Perjanjian Dengan Tuan Muda

Selepas matanya membulat dengan sempurna, Jonas juga menepuk-nepuk pelan dadanya sambil berkata, “Ohhh...dadaku berdebar.... Aku menemukannya.”

“Saya sudah minta maaf, apa Anda masih mau menuntut saya?”

“Tentu saja, kau sudah membuat kerugian.”

“Kerugian…saya tidak membuat mobil Anda rusak, apalagi membuat Anda terluka!”

Ariel dan Bertrand terlibat adu mulut, Betrand berniat mempersulit Ariel.

“Bertrand! Hentikan!” Jonas keluar mobil, sebagai seorang pahlawan, “Kenapa kamu memarahi seorang gadis? Sama sekali tidak menunjukkan pria sejati!”

Ucapan macam apa ini…Bertrand menatap bingung Jonas, bukankah biasanya dia yang paling garang! Kenapa jadi seperti ini? dan lagi…Bertrand memperhatikan rambut Jonas. Sepupunya itu menyisir rambutnya dengan sangat rapi.

Ehem…sebelum mengeluarkan suara emasnya, Jonas berdehem lalu tersenyum lembut pada Ariel, “Nona, maafkan dia, kamu tidak salah, mobil kami yang melaju terlalu kencang.”

Ariel kaget, apalagi Bertrand, tambah kaget mendengar kata-kata yang dilontarkan Jonas.

Ariel memperhatikan lekat Jonas, *Aku seperti pernah melihatnya...tapi dimana*?

“Ya Tuhan, Nona, tanganmu terluka!” Ucap Jonas, penuh kekhawatiran saat melihat luka lecet di lengan Ariel.

Ariel terperanjat, “Tidak apa-apa, hanya lecet. Jadi, apa benar kalian akan menuntut saya?”

“Haha…tentu saja tidak! Bagaimana mungkin aku menuntut orang yang tidak bersalah. Sekalipun kamu bersalah dan sampai membuat mobilku hancur lebur, aku tidak akan mempermasalahkannya. Uangku sangat banyak untuk membeli tiga atau lima mobil seperti ini.”

Orang kaya ini, sedang memamerkan hartanya untuk memikat gadis itu.

Ariel lega, “Kalau begitu terima kasih, dan sekali lagi saya minta maaf. Jika ini sudah selesai, saya permisi.” Ucap Ariel yang sama sekali tidak terpengaruh oleh ucapan Jonas yang menyinggung soal kekayaannya.

“Kenapa buru-buru,” cegah Jonas dan langsung mengulurkan tangannya, “Bukankah sebaiknya, kita berkenalan?”

Saat yang bersamaan, ponsel Ariel berdering. Arthur sudah memanggilnya untuk segera pulang.

“Maaf saya harus segera pulang, terima kasih karena tidak memperpanjang masalah ini.” Kata Ariel, yang secara tidak langsung menolak uluran tangan Jonas, dia sudah siap mengayun sepedanya.

“Kamu sangat tergesa-gesa, aku bisa mengantarmu? Pasti sangat lelah jika harus mengayuh sepeda.”

“Tidak! Terima kasih.” Tolak Ariel, dan langsung pergi dari sana tanpa menoleh.

“Sempurna…inilah yang aku inginkan, ya…seperti ini….” Kata Jonas, sambil melambaikan tangan pada Ariel yang udah berlalu, wajahnya sumringah mungkin hatinya saat ini sedang berbunga-bunga.

Bertrand terbengong dengan menggelengkan kepalanya berulang, ia tidak sanggup mengucapkan sepatah kata pun.

“Bertrand, kau tahu gadis itu tinggal di mana?”

“Sepertinya…dia gadis yang tinggal di pemukiman Gunung Bora.”

“Hahaha…. Sesuai yang aku bayangkan dan yang aku impikan. Kamu benar, di pemukiman itu sangat indah.” Kata Jonas tertawa puas, menggambarkan kesenangan yang luar biasa di hatinya.

“Kau…menyukai gadis tadi?” Tanya Bertrand, memastikan.

“Apa kamu tidak bisa membaca wajahku? Tentu saja jawabannya iya. Bagaimana? Dia sangat cantik bukan?”

“Ya, itu benar…tapi….!”

“Tapi apa? Jangan bilang kamu juga menyukainya, aku tidak akan membiarkan siapapun mengganggu gadis itu, dia milikku.”

Baru pertama kali bertemu, Jonas sudah menandai dan mengklaim, jika Ariel miliknya.

…..

Nafasnya masih tersengal-sengal, Ariel sudah langsung berlari menemui bibi Imel.

Baru terlambat lima menit, ini tidak akan jadi masalah, kan?

Ingin memasuki ruang dimana bibi Imel selalu berada, Ariel dikejutkan dengan Alfred yang menutup jalan.

Wanita ini menelan ludahnya, ini petaka! Lelaki ini pasti ingin memarahinya.

“Selamat sore, Tuan!” bibirnya menyapa dengan senyum terbaik, tapi kaki dan tangannya gemetar.

Tatapan lelaki yang duduk di kursi roda itu, benar-benar mengintimidasi.

“Kau…berkeliaran diluar sana?”

Jleb…berkeliaran…. Kenapa harus menggunakan kata berkeliaran?

“Maaf tuan, saya….”

“Ingat! Selama kau masih terikat kerja sama dengan saya. Jangan membuat masalah dan berulah apapun di luar sana.”

*Padahal aku tidak melakukan apapun selain mengunjungi ayah. Tapi kenapa dia selalu berpikir buruk*.

“Iya tuan, saya mengerti.”

…..

“Nona, tangan Anda terluka.”

“Ah…ini, tadi aku jatuh dari sepeda. Tapi tidak apa-apa, ini bukan luka serius.”

“Tapi harus diobati, jika tidak akan terjadi infeksi. Bibi ambilkan obat!”

Setelah membantu Ariel mengoleskan salep pada lukanya, Bibi Imel menyerahkan gaun yang sebelumnya diberikan Alfred, “Tiga puluh menit lagi, tuan besar Marion dan kakek Roma, tiba.”

Ariel mengerti, itu artinya dia harus cepat.

Gaun berwarna putih yang menjadi pilihan Alfred, ya…lelaki itu tidak menyukai benda yang berwarna, Untung saja ini warna putih bukan abu-abu atau hitam seperti warna yang ada di Kastilnya.

Ariel mengangkat rambut panjangnya, mencoba menarik resleting belakang gaun putih itu.

Bibi Imel yang tidak sengaja melihat punggung Ariel terdiam mematung.

Perlahan dia mendekat, memastikan apa yang ada di punggung wanita itu.

Simbol Bunga Teratai. Inilah yang Imel lihat.

Bibi Imel tertegun, sudah puluhan tahun dia menjadi abdi keluarga bangsawan, sebelum menjadi pelayan di Kastil Alfred, Imel pernah menjadi bagian dari Keluarga Bangsawan lainnya. Keluarga seperti Pak Yuran, tidak mungkin bisa memberikan simbol Bunga Teratai pada anak-anaknya.

“Bibi, bisa tolong bantu aku,” pinta Ariel yang kesusahan menarik resleting.

“Ya, tentu Nona.”

Di kesempatan ini, Imel memastikan jika simbol itu benar-benar asli bukan sekedar gambar yang dibuat sembarangan.

…..

Kakek Roma dan Marion tiba di kastil tepat waktu. Keluarga ini memang tidak pernah kenal yang namanya terlambat.

Kedatangan mereka untuk memastikan. Alfred benar tinggal bersama wanita yang dia nikahani, memastikan jika Tuan Muda benar-benar menikah atas dasar suka sama suka. Tidak ada tujuan dan maksud lain, selain ingin hidup bersama karena kasih sayang dan cinta.

“Dimana istrimu, Alfred?” Tanya Marion.

Kali ini Alfred harus kooperatif, untuk sementara saja, jika dia sudah bisa mengambil alih semuanya, barulah lelaki ini memberontak, menentang semua hal-hal yang ditentukan tertua, yang menurutnya tidak masuk akal.

“Dikamar, aku akan memanggilnya!”