Queen memilih memendam perasaannya pada Safir, karena tidak ingin merusak hubungan persahabatan mereka berdua. Queen pikir, selama ini Safir juga memiliki perasaan yang sama seperti dirinya. Perasaan itu semakin bersemi di hati Queen karena sikap Safir yang begitu perhatian terhadap dirinya. Meskipun perhatian tersebut tidak terang-terangan di tunjukkan oleh safir karena sikapnya yang pendiam dan juga dingin. Namun, siapa yang bisa menduga jika setelah mereka lulus kuliah, Safir datang ke rumah untuk melamar. Bukan Queen yang di lamar oleh Safir, tapi Divya. Bagaimana kisah selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nia masykur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24 Laporan Keuangan
"Assalamualaikum ..."
Salam suara Safir terdengar begitu pelan. Ia memasuki rumah dengan air muka yang nampak malas.
Baru saja Safir melalui ruang tamu, hidungnya mencium aroma kue yang begitu menggugah selera. Biasanya, jika ada aroma seperti ini, sudah pasti Queen ikut pulang ke rumahnya ini agar Queen bisa membuat kue bersama dengan Zantisya.
Sadar tidak sadar, karena Safir memang tidak menyadari tentang hatinya yang terbiasa. Kaki Safir langsung terarah menuju dapur. Mengikuti dari mana aroma nikmat itu berasal.
"Bunda."
Wajah yang tadi sudah mengulas senyuman, kini sedikit memudar karena seseorang yang diinginkan alam bawah sadarnya tidak ada di sana. Safir segera mendekati Zantisya dan mencium punggung tangan perempuan yang beberapa hari ini tidak tersenyum hangat padanya.
"Kue kesukaan kamu sudah jadi. Mau?" tawar Zantisya pada anaknya yang kini menuju kulkas untuk mengambil air dingin. Sepertinya otak Safir memang butuh di segarkan agar bisa berpikir dengan baik lagi.
"Boleh," ucapnya pelan sambil mendaratkan tubuhnya di kursi.
Rasa kecewa Zantisya belum hilang rasanya. Tapi sebagai seorang ibu yang melahirkan Safir kedunia ini, tentu Zantisya tidak tega juga berlaku demikian. Mengingat kembali saat dirinya melahirkan Ruby dan Safir, membuat Zantisya menitikkan air matanya. Banyak rasa syukur yang Zantisya ucapkan karena Safir selamat dan bisa hidup hingga kini usianya sudah 22 tahun.
Safir beranjak dari kursinya. Ia langsung memeluk lengan tangan Zantisya. Perempuan yang memotong kue untuknya.
"Bunda, maafin Safir. Safir salah karena sudah memutuskan hidup seperti ini, hingga buat Bunda dan Ayah kecewa," tidak mendapatkan perlakuan hangat dari Zantisya rasanya menyiksa hati Safir. "Safir bukannya tidak ingin mengatakan pada Bunda dan Ayah. Tapi ..." Safir menjeda ucapannya. Ia kembali berpikir ulang untuk mengutarakan kalau ini semua permintaan Divya. Zantisya terlihat tidak begitu setuju karean Zantisya menyukai Queen, membuat Safir ragu mengatakan semuanya dengan jujur.
"Jangan mengulangi hal seperti ini lagi, Safir."
"Tentu saja Bun. Karena Safir juga maunya menikah hanya satu kali."
Benar juga yang di katakan Safir. Membuat Zantisya memukul pelan lengan tangan lelaki tersebut.
"Safir masih punya orang tua. Hal apapun, selama Safir belum menikah, belum memiliki teman hidup untuk memutuskan segala hal tentang keinginan Safir, seharusnya Safir bicarakan semuanya dengan keluarga. Ayah dan Bunda pasti menginginkan yang terbaik untuk Safir, untuk anak-anak kami."
"Maaf, Bunda."
"Kami sudah kehilangan moment yang menjadi impian kami saat Kak By menikah dadakan. Kami tentu tidak ikhlas jika hal itu terulang kembali. Mimpi dan rencana yang sudah kami siapakan. Sebagai keluarga yang akan meminta anak gadis dari orang lain, tentu kami maunya semua yang terbaik."
"Maafin Safir, Bun."
Zantisya melerai tangannya yang menjadi sandaran Safir. Perempuan tersebut melihat wajah anaknya yang mengeluarkan buliran bening. Yang membuat Zantisya mengusap wajah Safir.
Rasa ikhlas, kini sedang Zantisya hadirkan dalam hatinya. Berharap setelah ini dirinya tidak akan mengatakan hal-hal buruk untuk anaknya tersebut.
"Sudah, duduk sana. Di makan dulu kuenya."
Safir tentu menurut. Lelaki muda tersebut segera menikmati kue yang baru saja di letakkan oleh Zantisya di depannya. Baru beberapa suap Safir menikmati kue tersebut, kini Zantisya meletakkan beberapa berkas dan juga sebuah flashdisk.
"Ini apa Bun?"
"Laporan keuangan dari Queen."
"Dia datang ke sini Bun? Kapan? Jam berapa?"
Zantisya sampai bingung sendiri melihat air muka Safir saat ini. Reaksi wajah yang membuat Zantisya kembali dengan penilaiannya sendiri. "Yang mengantar ini tadi sopirnya Queen."
Mendengar jawaban Zantisya membuat sayu kedua mata Safir yang nampak berharap. Tapi tidak ada kata yang di ucapkan Safir selain meraih berkas yang ada di depannya tersebut.
"Safir ke kamar, Bun."
Zantisya mengangguk pelan. "Fir, Coba pikirkan ulang tentang tawaran Ayah semalam. Ayah hanya tidak ingin kalau Safir salah mempercayai orang. Apalagi orang tersebut akan menggantikan pekerjaan Queen."
Safir mengangguk pelan. "Iya, Bun."
"Satu hal lagi," ucapan Zantisya yang kembali menghentikan Safir yang sudah ingin menuju kamar. "Coba rajin solat malam. Minta petunjuk dan ketenangan sebelum melangsungkan pernikahan."
"Insya Allah, Bun." Safir bergegas menuju kamarnya. Ia sampai melangkah lebar melewati anak tangga. "Kenapa tidak memberikan langsung semua ini? Apa sulitnya bertemu sebentar dan bicara baik-baik," gerut Safir.
demo rumah emak guys