Elena
"Pria itu unik. Suka menyalahkan tapi menerima saat disalahkan."
Elena menemukan sosok pria pingsan dan membawanya pulang ke rumah. Salahkah dia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emma Shu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Terserah
“Terserah lo aja.” Elena malas berdebat. Kebencian terhadap orang kaya seakan telah merasuk ke dalam relung jiwanya. Semenjak kematian Dava, semenjak tak ada orang yang bersedia menolong hingga nyawa Dava terenggut.
Elena berjalan meninggalkan Revan, mendekati bibir sungai. Duduk di batu besar tepi sungai. Ia menjatuhkan kaki ke bibir sungai, mengaduk-aduk air yang dingin. Kemudian tangannya menjangkau air. Mencuci muka. Segar. Organ tubuhnya bangun.
Revan mengikuti, berdiri di sisi Elena. Mencuci muka dengan air. Ia melirik wajah Elena dengan senyum. Lalu memercikkan air ke wajah Elena yang sedang cemberut. “Jelek kalo manyun, tauk!”
“Iih… apaan sih?” Elena mengusap wajahnya yang basah.
“Ha haaa…” REvan tertawa.
“Dasar aneh.” Elena manyun. Ia menampung air di telapak tangan dan menyiramkannya ke arah Revan.
Revan berkelit. Cipratan air hanya mengenai punggungnya saja.
Elena terus memburu, berusaha membalas, menyiprati Revan bertubi-tubi. Revan membalas. Mereka saling siram. Sesekali Elena menjerit ketika air mengenai wajahnya.
Jerit dan tawa mengisi kesunyian. Keduanya berakhir dengan saling ledek.
Setelah lama saling lempar air, Elena tampak kelelahan. Menjauhi bibir sungai. Berdiri terpaku menatap air sungai. Revan menghampiri. Lalu jongkok di depan Elena. Ia menunjuk punggungnya sendiri. Memerintah agar Elena naik ke punggungnya.
Elena tersenyum, lalu menjatuhkan tubuhnya ke punggung Revan tanpa pikir panjang.
Lelaki tampan itu menggendong Elena. Berjalan pelan hingga sampai ke rumah.
***
Hari ini adalah hari pertama Elena berjualan soto. Ia tak perduli terkena jilatan sinar matahari yang menyentuh kulit, atap gerobak tidak sanggup melindungi tubuhnya bila ia sudah selangkah menjauh dari gerobak yang teronggok di trotoar diantara beberapa pedagang lainnya. Bila satpol PP datang, entah bagaimana nasib gerobaknya itu. Mungkin ia akan digusur. Tapi itulah yang dilakukannya, dia tidak punya tempat untuk berjualan. Maka trotoarlah yang menjadi ladang pencarian.
Subuh tadi, Revan mendorong gerobak hingga kini sampai di trotoar. Salva masih tidur pulas ketika ditinggalkan. Elena sempat membangunkan adiknya itu dan berpesan agar baik-baik di rumah. Ia tahu Salva pasti akan bangun agak siang di hari minggu begini. Salva juga berpesan pada Revan agar membelikannya buah apel, satu buah saja. Buah itu terasa aneh dan segar di lidahnya. Ia tidak berpesan pada Elena, ia lebih suka bicara pada Revan. Sebab ia merasa senang menyebut nama Kak Revan.
Revan mencuci mangkuk di ember kecil berisi air ketika Elena sibuk melayani pembeli yang datang silih berganti.
Satu jam saja, mie dan kuah yang disediakan hanya tinggal sedikit. Laris. Elena memang tidak menyediakan banyak stok di hari pertama berjualan, sebab modalnya hanya pas-pasan.
Seorang lelaki tengah baya, berusia empat puluh lima tahun melintas, mengendarai mobil. Lelaki itu mengamati Elena dari dalam mobil. Tapi tidak, dia tidak sedang mengamati Elena, dia mengamati kulit pinggang Elena yang tampak putih melalui baju yang robek. Lelaki berperut sedikit buncit itu menarik nafas berat. Pikirannya berfantasi sejenak pada bayangan kotor di atas ranjang. Dia baru saja menonton film blue dari ponsel. Lalu ia menghentikan mobil di tepi jalan, tepat di depan gerobak Elena. Diusapnya wajahnya dengan kasar.
To be continued
Author Note : jangan lupa baca karyaku berjudul PCARKU DOSEN, kalian bakalan ketawa ngakak, baper, dan menemukan banyak pengalaman di sana. Itu cerita yang paling kuandalkan dan menguras energy banget.

So, jangan sampe ketinggalan baca. Aku rekomendasiin banget cerita yang itu loh.
Love,
Emma Shu
kan revan hampir dirampok crita'a