Tak pernah terbayangkan dalam hidup Selena Arunika (28), jika pernikahan yang ia bangun dengan penuh cinta selama tiga tahun ini, akhirnya runtuh karena sebuah pengkhianatan.
Erlan Ardana (31), pria yang ia harapkan bisa menjadi sandaran hatinya ternyata tega bermain api dibelakangnya. Rasa sakit dan amarah, akhirnya membuat Selena memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka dan memilih hidup sendiri.
Tapi, bagaimana jika Tuhan mempermainkan hidup Selena? Tepat disaat Selena sudah tak berminat lagi untuk menjalin hubungan dengan siapapun, tiba-tiba pria dari masalalu Selena datang kembali dan menawarkan sejuta pengobat lara dan ketenangan untuk Selena.
Akankah Selena tetap pada pendiriannya yaitu menutup hati pada siapapun? atau justru Selena kembali goyah ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna_Ama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25.
Mobil Selena melaju pelan begitu memasuki area kawasan perumahan elit. Suasananya masih sama seperti terakhir kali ia datang dua bulan lalu. Sunyi, rapi, dan terasa sedikit asing sekarang. Selena memarkirkan mobilnya tepat di depan rumah yang dulu setiap sudutnya ia hafal betul tanpa perlu melihat.
Begitu mesin mobil dimatikan, suasana mendadak hening. Lily yang duduk disamping kemudi pun menoleh menatap Selena yang masih duduk diam seraya mencengkeram pelan stir kemudi, tatapan matanya menatap kearah pintu masuk rumah.
“Sel, aku ikut di belakang kamu ya,” ucap Lily lirih membuyarkan lamunan Selena.
Selena menoleh dan mengangguk tanpa berkata apa-apa. Tangannya membuka seatbelt pelan, seolah butuh waktu beberapa detik sebelum benar-benar keluar.
Begitu kakinya menginjak lantai carport, Selena otomatis mendongak menatap fasad rumah itu bertingkat dua tersebut. Pagar, jendela, pot tanamannya yang masih berada ditempat sama. Tidak ada yang berubah kecuali perasaannya terhadap tempat ini.
Selena menghela napas panjang lalu berjalan menuju bagasi untuk mengambil dua kardus lipat kosong untuk menaruh barang-barang yang akan ia ambil.
Namun, baru saja Selena menutup pintu bagasi, suara notifikasi ponselnya berbunyi.
Selena berhenti sejenak menunduk lalu membuka lockscreen ponselnya, dan membaca sekilas pesan yang masuk.
Satu pesan dari nama yang tidak pernah muncul lagi selama dua bulan terakhir. Itu adalah pesan masuk dari Erlan, calon mantan suaminya.
Pesan itu berisi, "Kamu di sini?"
Sontak saja, Selena refleks menoleh ke arah rumah. Pintu utama terlihat sedikit terbuka.
Lily yang melihat perubahan ekspresi Selena langsung mendekat. “Sel Kenapa? Ada apa?”
Selena menelan ludah pelan “Dia ada di dalam.”jawabnya lirih
Dan sebelum Selena sempat mengatur napasnya, pintu itu terbuka lebih lebar.
Erlan muncul, raut ekspresinya terlihat terkejut. Sama seperti Selena.
Mata mereka saling bertemu untuk pertama kalinya setelah dua bulan tak pernah lagi bertemu ataupun bertukar kabar.
Lebih tepatnya, Selena yang menjauh dan menghindari lelaki itu.
Erlan berdiri di ambang pintu tanpa bergerak sedikitpun, seolah kedatangan Selena baru saja memukul napasnya mundur. Rambutnya sedikit berantakan. Pria itu masih mengenakan kemeja kerja warna abu yang lengannya digulung sampai siku, mungkin saja dia baru saja pulang bekerja.
“Selena…?” suara Erlan akhirnya keluar, terdengar pelan, nyaris seperti berbisik pada dirinya sendiri.
Selena mengencangkan genggaman pada kardus lipat di tangannya. Ia lalu berjalan mendekat.“Aku cuma mau ambil barang-barangku,” ucapnya datar, tanpa nada marah, tanpa lembut juga.
Lily berdiri satu langkah di belakangnya, memberi isyarat kalau ia siap maju kapan saja.
Erlan membuka pintu lebih lebar. “Masuk aja,” ucapnya lalu menyingkir sedikit ke samping. Tapi tatapannya tidak lepas dari Selena sedetik pun, seperti sedang memastikan itu benar-benar dia, bukan bayangan halusinasi nya.
Selena berjalan melewati Erlan tanpa banyak bicara. Begitu masuk kedalam aroma parfum maskulin dan manis miliknya yang masih tertinggal disana benar-benar tercium dengan jelas di indra penciumannya. Aoma yang dulu begitu familiar, tapi sekarang justru menimbulkan rasa aneh di dadanya. Bukan rasa sedih ataupun nyaman seperti dulu, tapi lebih ke rasa kosong dan sedikit menyesakkan dada.
Mata Selena mengedar menatap sekeliling, semuanya terlihat masih sama. Sofa biru tua, rak kecil dengan tiga frame foto yang salah satunya pernah berisi foto pernikahan mereka. Dan, kini diganti dengan foto potongan bunga kering di vas kaca. Selena mengerjapkan mata pelan. Ia tidak tahu apakah itu terasa lebih baik atau justru terasa janggal.
Lily mengikuti Selena sambil mengamati seisi ruangan. “Kamu ambil yang mana dulu, Sel?”
“Kamar,” jawab Selena.
Erlan yang mendengar itu, sontak raut wajahnya berubah kembali sendu.
"Sel, kamu yakin ingin mengambil semua barang-barang mu yang ada disini?" ujarnya bertanya pelan
Pertanyaan itu seketika membuat langkah kaki Selena berhenti dipijakan anak tangga pertama. Ia melipat bibir nya seraya memejamkan kedua matanya sejenak. Ia mencoba untuk tidak menggubris apapun yang Erlan ucapkan.
Kemudian, Selena kembali melanjutkan langkah kakinya tapi saat hendak menuju pijakan anak tangga ketiga terdengar lagi suara Erlan yang memanggil nama nya.
“Selena.”
Selena berhenti lagi dan Lily otomatis ikut berhenti tepat di belakangnya.
Erlan tidak mendekat. Ia tetap berdiri di bawah, kedua tangannya masuk ke saku celananya, seperti tidak tahu harus menaruh ke mana kegugupannya itu.
Selena menarik napas pelan lalu menolehkan sedikit kepalanya. Cukup untuk menunjukkan ia mendengar, tapi tidak lebih.
Erlan sudah berdiri lebih dekat sekarang, meski tetap menjaga jarak. Sorot matanya serius, seperti seseorang yang sudah mengumpulkan keberanian cukup lama hanya untuk mengucapkan satu kalimat sederhana.
“Bisa aku minta waktu mu sebentar,”pinta Erlan. “Ada hal yang ingin aku bicarakan sama kamu.”
Ruangan menjadi sunyi. Lily melirik Selena dengan alis terangkat sedikit, menunggu apa keputusan temannya itu.
Selena meremas erat kardus yang ia bawa, lalu menjawab tanpa menatap kearah Erlan.
“Bicara apa?”ujar Selena datar
Mendengar nada bicara Selena yang datar dan tak lagi selembut dan sehangat dulu, Erlan menelan ludah nya sebelum menjawab. “Bukan sesuatu yang panjang. Bukan juga soal masa lalu kita.. bukan itu.” Seraya menggeleng pelan.
Selena menurunkan kardusnya ke anak tangga, lalu berbalik badan dan memberanikan diri menatap Erlan dingin. “Katakan dengan jelas jangan bertele-tele.”
“Kalau kamu bisa,” jawab Erlan. “Lima menit saja.”
Lily yang memperhatikan kedua nya, langsung menyentuh lengan Selena pelan. “Kalau kamu ga mau, bilang aja.”bisiknya lirih
Selena menoleh menatap Lily sekilas, lalu kembali menatap Erlan.
“Lima menit,” ucap Selena akhirnya. “Setelah itu aku lanjut ambil barang.”
Mendengar itu, Erlan seketika langsung menghela nafas lega. Ia seolah seperti mendapatkan izin untuk mengutarakan maksud nya.
“Terima kasih.”Ucap Erlan lembut. “Ayo bicara druang tamu saja. Aku gak mau bikin kamu gak nyaman.”
Selena turun dua anak tangga perlahan. Lily ikut turun, tapi sebelum mereka mencapai bawah, Lily membisikkan sesuatu.
“Aku tunggu di sini aja ya. Biar kamu bisa cepat selesai.”bisik Lily
Selena mengangguk. “Iya.”
Bergegas Selena menuruni tangga dan berjalan mengikuti langkah kaki Erlan yang sudah lebih dulu melangkah menuju ruang tamu.
"Katakan, apa yang ingin kau bicarakan dengan ku. Aku akan dengarkan".
.
.
.
Jangan lupa dukungannya! Like, vote dan komen... Terimakasih 🎀🌹
seperti diriku jika masalah keungan tipis bahkan tak ada bayangan
Maka lampirku datang 🤣🤣🤣
dan sekarang datang