingi Pak Effendi.”
“Yang kerja kan cuma Pak Effendi.”
“Ya biar dia kelihatan keren dan posisi kita seakan kuat, gue mau setidaknya 3 orang pengacara.”
“Lo bayar semilyar seorang cuma buat prestise?”
“Yang akan kita hadapi adalah orang pemerintah. Gue males ribet. Kalau bisa pamer kenapa nggak? Mumpung ada budgetnya.” desis Raka. “Tiga setengah miliar cuma receh dibandingkan dengan keuntungan yang akan kita hasilkan dari kemenangan.”
“Harga mentoknya berapa?” tanya Alan.
“Hm. Budgeting 6 miliar.” deiss Raka.
“Oke, gue bakalan ke Topaz Delice untuk ke Bagian Auditnya. 24 jam, gue kasih hasilnya.” Elang langsung membereskan dokumen di depan meja meetingnya dan beranjak untuk ke kantor Cabang.
**
Gita , Kepala Divisi Anak usaha Topaz Industries yang bernama PT. Topaz Delice Aria, masuk ke dalam area kerjanya dengan panik. “Kara! Siapkan dokumen temuan per triwulan dan tahun terakhir. Puspa, kamu siapkan spreadsheet dan kesimpulan yang waktu itu kita bicarakan, dan Eris, kamu siapkan notulen meeting dengan Tim Finance dan Marketing waktu itu yang sudah ditandatangan semua orang.”
Baru saja Gita duduk di kursi kerjanya, Kara sudah datang membawa semua yang diminta.
“Hah? Sudah selesai? Belum sedetik saya minta.” Gita terbengong-bengong
Kara tersenyum maklum ke dua rekannya, Eris dan Puspa yang langsung mengangkat jempolnya tanda semangat ke Gita.
“Kami sudah siapkan dari jauh hari saat kami mendengar kabar kalau Delice dan Chemicals akan digabung. Orang dari Kantor Pusat pasti akan ke sini cepat atau lambat, Bu.” kata Kara. “Anak buah ibu ini beneran kerja, nggak cuma haha hihi sambil ngemil.”
Gita secara cepat memeriksa semua dokumen, ia buka satu persatu, ia periksa email dari Kara, dan menghela nafas lega.
“Alhamdulillah saya punya kaliaaaan!” ia tersenyum terharu.
“Kita ini seringkali dibenci semua orang gara-gara yang beginian. Jadi kami berusaha laporan selengkap mungkin disertai bukti-bukti di backup di dua server. Yang nanti akan datang Pak Alan atau Pak Elang?”
“Pak Elang dari internal Control Pusat.” Kata Gita sambil memeluk Kara. “Saya gugup, walaupun saya tahu saya benar. Tapi berhadapan dengan orang dari kantor pusat rasanya tertekan sekali dibanding menghadapi santet dari divisi lain.”
“Oh iya, tadi pagi ada tanah kuburan di depan pintu ruangan ibu,”
“Ya Ampun…” gerutu Gita sambil melepaskan pelukan Kara.
“Tenang bu, Bapaknya Eris siap sedia.” Kata Kara.
Eris memiliki orang tua yang berprofesi sebagai dukun sakti di kampung, makanya Mata Batin Eris seringkali terbuka. Masalahnya si Erisnya suka nggak ngeh dan terlalu positif thinking. Jadi pertahanan gaibnya kadang sangat lemah. Dia lihat Gita baru masuk kantor disapanya, dan ternyata Bu Gita masih di rumah. Pas Gita datang, dia kembali sapa dan dengan entengnya bilang “Ibu tadi ada dua, sekalian saya saya minta tolong yang KW untuk menghadiri Rapat Direksi agar Bu Gita yang asli bisa makan siang bareng kami.”
“Kata bapak saya, itu hanya kuburan biasa untuk menggertak. Mantranya nggak kuat.” kata Eris menanggapi tanah kuburan di depan pintu.
“Kamu buang kemana tanahnya?” tanya Gita.
“Saya campur ke tanaman di beranda, kan lumayan bisa untuk menggemburkan Gelombang Cinta.”
“Dah lah setannya pindah ke beranda. Bentar lagi kalo ada yang bundir dari sana gue nggak heran lagi.” Gumam Kara.
“Seharusnya Divisi Audit memiliki tempat sendiri di Kantor Pusat. Jadi posisinya bisa lebih secure dan lebih nyaman untuk bekerja.” gumam Gita sambil memeriksa kembali semua data. Double Check diperlukan untuk menghindari mispersepsi.
“Kita juga harus Dandan. Bu, tampang ibu berantakan.” Puspa masuk ruangan sambil menyisir rambut Gita. “Catokan ambil catokan, blownya kurang ngembang.” ia memberi instruksi ke Kara yang dengan sigap langsung mengambil catokan, dan pengharum ruangan viral.
“Cek persediaan dapur. Kopi? Teh? Jus?”
“Jus nggak perlu kali Ra.” desis Puspa.
“Justru sebagai tim Audit, kita perlu Jus, terutama Buah. Kita butuh Vitamin C dosis tinggi!” Kara memang memiliki sifat menggebu-gebu, dan ia sebenarnya tukang merajuk. Tapi jika dibutuhkan, herannya dia selalu bisa menjadi problem solving, si solusi segala masalah.
“Ya terserah lo, kan gue juga yang seneng kalo kulkas kita penuh.” kekeh Puspa.
Lalu dua orang anggota mereka masuk ke dalam ruangan dengan terburu-buru. Devan dan Kei langsung membereskan semua dokumen di meja sambil teriak. “Pak Elang datang, sama Pak Yudhis!! Mereka bareng Pak Dirut Woooy!!”
“Astaghfirullah! Pak Yudhis juga ada? Katanya cuma Pak Elang!” Bu Gita makin panik.
“Pak Yudhis yang gimana sih orangnya?” tanya Eris.
“Yang jelas dia guallak dan juuutekk buangett! Katanya kalo mecat orang nggak pake babibu!” seru Puspa sambil ikut beres-beres.
“Dia anti wanita gara-gara pernikahannya gagal 3 kali! Makanya kalian jangan pake baju yang seksi-seksi, bakalan diskors kalian!” seru Bu Gita sambil mengganti roknya dengan celana panjang.
“Duuuh jangan panik dong!!” Seru Kara kesal. “Yang kalian hadapi itu cuma manusia! Kita tuh nggak salah ngapain takut deh?! Kalo dipecat ya udah takdir anggap aja kerja di sini nggak bagus buat kesehatan mental yakin aja rejeki nggak bakalan ketuker!”
Semua diam.
Menelaah perkataan Kara.
Dan semuanya pun mengangguk membenarkan.
Ngapain ya mereka panik. Memangnya mereka berbuat salah?
“Teman-teman, saya baca di gosip bisnis, sebelum jadi Share Holder, Pak Yudhistira itu yatim piatu yang diasuh oleh Tantenya. Ekonomi mereka juga tidak sebaik sekarang! Bedanya, dia sukses lebih dulu daripada kita dengan izin Tuhan! Yakin aja kalau kita anggap dia motivator, dan bukannya Dewa, suksesnya bakalan nular ke kita. Justru Musyrik kalo kita mendewakannya!”
“Ah…Betul!!” Seru Gita sambil angkat tangan. “Semangat yuk!”
“Merdeka!” seru Kara.
“Merdeka!!” seru semua.
“Lu ngomong musrik-musrik, cupangan di leher lo tuh tutupin dulu! Yang habis maen sama gadun!” umpat Puspa.
“Njirr!” seru Kara langsung ke arah kaca.
“Jogging apa’an?! Jogging di kasur hotel lo!” gerutu Puspa.
**