Cerita cinta seorang duda dewasa dengan seorang gadis polos hingga ke akar-akarnya. Yang dibumbui dengan cerita komedi romantis yang siap memanjakan para pembaca semua 😘😘😘
Nismara Dewani Hayati, gadis berusia 20 tahun itu selalu mengalami hal-hal pelik dalam hidupnya. Setelah kepergian sang bunda, membuat kehidupannya semakin terasa seperti berada di dalam kerak neraka akibat sang ayah yang memutuskan untuk menikah lagi dengan seorang janda beranak satu. Tidak hanya di situ, lilitan hutang sang ayah yang sejak dulu memiliki hobi berjudi membuatnya semakin terpuruk dalam penderitaan itu.
Hingga pada akhirnya takdir mempertemukan Mara dengan seorang duda tampan berusia 37 tahun yang membuat hari-harinya terasa jauh berwarna. Mungkinkah duda itu merupakan kebahagiaan yang selama ini Mara cari? Ataukah hanya sepenggal kisah yang bisa membuat Mara merasakan kebahagiaan meski hanya sesaat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rasti yulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TCSD 24 : Di Bawah Purnama
Kedua bola mata Mara membulat sempurna. Bibirnya seakan terkatup tak mampu berucap apapun. "S-Saya...."
Dewa hanya tersenyum simpul dengan sorot mata tajam menatap gadis di hadapannya ini. "Ataukah kamu ingin langsung menjadi istriku?"
Bibir Mara semakin menganga lebar. Ucapan lelaki di depannya ini sungguh hanya bisa membuatnya terpaku. Aliran darahnya seakan membeku. Gadis itu hanya bisa menatap wajah lelaki di depannya ini dengan tatapan yang sukar diartikan.
"T-Tuan... Tidakkah ini terlalu cepat? S-Saya..."
Dewa terkekeh kecil. "Ahaaaha iya... Aku rasa ini terlalu cepat tidak seharusnya saat ini aku memintamu untuk menjadi kekasihku atau malah memintamu menjadi istriku karena bagaimanapun juga kita baru saja bertemu." Dewa sedikit membuang nafas kasar. "Namun bolehkah jika saat ini kita lebih dekat satu sama lain? Aku ingin mengenalmu lebih jauh."
Mara hanya menganggukkan kepalanya. "Baiklah Tuan."
Tak selang lama dua orang pelayan terlihat membawa beraneka rupa hidangan yang telah dipesan oleh Dewa. Entah untuk keberapa kalinya Mara dibuat terkejut dengan apa yang dilakukan oleh lelaki di depannya ini.
"T-Tuan... Mengapa makanan yang Tuan pesan banyak sekali?"
Dahi Dewa mengernyit. "Apakah ada yang salah?"
"Tidak Tuan, tapi sepertinya ini terlalu banyak."
"Tidak, ini tidak terlalu banyak. Kamu boleh menghabiskan semua."
"T-tapi Tuan..."
"Tidak ada tapi-tapian. Harus kamu habiskan makanan ini, agar tubuhmu semakin....."
Mendengar Dewa menggantung ucapannya, membuat Mara sedikit mengernyitkan dahinya. "Semakin apa Tuan?"
Semakin seksi dan montok sehingga bisa membuatku melayang tinggi ketika aku memegangnya. Astaga Dewa.. mulai lagi pikiran mesummu.
"Tuan!"
Melihat Dewa yang sedikit melamun, membuat Mara memberanikan diri untuk menepuk lengan tangan Dewa. Seketika Dewa tersentak dan sadar dari lamunannya.
"Ya?"
"Tadi Tuan ingin mengatakan apa?"
"Aaaahhh iya. Maksudku makanlah yang banyak agar tubuhmu semakin sehat. Iya, sehat."
Mara hanya bisa tersenyum simpul. Ia berpikir di mata lelaki ini, dirinya seperti seseorang yang kurang gizi sampai memesan makanan sebanyak ini. "Baiklah Tuan, saya akan memakannya hingga tandas tanpa bekas."
Oh Tuhan... Mengapa wajah gadis ini terlihat begitu cantik dan menggemaskan. Aku begitu bahagia melihatnya bisa tersenyum seperti ini.
"Makanlah!"
Kedua manusia itu larut dengan aktivitas masing-masing. Tidak ada yang bersuara, hanya terdengar dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan permukaan piring.
Sesekali Dewa mencuri pandang ke arah Mara sembari tersenyum manis. Entah apa yang dipikirkan oleh lelaki itu. Namun sepertinya, sejak hari itu, pikirannya sudah dikuasai oleh seorang gadis bernama Nismara Dewani Hayati.
***
"Ikutlah bersamaku!"
Dewa mengulurkan tangannya di hadapan wanita yang baru saja selesai dengan ritual makan malamnya. Beraneka rupa hidangan makan malam yang begitu memanjakan lidah telah tandas tanpa bekas, hanya tersisa peralatan makannya saja. Sejak memulai aktivitas makan malam mereka, Mara terlihat menikmati seluruh hidangan yang berada di depannya dengan penuh rasa syukur. Mungkin karena baru kali ini ia menikmati berbagai macam hidangan yang terhidang di depan matanya atau mungkin karena wanita itu memang benar-benar merasa kelaparan. Namun, apapun alasannya , selalu saja bisa membuat Dewa tersenyum tatkala menatap lekat wajahnya.
Mara terkesiap. Ia sedikit mendongakkan kepalanya, memandang wajah tampan milik Dewa dari tempatnya terduduk. "Ikut kemana Tuan?"
"Aku ingin mengajakmu berdansa!"
Mara membuang wajah dari tatapan Dewa. Ia kembali menatap piring kotor yang berada di hadapannya. Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Tidak Tuan. Saya tidak bisa berdansa!"
Dewa tersenyum simpul. Tanpa meminta persetujuan sang pemilik tubuh, lengan tangan Dewa menarik lengan tangan Mara hingga membuat gadis itu bangkit dari posisi duduknya. Kini kedua manusia itu dalam posisi saling berhadapan.
"T-Tuan...."
Denyut jantung Mara seakan terhenti tatkala lengan tangan lelaki di depannya ini menarik pinggangnya untuk ia lekatkan ke tubuhnya.
"Kamu tidak perlu pandai berdansa. Ikuti saja gerakanku."
Dewa meraih tangan Mara untuk ia letakkan di bahunya. Sedangkan tangannya sendiri melingkar di pinggang ramping milik Mara.
Tiada alunan musik romantis yang mengiringi gerak tubuh kedua manusia itu. Hanya ada alunan lirih degup jantung dari dalam rongga dada mereka dan merdu suara deburan ombak yang bergulung-gulung memecah batu karang yang terhempas di bibir pantai. Degup jantung dan deburan ombak itu layaknya simfoni alam yang mengiringi gerak tubuh keduanya di bawah purnama dan di bawah hamparan langit luas yang berhias sejuta bintang.
Mara, gadis belia itu hanya bisa mengikuti kemana gerak tubuh lelaki di hadapannya ini membawa tubuhnya. Berjuta gejolak rasa seakan berkecamuk di dalam dadanya. Seakan meletup-letup ingin keluar dari tempatnya bersemayam. Gadis itu masih mencoba mencari tahu apakah yang sedang ia rasakan. Cinta? Nyaman? Ataukah hanya sekedar perasaan sesaat yang tiba-tiba hadir menyapa hatinya. Terlalu larut dalam pikirannya sendiri, membuat gadis itu hanya menundukkan wajahnya, menghindar dari tatapan tajam netra milik Dewa yang berhasil membuat hatinya bergetar hebat.
Sedangkan Dewa, lelaki itu begitu menikmati keintiman bersama gadis yang baru saja masuk ke dalam kehidupannya. Gadis asing yang telah berhasil mencuri semua perhatiannya dan berhasil membuatnya lupa akan luka yang pernah tertoreh sebelumnya. Jaraknya yang begitu dekat, membuatnya merasa semakin nyaman. Harum aroma tubuh gadis ini seakan telah menjadi candu yang ingin selalu ia cecap setiap saat.
Dengan lembut jemari Dewa sedikit mengangkat dagu milik Mara. Hingga membuat wajah cantik gadis ini terlihat jelas di matanya. Sinar purnama semakin ikut menegaskan jika gadis ini benar-benar cantik luar biasa.
"Kamu cantik, Mara. Sangat-sangat cantik!"
Baru saja Mara akan menanggapi ucapan Dewa, namun tanpa aba-aba Dewa bergegas mendaratkan ciumannya di bibir Mara yang merekah merah itu. Kali ini Mara tidak lagi terkejut karena ini bukan kali pertama bibirnya dicium oleh lelaki di depannya ini.
"Buka sedikit bibirmu Ra!"
Gadis itu menurut. Perlahan ia buka sedikit bibirnya seakan mempersilakan lidah pria ini mengeksplor semua yang ada di dalam rongga mulutnya. Sebuah sensasi yang begitu memabukkan untuk gadis itu. Tubuhnya seakan menghangat tatkala merasakan lidah Dewa bermain-main di dalam sana.
Dewa kembali menarik tengkuk sang gadis berupaya untuk memperdalam ciuman yang ia beri. Kecupan lembut seakan kian menuntut. Di bawah purnama, kedua manusia itu larut dalam pagutan-pagutan yang seakan membuat keduanya larut dalam sebuah kenikmatan. Hingga tiba-tiba...
"Aaahhhh.... Tuan..."
Mendengar sang gadis sedikit melenguh, membuat gejolak hasrat Dewa semakin memuncak. "Ya?"
"Saya menginginkan sesuatu."
Masih dengan memagut bibir Mara, Dewa menanggapi ucapan gadis itu. Ia berpikir jika gadis ini sudah mulai terangsang. "Apakah kamu menginginkannya?"
Mara menganggukkan kepalanya. "Iya Tuan, saya ingin!"
Dewa melepaskan pagutannya. Ia kecup kening Mara dengan lekat. "Kalau begitu mari kita ke kamar."
"T-tapi saya ingin di kamar mandi Tuan!"
Dewa sedikit terkejut. "K-kamu ingin melakukannya di kamar mandi?"
Mara hanya menganggukkan kepalanya. "Iya Tuan, saya ingin di kamar mandi."
Senyum seringai terbit di bibir Dewa. "Baiklah mari kita ke sana!"
Mara berjalan di depan Dewa. Sedangkan Dewa yang berada di belakang tubuh Mara tiada henti menyunggingkan senyum manis di bibirnya. Rasa bahagia seakan begitu membuncah di dalam dada.
Sabar... Lihatlah, gadis itu sudah tidak tahan ingin melakukan sesuatu itu. Hey ular piton, sebentar lagi kamu akan masuk ke dalam sarangmu.
.
.
. bersambung....
mengecewakan😡