NovelToon NovelToon
World Imagination

World Imagination

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Epik Petualangan / Akademi Sihir / Kehidupan Tentara / Perperangan / Barat
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: LIMS OFFICIAL

Sean, bocah 11 tahun yang berlayar sendirian menuju sebuah negara yang diamanahkan sang kakek. 11 tahun telah berlalu sejak ia dan kakeknya terpaksa meninggalkan sebuah negara, tempat Sean lahir. Di negara inilah, dia akan bertemu dengan orang-orang baru yang menemani kerja kerasnya. Namun kisahnya tidak semenyenangkan itu. Bersamaan dengan pengaruh baik, ada banyak tantangan gila menantinya di depan. Dia hanya bocah 11 tahun!

Apakah Sean dan teman-temannya bisa menghadapi setiap masalah demi masalah yang tak kunjung pergi? Simak dan ikuti perjalanannya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LIMS OFFICIAL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Berdamai

"Minum teh?" tanya Sean setelah mendengar Joy mengundangnya. Joy mengangguk antusias.

"Aku sendiri saja di rumah. Kumohon untuk kali ini saja" Joy tampak bersikeras Sean datang ke rumahnya untuk menemaninya.

Sean tersenyum. "Baiklah, kebetulan juga semua anggota di rumah sibuk" jawab Sean menyetujui.

Sepulangnya, mereka menuju kediaman Nicolo. "Aku pulang..." gumam Joy melepas sepatunya.

Sean cukup kagum dengan rumah itu. Rumah tersebut berlantai dua. Ketika mereka masuk, mereka akan langsung menemukan toko bunga.

Lalu toko bunga terhubung dengan ruang tamu sekaligus ruang keluarga. Setelahnya di belakang ruang tamu terdapat dapur yang juga terdapat tangga menuju lantai dua. Lalu di belakang rumah, terdapat sebuah kebun.

"Woah, rumah ini besar sekali!" ujar Sean kagum. "Biasa saja, di Panzer rumah seperti ini standar" jawab Joy terkekeh dan ia mulai membuat teh.

Beberapa saat setelahnya, Joy menyuguhkan teh hangat. "Terimakasih" tutur Sean terkekeh.

"Sean, apa kau selalu latihan dengan gurumu?" tanya Joy penasaran. "Ya, guru selalu mengajariku seputar pengetahuan akademi dan beberapa teknik bela diri" jawab Sean membenarkan.

"Aku penasaran, siapa pemuda yang juga berfoto denganmu kemarin? Yang rambutnya panjang" Joy tampak antusias dan sangat penasaran.

"Pemuda berambut panjang? Ahk dia, aku memanggilnya oniisan" jawab Sean turut antusias.

"Oniisan? Sebutan apa itu?" tanya Joy terheran. "Entahlah, tapi sepertinya panggilan seorang adik pada kakak mungkin" jawab Sean terkekeh.

"Sepertinya dia sangat kuat. Aku bisa melihat dari tampangnya" ujar Joy tersenyum tenang. "Ya, oniisan sangat kuat. Menurutku, dia dan guru seimbang" jawab Sean membenarkan.

"Kau beruntung, Sean. Kau dikelilingi orang-orang kuat yang melindungimu" gumam Joy seraya menikmati teh hangatnya.

"Joy, bagaimana rasanya disayang oleh ayah dan ibumu?" tanya Sean penasaran. Joy tentu terkejut mendengarnya. Setelahnya ia tersenyum.

"Sejujurnya, tidak ada perlakuan istimewa padaku. Ayah dan ibu lebih bangga pada kakak" jawab Joy tertawa kecil.

"Huh? Kenapa begitu?" tanya Sean terheran.

"Kakak itu sangat berbakat. Walaupun dia anggota militer, tapi dia juga pandai berbisnis. Berbeda denganku, aku hanya suka membaca buku dan mencari pengetahuan dunia. Mimpiku bukan menjadi anggota militer, aku ingin sekali menjadi seorang Sejarahwan"

Sean tentu terkejut mendengar hal itu. "Jika itu mimpimu, kenapa kau tidak memperjuangkannya?" tanya Sean terheran.

"Aku tidak mau kalah dari kakak. Itulah kenapa aku memutuskan ikut seleksi masuk akademi"

Sean mengangguk-angguk kecil tanda paham. "Lalu Sean, apa mimpimu?" tanya Joy penasaran.

"Aku? Aku mau jadi orang terkuat yang melindungi negara!" jawab Sean antusias.

Joy tersenyum mendengarnya. "Jadi kau ingin menjadi kepala negara?" tanya Joy memastikan.

"Bisa dibilang, tapi jika aku bisa menjadi kepala militer sekalipun tidak masalah. Asalkan aku bisa melindungi banyak orang"

Joy termenung menatap Sean. "Ada apa?" tanya Sean terheran dengan tatapan Joy. "Kau punya tujuan, sementara aku hanya memiliki obsesi"

Sean menatap Joy terkejut. Setelahnya ia tersenyum. "Jadikan kakak perempuanmu sebagai motivasi. Tidak ada persaingan antar saudara"

Joy menatap Sean terkejut. "Terimakasih, Sean! Akhirnya aku menemukan tujuanku"

Sean tersenyum mendengarnya. Setelah beberapa saat mengobrol, Sean memutuskan untuk pulang.

"Sampai jumpa besok, Joy!" pamit Sean sambil melambai. "Berhati-hatilah, sobat!"

Setelahnya Sean berjalan menjauh meninggalkan mereka. Baru beberapa saat perjalanan, ia mendengar suara seseorang yang meminta tolong.

Sean mengikuti suara itu. Lalu, "Hiroshi!" pekik Sean terkejut ketika mengetahui siapa yang meminta tolong.

Bocah itu memperhatikan suasana sekitar. Ia akhirnya memberanikan diri dan menghampiri Hiroshi.

"Oniisan..." gumam Hiroshi tampak hampir menangis. "Apa yang terjadi? Mengapa kau bisa sampai di sini?!" tanya Sean terheran.

"Oniisan, awas!" Sean segera menahan sebuah serangan dari belakang dengan botol minum miliknya.

Sean menendang seorang pria dan segera meraih Hiroshi. "Pergilah, aku akan menghadapinya" perintah Sean segera.

"Oniisan, dia bisa mengeluarkan api dan air dari bibirnya" ujar Hiroshi segera. "Apa dia memiliki sihir mata?" tanya Sean memastikan.

"Sihir mata?" gumam Hiroshi memiringkan kepalanya. "Contohnya mata putih kakekmu" Sean dengan cepat memikirkan contoh yang bisa dipahami bocah itu.

"Ahk, tidak! Matanya biasa saja" jawab Hiroshi segera. Sean tersenyum dan mengacak pelan rambut Hiroshi. "Kau anak yang pintar. Kau ingat bukan jalan ke rumah oniisan?" tanya Sean memastikan.

Hiroshi mengangguk. "Pergilah ke sana, ada seekor burung hantu di sana yang selalu berada di pohon apel halaman depan. Panggil saja Ritter. Katakan padanya bahwa ada penyusup di kota" Sean membuat rencana.

"Hai, aku akan segera membawa bantuan!" Hiroshi akhirnya berlari. "Merepotkan sekali, kau membuatku kehilangan uang" ujar pria itu bangkit berdiri.

"Kau meremehkannya" gumam Sean berbalik dan menatap tajam pria itu. "Hahaha. Kau juga meremehkanku. Bawahanku sudah mengejarnya"

Sean tetap tenang mendengarnya. "Dia anak bangsawan, kau pikir dia tidak diajarkan ilmu pertahanan diri?" tanya Sean tersenyum.

Di sisi lain, Hiroshi berlari menuju rumah dinas. Bocah itu sadar ketika seseorang mengejarnya.

Sebelumnya,

"Mata putih?" tanya Daisuke mendengar cerita Hiroshi. Bocah itu mengangguk itu. "Kakek dan ibu memilikinya. Bagaimana caraku untuk bisa mendapatkannya?" tanya Hiroshi penasaran dan antusias.

Daisuke mengerutkan keningnya. Sihir mata yang dimaksud, adalah sihir mata yang biasa ia gunakan.

"Menurutku, latihan yang cukup keras bisa membangkitkan mata itu" jawab Daisuke berpikir sejenak. "Begitu ternyata" gumam Hiroshi kecewa.

"Kau pasti bisa membangkitkannya. Tapi mungkin kau harus sedikit bekerja keras. Salah satunya, kau harus berani menghadapi orang jahat" ujar Daisuke menyemangati bocah itu.

Hiroshi kembali antusias. "Hai!"

Setelahnya,

Hiroshi kini berbalik badan dan tanpa sadar, matanya menjadi putih. "Oniisan bilang aku harus berani menghadapi orang jahat" batin Hiroshi serta tatapan tajamnya. Dengan teknik bela diri yang diajarkan kakeknya, ia menyerang pria penguntit itu.

Ajaibnya, pria itu terlempar cukup jauh. "Berhasil..." gumam Hiroshi merasa lelah. Namun ia pantang menyerah dan bangkit untuk bergegas.

Sesampainya ia di sana. "Aduh, siapa tadi namanya?" gumam Hiroshi setelah ia sampai di depan rumah dinas. Ia berpikir sejenak, kesadarannya mulai hilang.

"Ritter! Namanya Ritter!" gumam Hiroshi akhirnya ingat. "Ritter, oniisan bilang ada penyusup di kota!"

Seekor burung hantu terbang menghampiri Hiroshi. "Besar sekali..." gumam Hiroshi terkejut. Namun setelahnya, bocah itu seakan kehilangan kesadarannya.

Sementara Sean masih menghadapi pria itu. "Seandainya aku punya elemen alam, aku bisa menghadapinya" batin Sean mengatur nafas sejenak.

Ia memperhatikan pria itu sejenak. Dan akhirnya otaknya menemukan cara.

Sean memberanikan diri maju lebih dulu. "Kau meremehkanku" gumam pria itu kesal.

Tangan pria itu mulai mengeluarkan api. Ia hendak menggunakan api itu untuk memotong kepala Sean sekaligus membakarnya.

"Kumpulkan energimu pada telapak tangan, lalu serang langsung. Jangan menahan diri"

Sean menangkis tangan kanan pria itu, dan meninju perut pria itu hingga ia terlempar jauh. Bocah itu mengatur nafasnya sejenak.

Pria itu terkapar dan tinjuan dari Sean justru membekas. Tubuh pria itu bahkan mengeluarkan asap, seakan ia habis tersengat listrik.

Ketika Sean hendak pergi. "Kurang ajar" ketus pria itu berhasil menghentikan langkah Sean.

Bocah itu berbalik badan. Dan ia mendapat tinjuan di perutnya. Kini bocah itu yang terlempar jauh. "Menyebalkan sekali, kau sepertinya memiliki petir sampai bisa menyengat tubuhku"

Sean tidak merespon. Keningnya mengeluarkan darah. "Astaga, belum cukup" gumam Sean mencoba bangkit. Tapi sekujur tubuhnya tiba-tiba terasa mati.

Pria itu berjalan menuju Sean dan mencekik bocah itu. "Sial..." gumam Sean memegangi tangan pria itu. "Matilah!" ketus pria itu tersenyum kejam.

Sean mulai kehilangan nafas.

"Guru, tolong aku !" batin Sean memejamkan matanya ketakutan. Pria itu menyadari sesuatu dan mencampakkan Sean, lalu ia menghindari sebuah senjata tajam dari belakang.

Lebih tepatnya, katana. "Berani sekali kau" ketus pria tersebut menahan serangan seseorang. "Kau tidak tahu siapa aku?" tanya pria itu tersenyum sinis.

"Kenapa? Orang tuamu tidak memberimu nama?" tanya orang itu menantang dan menunjukkan mata putihnya. Daisuke tiba tepat waktu.

"KURANG AJAR!" teriak pria itu berusaha menyerang Daisuke. Serangan mereka secepat kilat.

"Oniisan!" panggil seseorang pada Sean yang terkapar lemah. "Hiro... shi..." gumam Sean lemah. "Tunggulah sebentar, bantuan akan datang" ujar Hiroshi khawatir.

Sementara Daisuke terus menangkis dan menyerang kembali pria itu. "Sial-" ucapan Daisuke terputus ketika pria itu berhasil mencampakkan katana Daisuke, dan memberi luka parah pada Daisuke.

Daisuke tentu meringis kesakitan. Belum selesai, pria itu menusuk Daisuke.

"Oniisan!" Hiroshi tentu terkejut menyaksikan itu. Daisuke berlutut lemas. Darah mengalir dari perutnya. Ia bahkan sampai batuk berdarah.

"Kau salah menghadapi orang, anak muda. Tampaknya kau seorang anggota militer" ledek pria itu tersenyum puas. Ia meninggalkan Daisuke dan mendekati Hiroshi.

Mata putih Hiroshi kembali terlihat. "Woah, sihir mata yang merepotkan" gumam pria itu tersenyum puas.

Ketika tangan pria itu akan meraih mata Hiroshi, bocah itu tersadar dan memberi serangan telak pada pria itu. Pria itu kembali terlempar jauh.

Pada kesempatan itu, Daisuke bangkit dan menusuk pria itu dari belakang. "Jangan pernah meremehkan bocah, pria tua" ledek Daisuke tersenyum sinis.

Ketika pria itu akhirnya terkapar tidak sadarkan diri, Daisuke akhirnya terjatuh.

"Oniisan!"

...****************...

Cahaya merekah dari jendela ruangan rumah sakit ini. Daisuke membuka matanya. "Astaga, sudah jam berapa ini?" gumam Daisuke membuka matanya.

Ia perlahan mengubah posisinya menjadi duduk. "Kau sudah bangun?" tanya seseorang mengejutkan Daisuke.

Marito, dia menjaga Daisuke semalaman. "Kenapa kau suka sekali mengejutkanku?" keluh Daisuke lemah.

"Bagaimana Hiroshi?!" tanya Daisuke terkejut. "Kau mengkhawatirkan bocah itu? Padahal dia putra dari orang yang kau benci" ledek Marito membaca buku.

Daisuke diam beberapa saat.

"Apa Sean baik-baik saja? Dia-"

"Dia sudah belajar pagi ini. Tadi malam ia langsung sadar, dan memutuskan untuk bersekolah hari ini"

Suasana kembali hening. "Ohayou" sapa seseorang memasuki ruangan. Daisuke tentu terdiam dan melotot terkejut. Hiroshi di depan pintu.

Namun ia tidak sendiri. Ada seorang pria dan seorang wanita yang menemaninya. Haruo sang ayah, dan Kaori sang ibu.

"Ohayou, apa kau baik-baik saja Hiroshi-kun?" tanya Daisuke memastikan keadaan bocah itu.

"Seharusnya aku yang menanyakan itu" jawab Hiroshi menghampiri Daisuke. "Terimakasih sudah menjaga putraku, Daisuke-san" Kaori membungkuk.

"Astaga, tidak perlu terlalu formal Kaori-sama. Sudah tugasku menjaga putramu. Dan berterimakasihlah pada Sean, karena dia yang menyelamatkan Hiroshi-kun"

Kaori mengusap lembut kepala putranya. "Dia bercerita kau melatihnya juga. Berkatmu, dia bisa membangkitkan Shiroi Hikari miliknya"

Daisuke tampak terkejut mendengar penjelasan Kaori. "Ibu juga harus berterimakasih pada Ritter, dia membantuku memanggil bantuan" ujar Hiroshi tersenyum antusias.

"Ritter?" gumam Haruo bingung. "Burung hantu jenius peliharaan rekanku ini. Kami membiarkannya terbang bebas setiap hari" jawab Daisuke menjelaskan sambil menatap Marito yang tersenyum santai.

"Begitu... kita harus bertemu tuan Ritter burung hantu juga nanti. Dia sudah menolongmu" ujar Kaori dengan lembut. "Baiklah, ayah ada percakapan penting dengan Daisuke-san" ujar Haruo tersenyum hangat.

Marito menatap Kaori dan mereka seakan mengerti. "Ayo, ayah ada percakapan penting" ajak Kaori menggenggam tangan Hiroshi.

"Oniisan, jika oniisan sudah sembuh... apa kita masih bisa berlatih?" tanya Hiroshi sebelum pergi. "Tentu" jawab Daisuke tersenyum.

Setelahnya, Marito, Kaori, dan Hiroshi meninggalkan ruangan. "Kembalilah, oniisan"

Daisuke terdiam mendengarnya. Ia menatap Haruo terkejut. "Akulah mengirim surat itu padamu sebelum ayah mengirimkan surat lain pada tuan Theo"

Daisuke tidak bisa menjawab sama sekali. Ia membuang pandangannya ke arah lain.

"Aku tidak pantas untuk kembali. Aku sudah menyakiti hatinya, membenci kakek dan paman, dan membenci Kirei" tatapan Daisuke tampak sedih bercampur marah.

"Kau tidak membenci mereka, kau hanya marah" Daisuke menatap Haruo tertegun.

"Bagaimana kau tahu aku di sini?" tanya Daisuke terheran tentunya. "Gadis tadi"

Ya, Marito. Daisuke tentu terkejut mengetahui hal itu. "Orang itu-" Daisuke tidak bisa melanjutkan ucapannya. "Tidak masalah jika Hiroshi meneruskan posisi keluarga cabang"

Daisuke tentu menunjukkan ekspresi terkejut. "Kakek sudah lama mencarimu, dia hanya ingin melihat wajahmu di sisa hidupnya"

Pemuda itu tertegun. Ia menunduk. "Aku berjanji akan kembali" ujar Daisuke tersenyum tenang. Haruo yang mendengarnya terkejut.

"Aku harus menebus kesalahanku. Jadi aku akan selalu mengawasi negeri kita dari jauh, itu adalah impian ayah" titah Daisuke menatap lurus sambil terkekeh.

Ia menyembunyikan rasa sedihnya. Setiap mengingat ayah dan ibunya, ia selalu sedih dan merasa marah sekaligus kecewa.

Haruo menatap Daisuke tertegun. Daisuke mengeluarkan sebuah foto dari sakunya. Dalam foto itu ada dirinya, orang tuanya, paman dan bibinya, kakeknya, dan Kaori di sebelahnya.

"Katakan saja pada kakek bahwa aku masih hidup, dan suatu saat aku akan kembali. Hiroshi tidak bisa menggantikan posisiku. Dia harus hidup bebas, tanpa mengambil takdir milikku"

Daisuke mengusap pelan foto itu. Benar kata Haruo dan Marito, dia tidak benci, tapi marah. Ada rasa rindu dalam hatinya ketika ia melihat wajah pria tua, kakeknya, Kento.

"Aku akan selalu melindungi kalian. Tenang saja, aku akan mengirim surat pada kakek nanti. Aku masih ingat rumah yang kakek tempati. Ini adalah bentuk penebusan kesalahanku, jadi aku akan berusaha berdamai dan menjadi pelindung"

Haruo memejamkan matanya. Lalu setelahnya tersenyum. "Kaori bilang kau mirip sekali dengan Kaji-san, kau tidak pernah mengingkari janji"

Daisuke terkejut mendengarnya.

"Tepati janjimu. Kami selalu menyambutmu pulang, Akira-niisan"

...----------------...

"Oniisan, apa yang oniisan tulis?" tanya Zoe penasaran. "Hanya sebuah surat" jawab Daisuke tersenyum.

"Kak Zoe, guru tidak mau mengajariku" pekik Sean dari halaman belakang. "Astaga" gumam Zoe menghela nafas lelah.

"Sean, daripada Zoe. Ayo aku saja yang melatihmu"

"Sudahlah, aku akan mengajarinya"

"Tidak! Tidak perlu!"

"Astaga... siapa yang akan mengajariku?"

Beberapa hari setelahnya, "Sudah cukup... latihannya dilanjutkan besok" Kento menyudahi latihan hari itu.

Hiroshi tampak murung. "Kau semakin berkembang, kakek tidak menyangka kau sudah memiliki sihir mata itu" Kento mengusap lembut kepala Hiroshi.

Hiroshi menatap kakeknya terkejut. "Arigatou, ojii-sama!" Hiroshi akhirnya keluar dari ruang latihan.

"Kakek" panggil Haruo memasuki ruangan. "Ada apa?" tanya Kento terheran. "Surat untuk kakek, kuharap ini bisa mengobati rasa rindumu" setelahnya Haruo pergi.

Kento dibuat bingung. Ia duduk sejenak, lalu membuka amplop berisi surat itu.

Ohayou, ojii-sama

Sudah lama sekali aku tidak mendengar kabar kakek. Apa kakek baik-baik saja? Kuharap kakek tetap sehat. Kakek, ini aku. Maaf karena malam itu aku meninggalkanmu dan berkata kasar pada Kaori-sama. Kini usiaku sudah menginjak 27 tahun, dan kurang lebih sudah 20 tahun ini aku meninggalkan kakek. Maaf. Maafkan aku kakek. Aku terlalu marah pada kakek. Aku selalu terbayang wajah kakek selama ini. Aku masih hidup, kakek jangan khawatir. Suatu saat, aku akan kembali menemui kakek. Aku sudah berjanji untuk melindungi keluarga dan negeri kita, karena bagaimanapun, akulah pewaris keluarga cabang.

Tidak kusangka Kirei sudah tumbuh dewasa. Kuharap dia menjadi orang yang bertanggung jawab. Tolong jangan terlalu keras pada Hiroshi, dan jaga kesehatanmu kakek. Aku mencintaimu. Gomen.

^^^Salamku,^^^

^^^Akira^^^

Kento terdiam membaca surat itu. Ada sebuah foto yang juga diikut sertakan di sana. Foto cucu yang ia rindukan selama ini. Daisuke mengenakan seragam militernya saat menjadi siswa akademi militer, dan foto itu juga ia kirim.

Air mata pria tua yang disiplin nan otoriter itu mulai menetes. "Kau tidak pantas meminta maaf, nak. Aku yang salah" gumam Kento mulai menangis.

Dari luar, Haruo bisa mendengar suara mertuanya yang menangis. "Maafkan aku. Karena aku, kau harus berjuang sendirian" gumam Kento menunduk dalam.

"Syukurlah... syukurlah... kau, masih hidup"

Kaori terheran memperhatikan suaminya. "Apa yang kau lakukan?" tanya Kaori terheran. Haruo tersenyum dan tidak menjawab. Ia turut mendengar ayahnya menangis. "Biarkan saja" Haruo menahan istrinya.

"Ada apa? Apa yang terjadi? Ayah-"

"Stt, suatu saat kau akan paham"

Tanpa disadari, Kirei mendengar percakapan keduanya.

"Kumohon segera kembali, oniisan"

Di sisi lain,

"Apa yang kau lamunkan?" tanya Marito duduk di samping Daisuke yanh memperhatikan Sean dan Zoe latihan bersama.

"Menurutmu, apa reaksi orang tuaku saat melihatku?" tanya Daisuke penasaran sambil menatap bintang yang memenuhi langit malam itu.

Marito tersenyum. Ia juga melakukan hal yang sama. "Bangga" jawan Marito segera.

Daisuke menatap Marito sejenak. "Ada apa? Kau terpesona dengan kecantikanku?" tanya Marito percaya diri.

Wajah Daisuke berubah masam. Keduanya tertawa kecil. Ada hening yang menjadi jeda di antara mereka. "Daisuke" panggil Marito segera. "Hmm?" gumam Daisuke masih menatap langit.

"Jika suatu saat aku gugur dalam misi, gantikan posisiku sebagai guru mereka" Marito memperhatikan kedua muridnya.

"Bicara apa kau ini? Kenapa kau selalu percaya kau berumur pendek?" tanya Daisuke terheran. "Karena manusia tidak tahu kapan ia mati" Daisuke diam sejenak. Benar, Marito benar.

"Zoe kadang-kadang masih ceroboh, dan Sean masih bocah. Kuharap mereka bisa semakin berkembang" gumam Marito tersenyum memperhatikan mereka.

"Usiamu sudah hampir kepala 3, carilah pasangan hidupmu. Apa kau ingin jadi perjaka tua?" tanya Marito sambil meledek.

"Lalu kau? Adik sepupuku saja sudah punya anak berusia 5 tahun, kau dan dia seumuran" Daisuke tidak mau kalah. "Astaga, aku tidak memikirkan hal cinta karena aku sudah lelah untuk kehilangan"

Daisuke menghela nafas memaklumi. "Jika kau tidak memikirkannya maka aku juga sama" jawab Daisuke segera. Marito menatap rekannya terkejut.

"Jangan mengikuti jalanku, Daisuke" saran Marito mulai menyalakan rokok. "Kau memiliki masalah?" tanya Daisuke terheran ketika Marito menyalakan rokoknya.

"Tidak juga" jawab Marito tidak menghirup asap rokok itu. Daisuke menghela nafas. "Bagaimana jika mereka meniru kebiasaanmu?" tanya Daisuke memperhatikan Sean dan Zoe yang masih latihan.

"Mereka tidak akan mencontoh hal buruk" jawab Marito dengan santai. "Katakan saja apa beban pikiranmu"

Sejenak ada suasana hening.

"Ainsley akan dihukum mati"

Daisuke memejamkan matanya dengan kening berkerut. "Itu sudah kesalahannya, Leon. Biarkan dia menanggungnya" ujar Daisuke terheran dengan Marito yang terus memikirkan muridnya.

"Cobalah kau berpikir. Bagaimana mungkin, dia membantai seluruh klannya secara tiba-tiba. Dan bahkan, pemerintah pusat seakan tidak menaruh reaksi apapun saat pembantaian itu"

Daisuke terdiam. Kini ia menatap lurus ke depan. Marito memilih merebahkan tubuhnya.

"Dia anak yang baik, Dai. Aku selalu percaya hal itu"

Daisuke menghela nafas lelah. "Jika dia anak baik, dia tidak akan membunuh orang" gumam Daisuke menahan kesalnya. "Marah saja padaku" ujar Marito bisa mendengar gerutu Daisuke.

Daisuke menatap Marito dengan tenang.

"Marito"

"Hmm?"

Daisuke menatap bintang di langit. "Bagaimana jika kita membuat tantangan?" tawar Daisuke tanpa menoleh. "Heh? Terakhir kali kau memberi tantangan, aku menang" jawab Marito percaya diri.

"Kita lihat saja. Jika aku yang lebih dulu mati, maka kau boleh mencari Ainsley dan menyelamatkannya"

Marito mengubah posisinya menjadi duduk. "Dan jika aku yang lebih dulu mati, kau boleh membunuh Ainsley"

Daisuke terdiam mendengarnya. "Jika kau mati, aku menang. Jika aku mati, kau yang menang"

Marito mengulurkan tangannya. "Baiklah, kita lihat saja" jawab Daisuke menerima jabatan tangan itu.

"Guru, kami... sudah selesai" Sean merebahkan tubuhnya di atas rumput begitu juga Zoe.

Keduanya tampak sudah sangat lelah. Mereka mengatur nafas dan kini menatap langit.

"Indah sekali. Kata Arie, bintang di langit ini adalah roh-roh mereka yang sudah di alam baka"

Zoe tertawa mendengarnya. "Kalau begitu, Mario mungkin melihatku dari atas sana sedari tadi"

Daisuke terkekeh mendengarnya. "Baiklah, bersihkan diri kalian lalu segera tidur" pesan Marito bangkit berdiri berjalan memasuki rumah.

"Baik!" jawab keduanya serentak. "Oniisan" panggil Sean lagi. "Ada apa?" tanya Daisuke menatap lurus.

"Jika suatu saat guru meninggalkanmu, apa kau akan bersedih?" tanya Sean mengubah posisinya menjadi duduk menyilang. Begitu juga Zoe.

"Tentu saja" jawab Daisuke tersenyum tenang. "Guru itu orang yang nekat, maka oniisan harus menjaganya" ujar Zoe dengan wajah sombongnya.

"Pasti kulakukan"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!