Demi harta Dirja rela melakukan pesugihan, pesugihan yang katanya aman. Tak perlu menumbalkan nyawa, hanya perlu menikah lagi saja. Semakin Dirja menikah dengan banyak wanita, maka harta yang dia dapatkan juga akan melimpah.
"Ingat, Dirja! Kamu harus menikah dengan wanita yang memiliki hari spesial, seperti wanita yang lahir pada malam satu suro. Atau, wanita yang lahir pada hari Selasa Kliwon."
"Siap, Ki! Apa pun akan saya lakukan, yang terpenting kehidupan saya akan jadi lebih baik."
Akan seperti apa kehidupan Dirja setelah melakukan pesugihan?
Benarkah pesugihan itu aman tanpa tumbal?
Gas baca, jangan sampai ketinggalan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Boleh Banyak Tanya
Dirja melebarkan matanya, napasnya tercekat saat mendengar ucapan Nina. Bisa-bisanya wanita itu berkata seperti itu, perkataan yang akan merubah hidupnya menjadi seorang pria yang nantinya akan menjadi bahan gunjingan semua orang.
"Saat kamu mau pergi ke kota, kamu bilang ke orang tua kamu kalau kamu mau menikah sama aku?" tanya Dirja dengan suaranya yang meninggi dan sedikit bergetar.
Mobil yang dikendarainya tiba-tiba berhenti mendadak di pinggir jalan sepi. Ia dengan cepat membuka pintu dan menarik tangan Nina dengan kuat agar keduanya bisa keluar dari dalam mobil itu.
Mereka kini berdiri di dekat barisan pepohonan perkebunan, udara dingin menusuk kulit. Dirja menatap Nina tajam, rahangnya mengeras.
"Jangan main-main, Nina. Aku tidak suka kalau kamu mengatakan hal seperti itu," ujar Dirja.
"Maaf, aku hanya bercanda."
"Kamu gila, Nina. Itu bukan bercanda yang lucu."
Nina buru-buru menunduk, dia takut sekali melihat raut wajah Dirja saat ini. Nina buru-buru berkata dengan suaranya yang lirih.
"Aku cuma mau mencairkan suasana, Tuan. Tadinya biar nggak bete saat di dalam mobil, soalnya perjalanan kita menuju kota sangat jauh. Maaf, aku nggak bermaksud serius."
Wajahnya memerah, tubuhnya gemetar. Dirja menggeleng pelan, napasnya masih berat.
"Aku bukan orang yang suka bercanda soal begini. Jangan ulangi lagi, paham?" tegasnya, tapi ada ketegangan yang tersimpan di balik kata-kata itu.
Nina hanya bisa menganggukan kepalanya, dia hanya bisa terdiam di bawah tatapan yang penuh dengan ancaman menusuk dari Dirja.
"Jangan ulangi lagi bercandaan seperti itu."
"Iya," jawab Nina.
"Ingat! Aku menjanjikan uang yang banyak, aku menjanjikan hal yang berharga untuk kamu. Jangan sekali-kali bertindak semau kamu sendiri, karena itu nantinya akan merugikan kamu."
"Ya," jawab Nina.
Keduanya masuk kembali ke dalam mobil, sepanjang perjalanan tidak ada obrolan antara Nina dan juga Dirja. Pria itu masih menahan kekesalan, sedangkan Nina merasa takut kalau dia berbicara, ucapan yang keluar dari mulutnya itu akan salah.
Pukul tiga sore keduanya tiba di kota, Dirja langsung mencari kontrakan di dekat universitas yang diinginkan oleh Nina. Setelah mendapatkan kontrakan, dia langsung berbicara kepada sang pemilik kontrakan kalau keduanya ingin menikah.
"Wah! Jadinya kalian ini mau menikah terus ngontrak di sini gitu ya?"
"Iya, Pak Topik. Tolong panggilkan ustadz yang bisa menikahkan kami, untuk urusan uang nanti saya kasih."
"Gampang, saya akan bantu. Lagian Saya juga tidak akan mengontrakkan rumah kepada pasangan yang tidak halal," ujar Topik.
Pukul delapan malam Nina resmi menikah dengan Dirja secara siri, Dirja memberikan mahar uang yang cukup besar kepada wanita itu. Setelah menikah, dia mengajak Nina untuk makan malam bersama.
"Besok kamu bisa langsung daftar kuliah, aku akan antarkan. Setelah kamu mendaftar kuliah, aku akan pergi menemui istriku, paham?"
Nina tentunya senang sekali karena akhirnya bisa kuliah seperti yang dia inginkan, cita-citanya ingin menjadi orang yang sukses di kampungnya. Dia ingin memiliki gelar dan juga pekerjaan.
"Iya, Tuan."
"Kamu jangan panggil aku tuan lagi, sekarang kita sudah menjadi suami istri. Kamu boleh panggil aku semau kamu," ujar Dirja.
Takutnya kalau Nina terus memanggil dirinya dengan sebutan tuan, akan ada orang yang curiga tentang hubungan mereka yang sebenarnya.
"Panggil Mas boleh?"
"Nggak, cuma Darmi yang boleh panggil aku mas."
Nina mengerucutkan bibirnya, dia merasa heran dengan pria itu. Katanya dia boleh memanggil direja dengan sebutan apa pun, tetapi panggil mas tak boleh.
"Ya udah, Akang aja kaya non Susi."
"Ya, tapi ingat! Tak boleh buka suara kepada siapa pun tentang hubungan kita."
"Ya," jawab Nina.
"Sekarang buka baju kamu," ujar Dirja.
"Eh? Mau apa?" tanya Nina kaget.
Wanita itu baru berusia delapan belas tahun, belum mengerti sepenuhnya tentang melayani suami. Makanya Nina begitu bingung ketika dirja meminta dirinya untuk membuka baju.
"Kamu itu sudah menjadi istriku, itu artinya ini adalah malam pertama kita. Ini adalah malam di mana kamu harus menyerahkan diri kamu sepenuhnya kepada aku," ujar Dirja.
Dirja bukannya haus terhadap yang namanya hubungan suami istri, tetapi masalahnya setelah menikah dia harus melakukannya sesuai petunjuk dari penghuni hutan larangan.
Karena jika dia langsung meniduri wanita yang memiliki hari kelahiran spesial itu, maka uang yang dia dapatkan apa sangat banyak sekali.
"Ja--- jadi, harus malam ini juga ya?"
"Iya, karena waktu aku di sini nggak banyak. Besok harus ngurusin kuliah kamu, setelah itu aku akan menemani Darmi Jangan pulang ke kampung."
"Tapi, Kang. Di rumah ini belum ada kasur, belum ada perabotan lainnya. Kita tidurnya di mana?"
"Ada kasur lipat yang diberikan sama pemilik kontrakan, besok setelah kamu daftar kuliah, Akang akan membelikan kamu kasur dan juga perabotan rumah."
"Iya, Nina paham. Lalu, kapan Akang akan menemui aku lagi?"
"Nanti kalau sempet, kamu tahu kerjaan aku banyak. Istri juga tiga sama kamu. Yang terpenting kamu nanti akan aku tinggalin uang untuk biaya hidup di sini, oke?"
"Ya," jawab Nina.
"Kamu tuh disuruh buka baju malah nanya-nanya terus," ujar Dirja sambil membuka baju yang dipakai oleh wanita itu.
Dirja nampak tak sabar, Nina hanya bisa pasrah dengan apa yang dilakukan oleh suaminya itu. Namun, saat milik pria itu masuk, Nina sempat ingin berteriak karena merasakan kesakitan yang luar biasa, tetapi Dirja dengan cepat membekap mulut wanita itu.
Setelahnya terjadilah pergumulan yang begitu panas, seperti yang pernah dia alami dengan Susi, antara sadar dan juga tidak sadar dia melakukannya bersama dengan Nina.
"Cepet banget kamu tidurnya," ujar Dirja setelah pergumulan panas mereka selesai.
Nina tidur dengan tubuhnya yang hanya ditutupi oleh selembar kain saja, wajah wanita itu terlihat begitu lelah sekali. Bahkan, wajahnya terlihat begitu pucat. Dirja tersenyum sambil mengusap puncak kepala wanita itu.
"Kamu itu harus jadi wanita paruh, kalau aku kaya, kamu juga kecipratan."
Dirja bangun dan memakai bajunya, saat dia sedang memakai baju, Dirja begitu kaget karena tiba-tiba saja melihat uang yang mulai berjatuhan pada lantai kamar. Uang itu tentu saja jumlahnya begitu banyak.
"Ya ampun! Kenapa uangnya datang sekarang, kalau Nina bangun bagaimana?"
Dirja kelabakan, dia cepat-cepat memakai bajunya dengan rapi. Setelah itu dia mencari tempat yang bisa digunakan untuk menyimpan uang itu, tak lama kemudian dia tersenyum karena melihat karung yang ada di dekat kamar mandi.
"Aku simpan uangnya di sini sajalah," ujar Dirja.
Dirja dengan perlahan memasukkan semua uang itu ke dalam karung, hal itu dia lakukan agar tidak membangunkan Nina. Dia hanya meninggalkan dua gepok uang di dekat Nina, lalu dia keluar dari dalam rumah kontrakannya menuju mobilnya.
"Aman, di sini saja simpennya."
Dirja tersenyum lega, lalu dia mengunci pintu mobilnya dan berniat untuk masuk ke dalam kamarnya. Namun, dia dikagetkan dengan kedatangan Topik yang baru saja pulang dari pasar. Karena dia memang sudah terbiasa ke pasar sebelum subuh.
"Kamu ngapain pagi-pagi buta sudah di luar? Terus, apa yang kamu masukkan ke dalam mobil? Soalnya tadi saya lihat kamu bawa karung, kamu nggak membunuh istri kamu dan menyimpan mayatnya di dalam mobil, kan?"
punya pikiran tidak sih Dea ini.
Egois, judes dan emosian
iblis kalau di turuti semakin menjadi membawamu makin dalam terperosok dalam kehinaan .
Dirja ,ringkih banget hatimu ,baru di katain begitu kau masukkan ke dalam hati terlalu jauh ,hingga punya pikiran melenyapkan kehidupan insan tidak bersalah yang baru berkembang.
semangat teh Ucu