Ayah kandung yang tega menjadikan putra keduanya bayang-bayang untuk putra pertamanya. Menjerumuskan putra kedua menuju lembah kehancuran yang menimbulkan dendam.
Ayah dan saudara yang di cari ternyata adalah sosok manusia namun tak berperasaan. Sama seperti iblis yang tak punya hati.
"Rahmat Rahadian"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Neng Syantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MEMBERIKAN SEDIKIT PELAJARAN
-Yang di goyang goyang badannya di goyang goyang asik..
-Yol di geyol geyol pinggulnya di geyol geyol enak..
-Penari jenger yang bikin heboh heboh di suasana pesta..
-Penari jenger yang bikin asik asik suasana gembira..
Suara musik Dj berdentam dentam memekakan telinga, cahaya gemerlap lampu juga memenuhi sebuah ruangan Club Malam.
“Ayo minum.. Kita pesta malam ini sayang,” ucap seorang pemuda sambil memeluk wanitanya.
“Mar, lu jangan minum terlalu banyak. Lu nyusahin kalo udah mabuk,” kata salah satu temannya. Pemuda itu ternyata adalah Marco.
“Lu, kagak inget apa? Terakhir kali lu mabuk. Lu bikin kita hampir mati,” kata temannya yang lain.
Ya, terakhir kali Marco mabuk. Ia membuat temannya kesusahan, pasalnya Marco menggangu kekasih pria lain dan terjadi perkelahian di sana.
“Alah, kalo ada duit. Apapun bisa di selesaikan, semua orang di dunia ini. Bakal tunduk kalo ada duit,” kata Marco sambil mencumbui wanitanya.
“Lu, makin gila tauk gak!”
Di ujung ruangan Club Malam itu, ternyata ada Jack dan Sam yang menemani Dean minum.
Tangan Jack mengepal kuat, ia teringat akan perkataan Marco saat menjebloskan ia ke penjara pada dua tahun lalu.
“Nikmatilah hari-harimu di penjara!” perkataan itu selalu terniang di telinga Jack, menjadi pupuk dendam di dalam hatinya. Hingga dendam itu tak dapat di kikis lagi.
“Aku, aku akan membalas kalian! Aku akan membayarnya berkali-kali lipat dan lebih menyakitkan,” geram Jack.
Sekitar jam 02:14 menit dini hari, Marco dan teman-temannya meninggalkan Club Malam itu.
Jack dan juga Sam yang membawa Dean yang sudah mabuk berat, segera bergegas meninggalkan Club itu. Untuk mengikuti
“Cepatlah sedikit, Sam.” Jack membentak Sam yang memapah tubuh Dean yang jauh lebih besar darinya itu.
“Aih. Kak Jack tidak lihat, tubuh ban*ke ini jauh lebih besar dari tubuhku yang sixpack ini,” jawab Sam. Hingga membuat Jack berdecak kesal.
“Kalian ingin membawaku, kemana?” racau Dean.
Bruk.. Sam mendorong dan menjatuhkan tubuh Dean di kursi mobil bagian belakang. “Ke neraka!” Kesalnya.
“Biarkan dia di sana, kau setir mobil ini. Kejar mobil yang ada di depan!” perintah Jack.
“Ya, Tuan.” Sam segera masuk ke kursi kemudi. Menuruti perintah Jack.
Sam segera menyusul mobil Marco yang sudah melaju lebih dulu. Hanya perlu waktu beberapa menit, akhirnya mobil mereka dapat menyusul mobil Marco.
“Kena kau sekarang!” Jack tersenyum smirk, tantangnya sibuk memainkan senjata apinya.
“Kak, apakah kau akan menghabisi mereka?” tanya Sam yang melirik pada benda yang di pegang oleh Jack.
“Tidak, aku hanya ingin bermain dan membuat Tuan Muda Marco ketakutan,” kata Jack, menyebut kakak kembarnya itu dengan sebutan Tuan Muda.
Sedangkan di mobil Marco, salah satu temannya menyadari. Bahwa ada mobil yang mengikuti mobil mereka.
“Jhon, ada yang mengikuti mobil kita,” kata Tino teman Marco yang duduk di kursi samping kemudi.
“Jadi gimana? Kita berenti atau lanjut?” tanya Jhon, teman Marco yang mengendalikan kemudi.
“Lanjut aja, kalau mereka berani bertindak. Akan, Ku tembak mereka!” seru Tino.
Belum lagi Tino bertindak, Jack yang ada di belakang mereka sudah melesatkan satu tembakan.
Dor.. Jack sengaja menembak kaca spion mobil Marco.
“Gila! Sepertinya orang yang di belakang itu seorang pembunuh bayaran,” kata Jhon dengan panik. “Bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan?”
“Akan, Ku balas kau!” Tino mengeluarkan senjatanya, lalu menembak mobil Jack yang ada di belakang.
Dor dor dor.. Tino melesatkan tiga tembakan, tapi tidak ada yang mengenai sasaran. Pasalnya, Tino memang tidak memiliki keahlian.
Jack yang ada di posisinya hanya tersenyum, ia tidak menyangka. Bahwa orang-orang yang ada di sekeliling Marco adalah orang yang tidak berguna.
“Kenapa kau melihatku, seperti itu, Sam?” Jack menatap tajam Sam, pasalnya. Sam curi-curi pandang padanya. Bukan curi pandang karena cinta, tapi curi pandang karena penasaran dengan wajah Jack.
“Ti-tidak, aku tidak melihatmu!” kilah Sam dengan gugup.
“Kau lihatlah ini,” kata Jack sambil mengarahkan senjata apinya pada target.
Dor..
“Argghh..” pekik Tino. Yang bahunya terkena tembakan.
Dor dor..
“Argghh..” lagi dan lagi, Jack melepaskan tembakan. Membaut target meregang nyawa.
“Tino.. Tino..” teriak Jhon dengan panik.
“Apa yang kau lakukan?” racau Marco yang dalam pengaruh alkohol.
“Dasar setan! Lihatlah, Tino tertembak.” Pekik Jhon panik.
Sedangkan di mobil Jack dan Dean. “Putar arah, kita kembali ke rumah tua,” kata Jack memerintah Sam, untuk kembali ke rumah kakek.
“Ta-tapi mereka?” Sam menunjuk mobil Marco dengan ekor matanya.
“Biarkan saja. Aku hanya memberi mereka sedikit pelajaran,” kata Jack dengan santai.
“Sedikit bagaimana? Kakak sudah melepaskan tiga tembakan pada tubuh salah satu dari mereka. Mungkin sekarang orang itu sudah mati,”, kata Sam, tapi Jack tak lagi meresponnya.
Sam, segera memutar balik arah mobil itu. Dan segera menancap gas menuju ke kediaman tua, yaitu kediaman kakek.
.
.
.
Keesokan harinya, “Apa yang terjadi, Marco?” pekik Tuan Brahma.
“Marco tidak tau, kan Marco mabuk. Coba tanyakan saja pada Jhon,” kata Marco yang sedang duduk di depan mayat Tino.
“Coba jelaskan pada, Papaku, Jhon.”
Jhon pun menjelaskan semuanya kepada Tuan Brahma. “Tapi, kami tidak tau, siapa mereka dan apa motif mereka mengejar kami,” kara Jhon.
“Kita harus segera menyelidiki semua ini, ku rasa ini bukan hanya sebuah hal kecil. Tapi adalah ancaman dan peringatan untuk kita.” kata Tuan Brahma, “Tingkatkan ke waspadaan dan keamanan, terutama untuk Marco!” perintah Tuan Brahma kepada para pengawalnya.
Marco, putra pertama dari Brahma Widjhaja. Putra yang dulu ia bawa dengan terpaksa, di urus sejak kecil dan kini Marco tumbuh besar di tangannya. Menjadi satu-satu keluarga yang ia miliki, ia sangat menyayangi Marco, ia berharap Marco akan mengurus nya dan juga perusahan yang ia dapat dari merampas harta benda milik kakek Marco sendiri.
“Jhon, apakah kau tidak melihat orang yang menyerang kita?” bisik Marco di telinga Jhon.
“Tidak, suasana gelap. Maka mungkin terlihat,” kata Jhon sambil menatap kurus kedepan, pada pemakaman temannya, yaitu pemakaman Tino.
“Ah, siapa mereka. Aku harus menemukan mereka, dan memberi mereka pelajaran,” Marco mengepalkan tangannya, ia berniat akan mencari pelaku penyerangan mereka, kemarin malam.
“Kita pancing saja, mereka keluar lagi!” Jhon memberikan ide kepada Marco.
“Bagus, hahaha.” Marco tertawa, di depan semua orang yang menghadiri acara pemakaman itu.
Jhon yang melihat Marco tertawa, pun langsung ikut tertawa juga. “Dan kau yang jadi umpan pancingan itu, ya?” seketika tawa Jhon lenyap dan berganti dengan ketakutan.