Di khianati dan terbunuh oleh orang yang dia cintai, Nada hidup kembali di tubuh seorang gadis kecil yang lemah. Dia terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa?
"Kakak, tolong balaskan dendam ku." Pinta gadis kecil yang namanya hampir sama dengan Nada.
"Hah!! Gimana caranya gue balas dendam? tubuh gue aja lemah kayak gini."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.24
Setelah melakukan perjalanan kurang lebih dua jam, mobil yang Kara tumpangi akhirnya sampai di halaman panti 'Kasih Bunda'.
Tulisan besar itu terpampang jelas di depannya, dan Nada yang ada dalam tubuh Kara merasa haru.
Setelah sekian lama, akhirnya dia bisa kembali ke panti lagi. Dia melihat wanita paruh baya yang sudah membesarkannya sejak bayi sedang merawat bunga mawar dan anggrek kesukaannya.
"Bunda," lirih Nada, suaranya bergetar.
Embun dan Samudra memperhatikan Kara dan mengajaknya untuk masuk. "Ayo masuk, nangisnya di dalam saja," kata Samudra, membuat Kara cemberut.
"Dasar nyebelin, merusak suasana saja," gerutu Kara, tapi dia tetap mengikuti langkah Embun dan Samudra.
Panti tersebut banyak berubah. Sudah banyak orang yang memberikan donasi, termasuk dirinya dulu. Namun, setelah dia tidak ada, bisa dipastikan Rowman menghentikan bantuan tersebut.
Bunda Kasih tersenyum lembut melihat kedatangan Embun dan Samudra. Namun, ekspresinya berubah saat melihat anak kecil dengan tas yang dia bawa di punggung, juga paper bag.
"Tatapan itu, Nada. Enggak, dia bukan Nada," pikir Bunda Kasih, menggelengkan kepala pelan.
"Bun," sapa Embun dan Samudra, mereka menyalami Bunda Kasih.
"Bun, kenalin dia Kara. Untuk sementara dia akan tinggal di sini, dia baru diusir ibunya," jelas Samudra, membuat Bunda Kasih merasa iba.
"Kasihan, ayo masuk. Embun, anterin dia ke kamar," kata Bunda Kasih.
"Boleh aku peluk, Bunda?" tanya Kara setelah lama diam.
Bunda Kasih tersenyum dan mengangguk, merentangkan tangan untuk memeluk Kara.
"Aku kangen sama Bunda," ucap Nada dalam hati, menghirup aroma yang selalu mampu menenangkannya.
Kara mengikuti Embun, dia sangat hafal arah jalan menuju kamarnya. Kara menatap Embun dan berhenti.
"Kamu sudah tahu, Kak" tanya Kara, membuat langkah Embun berhenti.
"Belum, mungkin sebentar lagi akan tahu," jawab Embun.
"Aku tahu barang bukti milik Nada ada di tanganmu. Jadi, aku dan Samudra harus membuatmu aman," lanjut Embun.
Embun kembali berjalan dan sampailah di kamar milik Nada.
"Kan benar ini kamarku," bisik Nada dalam tubuh Kara.
"Ayo masuk, dulu ini kamar sahabatku. Tapi, setelah dia pergi, kamar ini kosong. Sesekali aku dan Bunda tidur di sini untuk mengobati rindu kami," jelas Embun.
Embun membuka pintu dan masuk ke dalam, membuka gorden dan jendela untuk membiarkan udara dan cahaya masuk.
Kara menatap kamar yang masih sama, hanya sekarang terdapat meja rias. Dia menaruh barangnya dan berdiri di dekat jendela, tempat favoritnya ketika sedih.
Angin pagi berhembus, membuatnya sedikit tenang.
"Kara, kamu istirahat saja dulu."
"Baik, terima kasih Kak Embun." Balas Kara tersenyum.
Embun tertegun, senyum itu senyum yang sangat mirip dengan Nada.
"Sama-sama, aku keluar dulu."
Embun menutup pintu dan menghembuskan nafasnya dengan pelan.
"Nada."
****
Sementara itu, di rumah Evelin, kini dia sudah mulai tenang.
"Kara, Mama tidak percaya kamu pergi, Nak," lirih Evelin.
Dia menatap foto bersama Kara yang diambil di salah satu tempat wisata saat Kara berusia satu tahun.
"Kara," Evelin memeluk foto Kara dengan erat.
Saat mendengar pintu terbuka, Evelin melirik ke arah Alfa yang baru pulang.
"Kamu kenapa, sayang?" tanya Alfa basa-basi.
Evelin teringat dengan sesuatu yang membuatnya kesal. Dia berdiri dan menghapus air matanya dengan kasar.
"Kamu... apa yang kamu lakukan pada anakku?" teriak Evelin, membuat Alfa terkejut.
"Apa maksudmu, Ev? Aku tidak mengerti," balas Alfa.
"Jangan pura-pura tidak tahu. Aku tahu kamu melakukan sesuatu yang tidak baik pada anakku," kata Evelin dengan nada tinggi.
Alfa menggeleng, berusaha tidak panik.
"Enggak, Ev. Dari mana kamu tahu? Mungkin itu fitnah," kilah Alfa.
"Fitnah katamu." Evelin tersenyum sinis.
Lalu dia kembali berteriak, "Kamu sudah melukai anakku dan membuatnya pergi dari aku!"
Dia membanting foto yang dipegang, dan Alfa sempat menghindar. Evelin mengamuk dan melempar apa saja benda, yang ada didekatnya.
"Evelin, tenang sayang. Kamu kenapa? Di mana Kara?" tanya Alfa dengan nada lembut.
"Pergi dari sini, sialan! Pergi!!" teriak Evelin, membuatnya semakin marah.
Alfa pun ikut berteriak, "Evelin!" Namun, Evelin semakin tidak terkendali.
Dia mendekati Alfa dan memukulnya dengan keras. Alfa berhasil menahan tangan Evelin dan memeluknya erat.
"Evelin, tenang. Kamu kenapa? Tenang sayang, ada aku disini," bisik Alfa mencoba menenangkannya.
"Lepas! Pergi dari sini... Atau aku akan melenyapkanmu," ancam Evelin dengan tatapan tajam.
"Baiklah, aku akan pergi," balas Alfa, memilih untuk meninggalkan Evelin yang sedang mengamuk.
Alfa keluar dari kamar dan masuk ke dapur, mengambil air mineral dan meneguknya sampai habis.
"Astaga, kenapa dia? Kesurupan?" bisik Alfa, masih mencoba memahami reaksi Evelin.
****
Hana sedang menanti Kara yang biasanya datang bermain. Namun, hari ini Kara tidak muncul.
"Mbak, di mana Kara? Kenapa tidak datang?" tanya Hana, melirik ke arah Diana.
"Mungkin dia pergi bersama Papanya, Non," balas Diana.
"Oh, iya ya. Aku lupa, orang tua Kara kan sudah pisah," kata Hana, lalu dia memilih masuk.
Suara mobil menghentikan langkah Hana. Dia tersenyum saat melihat Rowman sudah pulang.
"Daddy!" pekik Hana, berlari menyambut ayahnya. Namun, kata-kata Rowman membuatnya berhenti.
"Diam dulu, Hana. Daddy tidak ada waktu denganmu," kata Rowman dingin.
"Maaf, Dad," balas Hana, menatap kepergian Rowman dengan mata berkaca-kaca.
"Non, yang sabar ya! Mungkin Daddy sedang sibuk," kata Diana mencoba menenangkannya.
Namun, Hana berlari menuju kamarnya. Diana menghembuskan napas pelan.
Rowman berjalan cepat menuju kamarnya, memeriksa brankas untuk memastikan sesuatu.
"Sial! Hilang! Semua sertifikat perusahaan dan rumah hilang," marah Rowman, membanting pintu brankas.
Rowman bingung siapa yang mengambil barang berharga miliknya. Tidak mungkin Salsa mengambil barang di brankas karena dia tidak tahu passwordnya.
Yang tahu password hanya dirinya dan Nada. Namun, Rowman langsung menolak kemungkinan Nada terlibat.
Karena Nada sudah meninggal, jadi tidak mungkin hantunya Nada.
"Tidak, tidak mungkin Nada," kata Rowman menggelengkan kepala pelan.
Dia duduk di dekat brankas, menutup mata. Semuanya kacau: uang perusahaan hilang, data hilang, dan email Nada terkunci.
Dan yang paling penting, sebentar lagi para karyawan akan gajian, sementara dia tidak punya uang.
Hanya ada sedikit uang di brankas untuk kebutuhan rumah. "Bagaimana ini?" gumam Rowman dengan desah berat.
****
Sementara Rowman panik, Kara tersenyum puas karena telah membuat Rowman kalang kabut.
Saham perusahaan turun dan hutang-hutangnya jatuh tempo.
"Rasakan, jangan macam-macam dengan Kara," kata Kara dalam hati.
Kara terus mengutak-atik laptopnya, menatap sertifikat yang dia bawa diam-diam saat itu
Sekarang misi Kara adalah membuktikan kesalahan Rowman dan Salsa, membuat mereka dihukum sesuai aturan hukum.
Untuk mencapai itu, Kara harus kembali ke rumah susun tersebut.
Bersambung...
Yang belum kasih bintang, kasih bintangnya dong guys bintang lima 🙏