Lionel Danny, adalah pria berpengaruh yang kejam. Karena dendam ia terpaksa menikahi putri musuhnya sendiri.
Namun, tepat setelah pernikahan selesai dilangsungkan, ia justru menghabisi seluruh keluarga istrinya, Maura.
Karena benci dan dendamnya akhirnya Maura sengaja mendekati pria kaya raya bernama Liam. Siapa sangka jika Liam benar-benar jatuh hati kepada Maura.
Mungkinkah Danny luluh hatinya dan berusaha merebut kembali miliknya?
Bagaimana jadinya jika ternyata Liam justru pria yang lebih kejam dari Danny?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lintang Lia Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Ceraikan Aku
Liam berjalan santai menuju sebuah koridor di sisi kamar rawat pasien di salah satu rumah sakit. Beberapa orang terlihat mengikuti, meski mereka hanya terlihat mengintai dari jarak jauh saja.
Di koridor yang lumayan sepi itu, sudah berdiri menunggu seorang pria jangkung, lengkap dengan setelan jas mahalnya yang tampak menawan.
Pria itu berdiri membelakangi, dengan kedua tangan yang sengaja dimasukkan ke dalam saku celana.
"Kau memanggilku, Tuan?" Liam bersikap seolah ia memang benar-benar seorang perawat yang sedang berjaga.
Danny langsung berbalik. "Kuperingatkan padamu," ucapnya dengan tatapan bersungguh-sungguh.
Lalu Danny melangkah pelan tapi pasti, lengkap dengan sorot matanya yang tajam seolah terkesan mengintimidasi. Pria kasar itu langsung menarik kemeja Liam. Tepat di bagian depan dadanya dengan tangan gemetar.
"Jangan bermain-main dengan pasien wanita yang baru saja kamu tangani. Kau tidak boleh menyentuhnya, kamu bisa 'kan panggil perawat yang sama wanitanya? Atau kamu menyukainya? Jangan terlalu naif memandang wanita yang bukan milikmu. Atau aku sendiri yang akan mencongkel matamu.
Liam terdiam.
"Jika kamu masih tidak mengerti, aku akan membuatmu mengerti. Dia bukan pasien biasa. Jangan menyentuhnya mulai sekarang, paham." Lelaki itu mengembuskan napas berat. Seperti sedang menahan kemarahan yang luar biasa.
Lalu, Liam menggenggam tangan Danny dan mengurai genggaman pria yang mencoba menakutinya dengan wajah seram itu.
"Oke," sahut Liam sambil lalu.
Kemudian, tanpa sadar Liam melihat Julio mendorong Maura yang didudukkan di kursi roda. Tampaknya mereka akan membawanya pergi ke suatu tempat, entah.
Di waktu yang sama, Maura menoleh ke arah Liam. Ia menatapnya tanpa kedip, seolah memberi isyarat meminta pertolongan.
***
Saat Maura sampai di rumah Danny. Pria itu sendiri yang mengangkat tubuh mungil istrinya. Ia bahkan tidak memperbolehkan Julio membantunya sekalipun.
"Aku bisa jalan sendiri," gerutu Maura seraya berontak.
Danny tersenyum getir. "Jadilah patuh, ingat?"
Maura terdiam, lalu memalingkan wajahnya ke arah lain.
Dan ketika sampai di kamarnya, Danny tidak melemparkan perempuan itu ke ranjang seperti yang biasa ia lakukan. Ia meletakkannya perlahan sambil menatapnya.
"Kenapa kau baik padaku?" tanya Maura dengan kepala tertunduk, tanpa menatap Danny sedikitpun.
Jantung Maura sejujurnya terpacu cepat, tetapi ia tidak mau lawan bicaranya tahu apapun yang akan mempermalukan dirinya.
"Maura, kau tidak pernah menginap di tempat lain selama kita menikah. Aku tahu jika kamu mencoba membuatku sekedar cemburu dengan pria sialan yang pernah kutembak itu," ucap Danny sambil mengelus anak rambut di pipi Maura, tetapi tangannya cepat ditepis oleh wanita itu.
"Aku tahu kau sangat marah padaku, atas perbuatanku pada keluargamu. Aku hanya ingin menuntut balas. Tapi untuk kali ini, aku tawarkan perdamaian padamu. Anggap saja aku sedang memohon." Danny berbicara dengan tatapan sendu.
"Kenapa?" tanya Maura memberanikan menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
"Itu...." Kalimat Danny terputus begitu saja, seolah ia tidak bisa melanjutkannya.
Entah apa yang membuat Danny sedikit melunak.
"Mari kita memiliki bayi," ajak Danny, seolah ia mengungkapkannya dari lubuk hatinya yang paling dalam.
"Ceraikan saja aku." Kalimat itu mencelos begitu saja dari bibir Maura.
Terlihat jelas ketika ia bicara bibir ranumnya gemetar.
Mendengar keinginan Maura, seperti penolakan besar bagi Danny. Dadanya mendadak sesak, tubuhnya seperti dialiri listrik ribuan watt. Matanya seketika berubah merah. Iris mata cokelat itu, tak lagi terlihat sendu, tetapi berubah menyeramkan.
Maura mencoba bangkit dan menjauh, menyadari ekspresi suaminya berubah merah padam. Ia tahu Danny pasti akan melampiaskan kemarahannya setelah itu.
Nahasnya, Danny langsung menjambak, Maura. "Aaaaaaaarghhh, sakit, Danny lepaskan," erang Maura sembari meringis kesakitan.
Raut wajah dingin itu kembali terlihat.
Bukannya melepaskan tangannya, Danny justru beralih mencekiknya. Ia mendekatkan wajahnya dengan mata melotot.
"Apa katamu? Kita akan memiliki bayi dan kamu justru meminta ini?" Danny terus mencekik leher jenjang itu hingga Julio berlari mendekat.
"Tuan, Danny. Lepaskan, Nyonya sedang hamil. Ada keturunan Anda di dalam tubuhnya," cegah Julio.
Seketika ia menarik bahu Danny, lalu Maura pun terbatuk setelahnya.
"Anda baik-baik saja, Nyonya?" tanya Julio, ia langsung memapah Maura di sofa sudut ruangan, lalu menyodorkan segelas air putus untuknya.
"Julio! Beraninya kau menyentuhnya!" teriak Danny mencoba memperingati.
Julio mengesah berat, kemudian ia menjambak rambutnya sendiri seolah sedang frustasi.
"Anda hampir mencelakainya, Tuan. Silahkan marah, tapi jika Nyonya tiada ... Anda akan menyesalinya."
Baru kali ini sekretaris Danny membela Maura. Biasanya, ia adalah orang yang berada di barisan paling depan untuk melakukan persekongkolan.
Danny terdiam. Lalu menit setelahnya langsung mendekati Julio.
PLAAAK!
Danny menampar sebelah pipi Julio hingga meninggalkan bekas jemarinya.
"Maaf," ucap Julio, yang kemudian menundukkan wajahnya.
Dia tahu benar jika Danny tidak suka ditentang. Ini adalah kali pertamanya ia berbuat seperti itu.
"Kau tahu kenapa aku menamparmu, Julio?" tanya Danny dengan nada datar.
Aura wajah dingin itu membuat sekujur tubuh Julio gemetar.
"Karena saya lancang," sahut Julio.
"Karena kamu berani memberi obat bius pada Maura, hingga membuatnya dikasihani pria lain di luar sana!" Mata Danny melotot menatapnya.
Sementara Julio, ia memejamkan matanya sejenak. Ia lupa, jika meski katanya bos besarnya begitu membenci Maura tapi faktanya pria itu tak suka wanitanya diganggu siapapun. Bahkan dirinya yang merupakan orang kepercayaannya sekalipun.
"Saya, minta maaf, Tuan. Permisi." Julio langsung berlalu sebelum situasinya semakin memanas.
Sementara itu, Maura yang masih meraba lehernya yang sakit langsung beranjak berdiri, saat mengetahui Danny melangkah mendekatinya.
"Maafkan aku, Maura. Tidurlah. Jangan bahas apapun lagi. Aku akan meminta pelayan membawakan makanan." Danny langsung pergi meninggalkan Maura yang tidak berani menatapnya.
Seolah, pria itu ingin memberikan ruang kepada istrinya untuk menenangkan dirinya.
Maura menelan ludah. Lalu ia melangkah menuju ranjang, di pembaringan itulah ia menumpahkan tangisnya.
Isakan tangis pelan itu, perlahan semakin terdengar menyesakkan dada.
"Aku tidak mau hamil anak pria sialan itu, tidak!" teriaknya diiringi suara tangis sesenggukan.
Tak lama kemudian, ia menghapus air matanya dengan kasar. Lalu memukuli perutnya sendiri.
Seorang maid yang baru saja masuk membawakan nampan berisi makanan menjatuhkannya hingga suaranya dentingan piring di lantai mengagetkan Danny dan berhambur ke dalam kamar.
"Ada apa?" Raut wajahnya berubah tegang.
Belum sempat maid itu menceritakan tentang kejadian yang baru saja dilihatnya, Danny langsung berlari dan memegangi tangan Maura.
"Hentikan, bayi ini tidak bersalah. Hukum aku, Maura."
Maura langsung mendorong Danny kuat-kuat.
Tatapan mata penuh benci wanita itu beralih pada keranjang buah yang tersaji di meja, letaknya hanya beberapa langkasaja darinya.
Dengan tangisnya yang belum reda, Maura meraih pisau lalu mengarahkannya tepat di pergelangan tangannya.
"Aku tidak menginginkan anak ini, Danny. Lebih baik aku mati daripada melahirkan keturunan dari pria yang menghabisi seluruh keluargaku!"
update lebih bnyk lgi sehari 2-3 bab hehe...