NovelToon NovelToon
Misteri Obat Kuat di Dompet Suamiku

Misteri Obat Kuat di Dompet Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor jahat / Pelakor / Selingkuh
Popularitas:224
Nilai: 5
Nama Author: Caracaramel

Anton selalu pulang dengan senyum hangat, perhatian yang tak berubah, dan alasan pekerjaan yang terdengar sangat wajar. Terlalu wajar, hingga Nayla tak pernah merasa perlu meragukannya.

Namun ketika satu demi satu kejanggalan kecil muncul, Nayla mulai dihadapkan pada kenyataan pahit. Pengkhianatan tak selalu datang dari sikap yang dingin, melainkan dari kehangatan yang dijaga dengan terlalu rapi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caracaramel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24

Malam itu, ketika seluruh rumah sudah sunyi, hanya suara jarum jam terdengar berdetak dari ruang tengah. Anton duduk sendirian di ruang kerja, memegang ponsel dengan tangan gemetar. Dia menatap layar lama, seolah nomor yang terpampang di sana adalah bom yang hanya menunggu ia sentuh untuk meledak.

Nomor Lestari. Dia menarik napas panjang, lalu mengusap wajahnya.

“Harus selesai malam ini juga…” gumamnya, mengulang kata-kata Nayla yang terus terngiang.

Akhirnya dia menekan tombol panggil.

Nada sambung terdengar beberapa kali.

Lalu suara itu muncul. Suara yang selama berminggu-minggu membuatnya goyah.

“Mas?”

Lestari terdengar ceria, seperti menunggu.

“Mas udah sampai rumah? Udah tidur? Atau—”

“Kita harus bicara,” potong Anton cepat.

Nada ceria itu langsung memudar.

“Oh…” jeda sesaat. “Maksudnya?”

Anton menelan ludah, mencoba agar suaranya tidak goyah.

“Kita… Kita berhenti sampai di sini.”

Sunyi tiba-tiba membusungkan dada, memukul ruang di antara mereka. Hening itu berlangsung cukup lama sampai Anton mengira teleponnya terputus. Sampai kemudian, Lestari tertawa kecil. Tawa yang bukan lucu, lebih seperti mengejek.

“Mas bercanda, kan?”

“Nggak.”

“Mas," suaranya berubah, sedikit dingin.

“Bukankah kita sepakat? Mas bilang Mas nggak bahagia sama istri Mas. Mas bilang Mas tertekan, Mas kesepian.”

Anton memejamkan mata.

“Aku salah ngomong. Aku… aku sedang kacau.”

“Apa karena istri Mas tahu?” tanya Lestari cepat, suara meninggi.

“Mas takut sama dia?”

“Ini bukan soal takut. Aku cuma mau memperbaiki rumah tanggaku.”

Lestari diam beberapa detik. Lalu ia mendengus. Jelas sekali dia kecewa.

“Terlambat untuk memperbaiki, Mas. Istri Mas sudah lihat aku sama Mas keluar dari hotel. Dia juga tahu video kita. Dia udah marah besar. Jadi buat apa Mas balik sama dia?”

Anton menggeleng. “Aku tetap mau perbaiki hubungan sama Nayla.”

“Mas yakin?” suara Lestari kini berubah tajam.

“Mas yakin Istri Mas mau? Mas yakin bisa hidup dengan perempuan yang ngatur semua hal dan bikin Mas kehilangan kebebasan?”

Anton menegang. "Nayla nggak kayak gitu."

Lestari melanjutkan, “Mas selalu cerita, kan? Gimana Mas merasa Nayla bukan lagi perempuan yang Mas nikahi dulu. Mas bilang dia dingin, jauh. Dia sibuk. Dia nggak peduli sama Mas.”

“Berhenti,” tegur Anton lirih.

“Aku salah karena pernah ngomong begitu.”

“Mas nggak salah!” Lestari terdengar mulai emosi. “Mas cuma jujur! Dan aku yang ada di samping Mas saat itu!”

Anton memegang pelipisnya.

“Justru itu masalahnya.”

“Maksudnya?”

“Harusnya aku cerita sama istriku, bukan sama kamu.”

Lestari terdiam. Napasnya terdengar berat dari seberang. Lalu suaranya berubah, lebih rendah, lebih berbahaya.

“Jadi Mas cuma manfaatin aku?”

Anton menutup mata.

“Aku yang salah. Tapi aku nggak bisa terus begini.”

“Mas cinta sama aku,” ucap Lestari keras. “Mas sendiri yang bilang!”

Anton menggigit bibir.

“Aku lagi kacau waktu itu.”

“Kacau? Atau Mas bohong?”

Lestari tertawa pendek, pahit.

“Atau Mas cuma butuh aku buat pelarian?”

Anton menahan napas.

“Lestari, tolong. Ini harus berhenti.”

Hening selama beberapa detik.

Lalu suara Lestari terdengar pelan, tapi menusuk. “Kalau Mas pergi, aku nggak janji bakal diem.”

“Lestari…” Anton mulai gelisah.

“Aku bisa ke rumah Mas. Aku bisa kasih tahu istri Mas versi ceritaku. Aku bisa bikin semua jadi lebih kacau. Mas pikir cuma istri Mas yang punya kekuatan?”

“Jangan macam-macam,” kata Anton, suaranya rendah.

“Terserah Mas,” jawab Lestari datar.

“Tapi kalau Mas tinggalin aku seperti ini, aku nggak akan duduk diam.”

Telepon langsung terputus. Anton tertegun. Ponsel di tangannya terasa lebih berat dari sebelumnya.

Dia menyandarkan tubuh ke kursi dan mengusap wajahnya keras, kesal, takut, dan marah pada dirinya sendiri. Semua ini berantaka dan ia adalah penyebab utamanya.

****

Sementara itu, Nayla duduk di teras belakang rumah. Angin malam menyentuh wajahnya, membawa ketenangan aneh, meski pikirannya masih kacau berantakan. Dia sendiri bahkan tidak mengerti apa yang pertama harus dia rasakan.

Dia melihat layar ponsel, pesan dari Rani masuk.

Rani :

Kamu baik-baik aja, Nay? Kapan aku bisa ke rumah? Kita harus ngomong.

Nayla membalas singkat:

Aku nggak apa-apa, Ran. Semuanya baik-baik aja.

Setelah mengirim pesan, Nayla meletakkan ponsel dan memeluk kedua lututnya. Dia merasa kosong. Sejak tadi air mata itu seperti tertahan. Bukan karena dia tidak ingin menangis, tapi karena terlalu banyak rasa sakit yang bercampur jadi satu sampai dia tidak tahu harus merespons bagaimana.

Rasa marah.

Rasa kecewa.

Rasa jijik.

Rasa dikhianati.

Dan di atas semua itu, rasa takut kehilangan masa depan Dea.

Nayla menarik napas dalam. Dia tidak bisa terus seperti ini. Tidak bisa hanya jadi korban dari keputusan dan kebohongan orang lain.

Setelah lama merenung, akhirnya Nayla bangkit, masuk ke kamar kerja kecilnya dan membuka laci paling bawah. Dari sana, ia mengeluarkan map transparan berisi berkas-berkas yang lama dia abaikan.

Berkas tabungan atas nama dirinya. Salinan aset keluarga. Dokumen kerja sampingan yang dulu dia tinggalkan. Dan satu hal yang paling dia pikirkan selama setahun terakhir tapi tidak pernah berani lakukan. Proposal bisnis kecil, jasa desain interior rumahan.

Nayla menatap berkas itu lama. Hatinya berdebar. Rasanya seperti menyentuh kembali bagian dirinya yang dulu hilang setelah menikah.

Nayla tersadar, dia memiliki bagian yang mandiri dan kuat. Dia dulu tidak ingin bergantung pada siapa pun, termasuk suami.

Nayla menarik kursi, duduk, lalu mulai membuka laptop. Jika dunia Anton sedang hancur karena perbuatannya, maka dunia Nayla akan dia bangun ulang dengan tangannya sendiri.

***

Di ruang kerja lain, Anton masih terpaku setelah percakapannya dengan Lestari. Dia mencoba menelepon ulang, tidak diangkat. Dicoba lagi, namun ditolak. Anton terpancing panik. Berpikir akan ke kamar dan menemui Nayla.

Mau mengetuk?

Mau meminta pelukan?

Mau menangis di bahunya?

Tapi dia tahu, dia tidak punya hak untuk meminta itu. Di masalah ini, Nayla lah yang tersakiti. Perempuan yang dulu dia janjikan kebahagiaan, malah dia berikan rasa hancur yang sama sekali tak pernah perempuan itu minta.

Dengan langkah berat, dia berjalan ke kamar sendiri. Dia membuka pintu, masuk, lalu menutupnya pelan. Di sana tidak ada Nayla. Anton bahkan tidak tahu dimana Istrinya berada.

Anton duduk di pojokan lantai, menubrukkan wajah ke tangan. Dan untuk pertama kalinya lagi, setelah bertahun-tahun, Anton menangis diam-diam.

"Maafin aku, Nay. Aku salah. Seharusnya aku nggak lakuin itu sama Lestari. Seharusnya aku lebih terbuka sama kamu, bukan malah cari pelampiasan di tempat lain. Sekarang semuanya jadi hancur lebur begini." gumam Anton sambil sesekali memukul kepalanya dengan kesal atas kebodohannya yang suka selingkuh.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!