[Sequel My Cold Husband]
Cerita ini tentang sahabat Anin di My Cold Husband season 1. Bisa dibaca terpisah. Tapi kalo mau baca My Cold Husband season 1 juga nggak masalah.
______________________________________________
Di saat usianya sudah menginjak angka dua puluh tiga tahun, dan akan memasuki angka 24 tahun, El harus menuruti keinginan kedua orang tuanya untuk dijodohkan dengan anak dari rekan bisnis orang tuanya.
El yang saat ini juga bekerja di salah satu perusahaan milik Papanya, sama sekali tidak menolak. Karena dia sendiri memang tidak pandai dalam mencari pasangan, hingga membuat El pasrah dengan apapun keputusan dari orang tuanya.
Namun bagaimana jika orang yang dijodohkan dengan El itu adalah orang yang masih terjebak akan masa lalunya?
Orang yang masih sulit untuk melupakan masa lalunya. Dan orang yang masih hidup dalam bayang-bayang masa lalunya.
Apakah El bisa meberima itu semua? Apakah El bisa bertahan dengan orang yang bisa dikatakan tidak pernah menganggap El ada? Apa nasib El akan sama seperti Anin sahabatnya?
Jangan lupa ikuti terus kisah El ya.
Jangan lupa juga follow ig Author @ Afrialusiana
Copyright © Afrialusiana.
Don't copy my story. Ingat dosa!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afria Lusiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ancam Barra
...Maaf ya kalo ada typo. Ini aku nulisnya udah malam banget. Mata udah 5 watt. Wkwk Happy Reading semoga suka💙...
El berdiri dari duduknya. Emosi gadis itu benar benar sudah membludak. El benar benar tidak bisa lagi menahannya. Dia hendak mencakar wajah Clara. Namun, belum jadi El melangsungkan aksinya, seseorang tiba-tiba saja menghentikan El dengan menarik tangan El tiba-tiba.
El kaget, dia menoleh ke arah orang tersebut. Begitu juga dengan Clara yang tidak kalah kaget saat melihat pria yang tidak lain adalah Barra yang tiba-tiba saja berada di sana.
Barra yang masih sibuk menggenggam pergelangan tangan El membawa gadis itu menjauh dari Clara.
"Bar, apa apaan sih?" Ucap El meronta-ronta mencoba melepaskan tangannya dari Barra.
"Barra lepasin gue" Bentak El kesal. Namun Barra sama sekali tidak memperdulikan gadis itu. Berhubung tenaga Barra memang lebih kuat dari El, maka tidak sulit bagi Barra untuk sekedar menyeret El dari sana.
"Barra, lo apa apan sih lepasin gue nggak!" El mulai meninggikan suaranya, dia tidak berhenti meronta ronta mencoba melepaskan tangannya dari Barra.
Saat mereka sudah sampai di meja makan, Barra akhirnya melepaskan. Sementara El sudah melotot tajam pada pria itu. El memegang pergelangan tangannya yang tadi ditarik oleh Barra.
"Lo apa apaan sih Bar?" Tanya El kesal, mata El melotot tajam pada Barra. Namun Barra sama sekali tidak merasa takut akan hal itu.
"Temenin gue makan!" Ucap Barra seenak jidatnya.
"Apa?" Tanya El kaget.
Barra duduk di salah satu kursi yang ada di meja makan. Kemudian dia menarik tangan El untuk ikut duduk di kursi yang ada di samping dirinya.
"Gue laper El. Temenin gue makan!" Ucap Barra mendongak menatap El seperti perintah. Namun, El justru memutar bola matanya jengah sembari menepis tangan Barra dari tangannya.
"Apaan sih. Nggak jelas banget sih lo!" Umpat El hendak berlalu pergi meninggalkan Barra. Rasanya El belum puas sebelum mencakar habis wajah Clara. Dan gara-gara Barra, gadis itu jadi kehilangan kesempatan untuk memberi pelajaran pada wanita gila harta itu.
Namun, lagi dan lagi Barra menarik tangan El. Kali ini cukup kuat hingga membuat El kembali menoleh ke arah belakang dengan jarak yang begitu dekat dengan wajah Barra.
Lagi dan lagi, jantung El berdetak tidak karuan. El kaget. Dia benar-benar kaget. El juga tidak mengerti kenapa sekarang jantungnya susah sekali untuk dikendalikan.
Sementara jarak mereka saat ini sangat dekat dan hanya hitungan cm. El benar-benar belum pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Saat ini El bahkan merasakan hembusan nafas Barra di wajahnya. Sungguh, ini sungguh gilan. Tubuh El tiba-tiba bergetar hebat. Dia benar-benar merasa gugup berada di posisi seperti ini.
Cup
Mata El membulat saat Barra tiba-tiba saja mengecup bibirnya. Tubuh El terasa panas. Sungguh, ini adalah kali pertama bagi El hingga membuat gadis itu mematung tidak tau harus berbuat apa.
El juga bingung. Kenapa Barra? ada apa dengan pria ini? bukankah dia sendiri yang mengatakan pada Dito bahwa dirinya tidak akan mungkin menyentuh El? lalu apa ini? apa maksud dari semua ini? kenapa Barra tiba tiba seperti ini? entahlah.
"Asihhh lo apa apa..."
Cup
Belum jadi El menyelesaikan ucapannya, Barra justru kembali menarik tangan El dan mengecup bibir gadis itu sekali lagi.
"Sekali lagi lo ngomong, gue nggak bakal berenti buat cium lo lagi" Ancam Barra. Dia tau El saat ini sedang gugup, itulah sebabnya pria itu menjadi berani pada El.
Jujur saja, sebenarnya El sama sekali tidak takut dengan ancaman Barra. Dia sama sekali tidak takut jika saja ancaman Barra bukan sebuah ciuman.
El terdiam. Dia mengikuti perintah Barra. Gadis itu duduk di kursi yang ada di samping Barra.
Sungguh, El sama sekali menurut bukan karena takut. Tapi dia malu, salah tingkah, dan bingung. Mungkin karena ini pertama kalinya bagi El. Meskipun status mereka memang sudah suami istri, tapi El tidak pernah diperlakukan seperti ini oleh Barra sebelumnya.
Ini semua sungguh tiba-tiba, tanpa El duga hingga rasanya El hampir saja gila. Mungkin bagi orang lain ini terlalu biasa saja. Mungkin orang-orang beranggapan El sungguh lebay. Tapi El sama sekali tidak peduli, dia benar-benar malu karena ini adalah pertama kali bagi El.
"Nah gitu. Jadi istri itu nurut sama suami." Ucap Barra tersenyum jahil. Kemudian pria itu mulai menyendok nasi dan lauk pauk yang ada di atas meja. Sementara dari jarak yang tidak terlalu jauh, seseorang tampak mengepalkan tangannya kesal ke arah Barra dan juga El. Siapa lagi dia jika bukan Clara yang sedari tadi menyaksikan apa yang terjadi antara mereka berdua.
Dan sejujurnya, Barra juga mengetahui akan keberadaan Clara yang sedari tadi memperhatikan mereka.
"Kenapa lo diam? nggak mau maki gue gitu? nggak mau marah-marah atau apa gitu?" Rayu Barra pada El yang kini hanya mematung di tempat. Dia tidak tau harus berbuat apa.
Kaki El benar-benar hendak melangkah pergi dari sana, namun bisa gawat jika Barra kembali membuktikan ucapannya. El tidak ingin Barra tau bahwa jantungnya saat ini sedang berdetak begitu kencang.
Lebih baik El menurut, menemani Barra makan daripada harus di sosor paksa sekali lagi.
***
Sekretaris pribadi Barra baru saja keluar dari ruang kerjanya. Pria itu langsung saja mendudukkan tubuhnya di sofa yang ada di sana. Barra merentangkan tangannya di kepala sofa, detik kemudian tangan kanannya bergerak memijat jidatnya yang terasa pusing. Mata Barra mengantuk.
Beberapa hari ini pria itu memang sangat sibuk hingga tidak memiliki waktu untuk beristirahat. Semenjak pulang dari rumah mertuanya satu minggu yang lalu, Barra juga sering lembur hingga membuat pria itu kurang tidur.
Suara heels yang terdengar nyaring di telinga Barra, memaksa pria itu untuk kembali membuka matanya yang baru saja terpejam.
Raut wajah Barra berubah datar saat mendapati Clara yang tiba-tiba saja sudah berada di ruangannya. Entah kapan wanita itu masuk ke dalam sana, Barra sungguh tidak menyadarinya.
Dengan rok mini di atas lutut, heels yang cukup tinggi, dan baju kurang bahan itu, Clara saat ini berdiri di hadapan Barra dan tersenyum penuh maksud.
Karena tidak bisa menemui Barra saat pria itu berada di rumah mertuanya pada saat itu, Clara menjadi nekat untuk menghampiri Barra ke kantornya.
Barra mendudukkan tubuhnya tegap. Pria itu mengalihkan pandangannya ke samping. Barra sama sekali tidak mau mengalihkan pandangannya pada Clara. Entahlah, entah kenapa Barra tidak mau menatap Clara.
"Mau ngapain kamu kesini?" Tanya Barra tanpa mengalihkan pandangannya.
...Jangan lupa lika yahh biar aku makin semangat juga updatenya. Hehe...