Cinta Istri Kedua

" Dasar pelakor!! gak tau diri!! " umpat Wilona.

Lara dan Nila terkejut mendengar ucapan wanita yang baru saja menghampiri nya.

Sedangkan Giska sudah menangis sembari memegang pipinya yang sudah terasa panas akibat tamparan Wilona.

" Bu.. sabar bu, maksud ibu apa! " Lara sedikit menjauhkan Wilona dari Giska. " Ibu pasti salah orang.. " lanjutnya.

" Eh.. lo gak usah ikut campur ya! dan gue gak salah orang! " Wilona menunjuk ke Lara seolah memperingati. " Dia memang pelakor! "

Wilona mencengkram kedua bahu Giska. " Lo gak tau balas budi ya! teganya lo merusak rumah tangga Aurel! " sarkas Wilona.

Giska meringis kesakitan karena cengkraman Wilona sangat kuat. " Gak kak, aku gak seperti apa yang kaka pikirkan.. " ucap Giska di sertai tangisan.

Plakk

" Bulshit!! " Wilona menampar pipi Giska untuk yang kedua kalinya.

Nila yang tak tahan melihat Giska di pojokkan oleh Wilona, dengan berani dia mendorong Wilona agar menjauh dari Giska. " Eh.. sorry ya bukannya gue ikut campur, tapi gue gak suka cara lo yang kasar! seenaknya aja lo namparin Giska! mendingan lo pergi deh.. dari pada gue panggil security!! "

" Lo berani ngusir gue! " tantang Wilona. " Lo pikir lo siapa bisa ngusir gue, lo itu cuma karyawan di sini, jadi jangan belagu! " Wilona.

" Lah.. emang lo siapa, bukan pemilik perusahaan ini kan!! ngapain gue takut! " Nila.

" Udah deh, mending lo pergi.. " tambah Lara. " Gue panggil security nih.. "

Wilona geram dengan Nila dan Lara. " Awas lo ya! gue pastikan lo di depak dari perusahaan ini! Siap-siap aja lo jadi pengangguran. " ancam Wilona. Setelah itu di pergi meninggalkan mereka bertiga.

Giska masih menangis sesegukan, Nila dan Lara yang melihatnya berusaha menenangkannya.

" Gis, lo gak papa kan? " Lara mengelus punggung Giska.

" Iya Gis, gak usah di pikirin lagi tuh orang gila! " Nila.

Giska ingin menghentikan tangisannya, namun tidak bisa. Rasanya begitu menyakitkan dituduh menjadi perebut suami orang. Tamparan di kedua pipinya tak sebanding dengan sakit hatinya yang begitu perih.

Niat ingin membantu sahabat nya seolah menjadi boomerang baginya.

" Hiks.. hiks.. sakit... " Giska menepuk-nepuk dadanya. " Rasanya sakit banget.. " lirihnya.

Nila dan Lara yang melihat tangisan Giska yang begitu memilukan merasa iba.

" Gis, kita balik ke ruangan yuk.. jangan disini bentar lagi banyak yang dateng.. " Lara memberitahu Giska agar kembali keruang kerjanya karena sebentar lagi para karyawan yang beristirahat akan kembali.

" Iya Gis, mending kita balik " Nila. dia juga tidak ingin Giska menjadi pusat perhatian dalam keadaan seperti itu.

Giska pun mengangguk dan mengikuti langkah Nila dan Lara kembali ke ruang kerajaannya.

Sebenarnya Nila dan Lara sangat penasaran dengan apa yang tadi mereka lihat.

Apa benar yang di katakan wanita itu, jika Giska adalah perebut suami orang?

Tapi rasa penasaran mereka tutup rapat, karena tidak mau membuat Giska merasa bersedih lagi, mereka akan menunggu penjelasan dari Giska setelah keadaannya membaik.

Langkah Giska terhenti, pandangannya menjadi pudar, tubuhnya pun menjadi tidak seimbang.

" Giska! " pekik Nila, dengan cepat dia memapah tubuh Giska dibantu oleh Lara.

Giska terjatuh lemas tak sadarkan diri. Nila terkejut saat melihat aliran darah segar keluar dari paha Giska.

" Gis, Gis.. " Lara menepuk-nepuk pipi Giska.

" Ra.. darah Ra.. " Nila panik saat memberitahu Lara.

Mereka saling pandang. " Kita bawa ke rumah sakit. "

Saat kepanikan Nila dan Lara yang teriak meminta pertolongan. Davon yang baru saja keluar dari lift mendengar teriakan itu, dan langsung menghampiri. Betapa terkejutnya dia melihat Giska yang tak sadarkan diri tergeletak di lantai bersama dua temannya.

" Giska. " Davon.

" Pak tolong pak, Giska pingsan. " Lara.

Davon segera menggendong Giska dan membawanya ke rumah sakit. Davon semakin cemas saat dirinya melihat darah yang mengalir di kaki Giska.

" Maafkan aku Gis.. gak bisa jagain kamu. "

Nila dan Lara pun mengikuti Giska sampai ke rumah sakit, rasa khawatir mereka membuat Lara dan Nila melupakan pekerjaan nya begitu saja.

Kejadian itu tak luput dari pandangan karyawan yang sudah berdatangan kembali dari istirahat nya.

Sesampainya di rumah sakit terdekat, Giska langsung memasuki ruangan UGD.

Davon gelisah menunggu di luar ruangan. Lara dan Nila pun masih setia menunggu Giska.

Mereka berdua di buat bingung dengan kekhawatiran atasannya terhadap Giska.

Lima belas menit sudah berlalu, dokter yang merawat Giska pun keluar dari ruangan di mana Giska berada.

" Dok, bagaimana keadaan istri saya dok? " tanya Davon begitu panik.

Lara dan Nila begitu terkejut mendengar pengakuan Davon yang menyebut Giska sebagai istrinya.

" Maaf Pak, kami sudah berusaha dengan maksimal.. " ucap dokter.

" Maksudnya? " Davon tidak mengerti ucapan dokter.

" Maaf kami tidak bisa menyelamatkan janin yang ada di kandung ibu Giska. "

Jedarrrrr

Bagai tersambar petir, berita yang di sampaikan oleh dokter, dirinya baru saja kehilangan calon anaknya. Bahkan dia tidak tau sebelumnya jika istrinya sedang mengandung.

Davon mengusap wajahnya dengan kasar, air matanya pun tak terasa sudah mengalir di pipinya.

Davon sangat menyesal tidak bisa menjaga Giska dengan baik. Apalagi dokter menjelaskan, Giska mengalami banyak tekanan sehingga mempengaruhi kehamilannya yang baru menginjak 2 minggu.

Lara dan Nila pun ikut menangis saat mendengar Giska kehilangan calon anaknya.

Davon tak kuasa melihat Giska yang masih berbaring di ranjang pasien, belum sadarkan diri.

Davon menggenggam erat tangan Giska. " Maafin aku. " terlihat jelas penyesalan Davon yang tidak bisa menjaga Giska dan buah hati mereka.

Buah hati yang selama ini ia nantikan, pergi begitu saja meninggalkan luka yang begitu dalam. Davon tidak bisa membayangkan jika Giska tahu dirinya telah kehilangan janinnya.

*

*

*

Bye.. bye..