Kekerasan yang dialami mawar dimasa kecil
membuat nya terperangkap dimasa lalu nya.
sehingga menjadikan diri nya seperti setangkai mawar yang tak bisa disentuh
penghinaan yang diterima Putra telah mengikis semua harga dirinya. Bahkan perceraian nya pun menyandarkan nya pada kenyataan pahit.
bisakah sebentuk ketulusan membalikan hidup mereka?
hanya cinta sejati yang bisa menyembuhkan luka. bersediakah mereka berjuang bersama untuk melepaskan diri dari kelam nya masa lalu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kevin N Pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mawar 18
Mawar tersenyum lebar ketika Putra mulai mencari tempat parkir yang masih kosong di mall. Sedangkan Putra terharu saat menoleh ke arah Mawar dan mendapati mata gadis itu berbinar. Rasanya Putra selalu ingin membuat gadis itu selalu tersenyum, Putra bertekad akan berusaha lebih keras lagi untuk membahagiakannya.
"Mawar, bahagiamu adalah prioritas hidupku sekarang." batin Putra sambil terus melihat Mawar.
°°°°
Mawar bukanlah cinta pertama Putra, Putra sudah sering merasakan jatuh cinta, namun rasa cintanya terhadap Mawar sungguh berbeda. Putra tidak hanya senang, tapi dia juga selalu ingin melakukan yang terbaik, dia tidak hanya mencintai dan menyanyangi Mawar, tapi dia juga bisa merasakan apa yang Mawar rasakan. Jika Mawar tersenyum, dia merasakan bahagianya, jika Mawar menangis, dia merasakan sedihnya.
Kencan ini juga bukan yang pertama kalinya untuk Putra, dia sudah sering berkencan dengan mantan pacar-pacarnya, namun entah mengapa kencan ini pun terasa berbeda untuknya.
Ketika mereka sampai di bioskop, tiba-tiba Mawar menghentikan langkahnya.
"Kenapa berhenti?" tanya Putra bingung.
"Aku, rasanya tidak ingin menonton lagi." jawab Mawar sambil berjalan keluar.
Dengan cepat Putra menarik lengan Mawar dan membalik tubuh Mawar menghadapnya.
"Hey... Tunggu dulu. Ada apa? Bukan nya tadi kamu terlihat senang? Hmm.." tanya Putra heran.
Mawar menatap Putra dan berbisik.
"Apa kau tidak melihat pasangan di sana," Tunjuk Mawar kesalah satu sudut bioskop.
"Aku rasa kita tidak usah masuk ke dalam sana, akan semakin mengerikan pasti di dalam sana." Ujar Mawar semakin panik sambil menarik Putra.
Perasaan Mawar tidak karuan ketika melihat banyak pasangan yang bermesraan tanpa malu. Kemana pun dia menoleh dia selalu melihat para pasangan di sana yang saling berpegangan tangan, merangkul, bersandar di bahu pasangannya. Padahal Mawar menghindari hal-hal seperti itu. Mawar tidak terbiasa melihat pemandangan tersebut.
Putra mengikuti arah pandang Mawar lalu tersenyum. Putra tahu, Mawar tidak terbiasa dengan hal yang berbau intim seperti itu.
Dengan lembut Putra meletakkan kedua tangannya di bahu Mawar.
"Nanti kita akan bicarakan hal itu ya, aku tahu dan mengerti yang kau rasakan. Tapi lebih baik kita menonton saja dulu, kau pasti akan menyukainya." Ujar Putra sambil mengandeng tangan Mawar berjalan menuju loket tiket.
"Apa mereka sudah terbiasa melakukan hal semacam itu? Aku rasa itu terlihat berlebihan untuk sebuah status pacar."
Putra tersenyum bijak, sambil menggenggam dua lembar tiket.
"Hal itu memang tidak pantas dilakukan di depan umum, menurutku juga terlalu berlebihan terkesan vulgar. Tapi mungkin mereka sudah terbiasa. Walaupun mereka belum pantas. Kau lihat saja mereka, masih belia bukan."
"Aku pasti akan sangat malu kalau sampai melakukan hal semacam itu." gumam Mawar.
"Kau tak perlu malu," goda Putra.
Sambil menunggu pintu teater terbuka, Putra membeli popcorn dan minuman dingin.
"Kenapa begitu? Apa karena kita juga pacaran?" tanya Mawar.
"Bukan, tapi karna kita sudah menikah." jawab Putra singkat.
Wajah Mawar merona ketika Putra mengucapkan kata 'menikah'.
"Oh astaga, aku lupa kita sudah menikah yang artinya kita boleh bermesraan seperti itu, bahkan lebih dari itu." batin Mawar.
Wajah Mawar semakin merona dan Putra menyadari itu.
"Apa kau sakit? Wajah mu terlihat sangat merah sekali." tanya Putra cemas.
Tanpa berfikir lagi, Putra langsung menempelkan telapak tangannya ke pipi Mawar.
Mawar langsung mundur beberapa langkah. Mawar terlihat kaget dan tanpa sadar memberikan respon diluar kendalinya.
"Maaf... Maafkan aku, Putra, aku tidak bermaksud.." Mawar menelan ludahnya dengan panik. Dia sadar tindakannya itu bisa membuat Putra tersinggung.
Putra pun tidak kalah terkejut dengan reaksi Mawar. Selintas dia kecewa, karena meski Mawar mempercayainya bahkan pernah menempel erat padanya, jauh di dasar hatinya gadis itu masih takut pada sentuhan pria. Mungkin karena pengaruh suasana bioskop pikir putra.
"Tidak apa-apa, Mawar. Aku yang seharusnya minta maaf sudah begitu lancang menyentuhmu tanpa meminta izin terlebih dahulu." jawab Putra penuh pengertian.
"Bukan begitu, jangan salah paham, aku sungguh tidak bermaksud.." jawaban Mawar di potong Putra.
"Mawar, kau mau popcorn rasa apa? Original apa caramel? Minuman bersoda, teh kotak, atau air mineral." ujar Putra sembari tersenyum lembut.
Mawar terperangah, dia tidak menduga Putra tidak tersinggung bahkan dia masih bisa tersenyum.
Tuhan, bagaimana bisa aku bersikap sejahat itu pada pria sebaik ini
"Aku ingin popcorn caramel dan minuman bersoda saja." dengan suara pelan.
"Kali ini aku saja yang traktir, dari tadi kau selalu yang mentraktirku." kata Mawar sambil mengeluarkan dompetnya.
"Tidak bisa seperti itu, ini kencan kita, jadi harus aku yang melakukannya." jawab Putra.
"Benarkah? Memangnya ada aturan seperti itu?" Mawar terbelalak kaget.
Bisa-bisa putra kehabisan uang jika terus mentraktirnya, bukan kah Putra sudah berjanji akan terus berkencan.
"Tidak selalu, kadang wanita yang mentraktir."
"Kalau begitu biar kali ini aku yang bayar." potong Mawar cepat.
"Aku tidak mau, aku yang mentraktirmu dan aku tidak ingin dibantah." tandas Putra.
Putra meraih tangan Mawar agar mereka segera memasuki ruangan, karena film akan segera di putar.
Mawar melihat sebuah pintu besar bertuliskan 'teater 3' dan kesanalah mereka masuk. Hawa dingin langsung menyergap tubuhnya di ruangan gelap tersebut. Mawar merasa tidak nyaman dengan kegelapan itu dan Putra menyadarinya. Putra mempererat genggamannya sambil terus jalan mencari nomer kursi mereka. Setelah menemukan kursi mereka langsung duduk dan terdengar hembusan nafas kelegaan dari Mawar.
"Bagaimana rasanya?" tanya Putra
Lumayan, kecuali gelapnya." keluh Mawar.
Putra tersenyum. Biarlah Mawar belajar untuk terbiasa dengan gelap, pikir Putra. Putra selalu merasa lucu karena mawar selalu nonton TV dengan lampu terang benderang.
"Nanti kau akan terbiasa, percayalah."
"Akan kucoba," jawab mawar sambil mengangkat bahunya.
"Karena sekarang kau kekasihku, aku bisa terus mengenggam tanganmu. Bolehkah?" tanya Putra hati-hati.
Mawar terperangah dengan pertanyaan Putra, tapi karena dia sudah melihat yang lebih parah dari itu, rasanya wajar kalau Putra melakukannya.
"Ya.." jawab Mawar pelan sekaligus malu.
"Bagaimana jika merangkulmu?" bisik Putra.
"Apa?" tanya Mawar kaget sambil melihat ke arah Putra.
"Kalau cium?"
"Putra!" pekik Mawar menahan suaranya agar tidak berteriak.
"Kau berusaha melakukan seperti yang tadi kita lihat ya? Bahkan tadi kau mengatakan itu tidak pantas."
"Tapi kita berbeda, kita sudah menikah." jawab Putra santai.
Putra menahan tawanya ketika melihat wajah panik Mawar, gadis itu terlihat seperti remaja polos.
"Tapi aku tidak mau melakukannya." gerutu Mawar sambil menekuk bibirnya.
"Aku juga tidak, kalau kau tidak mau."
"Lalu kenapa kau mengatakannya?"
"Hanya untuk bersenang-senang. Asal kau tahu saja, aku suka sekali menggoda pacarku." dengam senyum yang lebar Putra mengedipkan sebelah matanya.
"Lagi pula, kalau aku mau aku tidak akan pernah meminta izinmu." ujar Putra lagi sembari tertawa. Dia sudah tidak bisa menahan tawanya. Wajah Mawar sungguh lucu di mata Putra.
"haah! "
°°°°
----Mohon dukungan nya ----
°Jangan lupa
Rate
Like
dan jejak komentar
°Terimakasih
semoga kalian bisa saling memberi kebahagia dan kenyamanan..