Cinta Dalam Dua Ikrar

Di rumah sakit, Wilona tengah menjalani perawatan intensif oleh seorang dokter.

Setelah insiden kekerasan yang dilakukan Aryan, Wilona memutuskan untuk kabur dari rumah. Ia sempat membawa beberapa barang penting yang sudah ia persiapkan jauh-jauh hari. Namun, tubuhnya yang lemah dan penuh luka membuatnya tak sanggup melangkah jauh. Tepat di depan pintu kamarnya, Wilona ambruk dan kehilangan kesadaran.

Seorang pelayan rumah yang memang sempat mendengar pertengkaran keduanya dan iseng melihat keadaan diatas langsung kaget saat melihat salah satu majikannya tergeletak tak sadarkan diri. Dalam kepanikan, pelayan itu bingung harus meminta bantuan pada siapa, terlebih lagi satpam yang biasa berjaga sedang izin pulang. Tak punya pilihan lain, ia segera menghubungi Radit, kebetulan pria itu sedang menelepon Wilona beberapa kali.

Dengan suara gemetar, sang pelayan menceritakan apa yang terjadi, termasuk dugaan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan Aryan. Mendengar kabar tersebut, Radit tanpa pikir panjang langsung meluncur ke rumah Wilona bersama istrinya. Mereka segera membawa Wilona ke rumah sakit agar segera mendapatkan penanganan medis.

......................

"Kasihan banget Wilona, Mas... Udah diselingkuhi, sekarang malah jadi korban KDRT. Sepupumu itu benar-benar kebangetan!" gerutu Karin tanpa henti sejak dari rumah Wilona hingga tiba di rumah sakit.

"Kadang aku nggak habis pikir, kok bisa ya satu keluarga kelakuannya gak ada yang bener? Mama pernah cerita, katanya Om Danu juga punya istri simpanan tanpa sepengetahuan Tante Lita. Dan lucunya lagi, Tante Lita justru yang nyariin istri kedua buat anaknya. Ternyata suaminya sendiri juga selingkuh. Bener-bener... Ini sih bukan buah jatuh nggak jauh dari pohonnya lagi, tapi udah pohonnya, batangnya, sampai akarnya bermasalah semua."

Radit hanya menghela napas panjang, untuk telinganya sudah terbiasa mendengar ocehan istrinya setiap hari. Keduanya saat ini duduk didepan ruang IGD, menunggu Wilona diperiksa.

"Karin... Sayang... Kamu bisa tenang gak sih? Gak capek apa dari tadi ngomel-ngomel? Percuma, orang yang kamu omelin gak ada disini," ujarnya berusaha tetap lembut meski sedikit kesal.

Karin mendengus kesal, tapi sorot matanya tampak menunjukkan kepedulian yang besar.

"Pokoknya aku kesel kali ini. Aku sebagai sesama perempuan merasa sakit melihat keadaan Wilona yang babak belur kayak gitu, bahkan sampek gak sadarkan diri, entah apa saja yang dilakukan Aryan pada Wilona. Aku yakin pasti ini semua gara-gara si jamet Amanda." Emosi sekali rasanya Karin mengingat Amanda, perempuan itu begitu sombong dan selalu pamer barang-barang mahal yang dia punya. Itulah mengapa Karin sering menyebut Amanda adalah jamet yang norak. Dia pikir didunia ini hanya dia yang punya barang mahal.

Radit menatap istrinya sejenak, lalu menggenggam tangannya pelan. Ia tahu, di balik omelan itu, Karin hanya sedang benar-benar marah dan peduli.

"Awas aja kalau kelakuan kamu sampai kayak Aryan atau Om Danu!" seru Karin sambil menunjuk-nunjuk dada suaminya. Sorot matanya tajam, tidak main-main. "Aku pastikan kamu nggak bakal bisa lihat aku sama Shilla lagi, untuk selamanya!"

Ancaman itu bukan sekadar gertakan saja. Karin benar-benar serius. Dalam hatinya, ia sudah bersumpah, kalau Radit berani mengkhianatinya seperti itu, ia akan pergi jauh membawa anak mereka. Dan ia pastikan, Radit tidak akan pernah bisa menemukan mereka, sampai kapan pun juga.

Saat hendak membalas ucapan ngawur istrinya, tiba-tiba pintu IGD terbuka.

Cklek....

Seorang dokter keluar dari ruang perawatan dengan wajah serius, membuka masker medisnya perlahan. Tatapannya tajam menyapu Radit dan Karin yang berdiri cemas di depan ruang IGD.

"Siapa yang bertanggung jawab atas pasien di dalam?" tanyanya, tegas namun tetap profesional.

Radit segera melangkah maju, nadanya penuh kekhawatiran.

"Saya, Dok. Saya yang membawanya ke sini. Terus terang, saya tidak tahu pasti apa yang terjadi. Pelayan dari rumahnya tiba-tiba menghubungi saya dan bilang kalau dia... dianiaya oleh suaminya."

Sang dokter menatap Radit dengan pandangan dalam, seolah mencoba membaca kebenaran dari wajahnya.

Karin pun ikut bicara, sedikit maju mendampingi suaminya.

"Betul, Dok. Saya istrinya. Saya ikut saat suami saya menjemput pasien. Saat kami sampai, kondisinya memang sudah seperti itu."

Dokter mengangguk pelan, lalu mengembuskan napas panjang.

"Baik. bisa ikut saya ke ruangan? Ada hal penting yang harus saya sampaikan."

Mereka saling pandang, dan seketika suasana menjadi lebih tegang.

Keduanya langsung mendatangi ruangan dokter setelah Wilona dipindahkan keruangan rawat. Karin yang juga penasaran dengan penjelasan dokter, langsung mengikuti suaminya.

"Begini, Pak, Bu," ucap dokter dengan nada serius dan penuh empati.

"Setelah kami melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap pasien, kami menemukan adanya luka memar di beberapa bagian tubuh, yang mengindikasikan adanya kekerasan fisik."

Dokter terdiam sejenak sebelum melanjutkan, kali ini suaranya lebih pelan namun tegas.

"Selain itu, hasil pemeriksaan juga menunjukkan adanya tanda-tanda kekerasan seksual. Pasien mengalami pendarahan, dan dari hasil uji laboratorium, ditemukan adanya jejak sperma di dalam rahimnya."

Ia menatap keduanya dengan sorot prihatin.

"Kami akan segera membuat laporan medis resmi, dan saran saya, kasus ini sebaiknya segera dilaporkan ke pihak berwajib agar pasien mendapatkan perlindungan hukum yang layak."

Keduanya sangat syok mendengarnya, ternyata Aryan sekejam itu.

"Terima kasih, Dokter. Mengenai pelaporan kepada pihak berwajib, saya rasa kami perlu berdiskusi terlebih dahulu dengan yang bersangkutan," ujar Radit dengan nada tenang namun tegas.

"Baiklah, jika dibutuhkan saya siap membantu."

"Sekali lagi terimakasih, Dok. Jika tidak ada hal lain, kami mohon izin untuk pamit dulu."

Ia kemudian membungkukkan sedikit badan sebagai tanda hormat, diikuti oleh Karin yang mengangguk sopan sebelum mereka berdua meninggalkan ruangan dokter.

BERSAMBUNG

JANGAN LUPA BERI LIKE, KOMEN DAN VOTE

DUKUNGAN TEMAN-TEMAN SEMUA SANGAT BERHARGA.....LOVE YOU ALL.....