Rania Putri Handono kaget saat matanya terbuka dan berada di ruangan asing dan mewah. Lebih kaget lagi, di sampingnya terbaring dengan laki-laki asing dalam kondisi masing-masing polos tak berbusana.
Tak lama, pintu kamar dibuka paksa dari luar. Mahendra, suami Rania mendekat dan menampar pipi putih hingga meninggalkan bekas kemerahan.
Kejadian yang begitu cepat membuat Rania bingung.
Apakah rumah tanggganya selamat atau hancur?
Simak aja kisah ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lahirnya Kembar
Raditya yang melihat gambar hitam putih dan ada pergerakan itu pun merasakan takjub. Meski dia sendiri nggak paham sebelum dijelaskan oleh dokter kandungan itu.
"Baik nyonya Rania dan tuan, seperti yang dilaporkan oleh dokter jaga kepada saya. Kondisi bayi ibu memang salah satu sedang tidak baik-baik saja. Kondisi anemia ibu berpengaruh kepada mereka. Pingsan yang dialami ibu pun juga karena kondisi itu" terang dokter Alex.
"Lantas?" tukas Rania mulai gelisah.
"Tadi oleh dokter jaga sudah diberitahukan semua kepada tuan Raditya" kata dokter Alex.
Rania memandang jengkel ke arah Raditya.
"Saat kamu pingsan tadi ngejelasinnya. Nggak usah mikir aneh-aneh" ungkap Raditya.
Rania pun mendelik garang ke arah Raditya.
Galak amat nih bumil. Batin Radit.
"Oh ya tuan Raditya, dengan kondisi masih belum cukup bulan terpaksa kedua bayi harus segera dilahirkan. Dan kemungkinan besar bayi akan dirawat agak lama" lanjut dokter Alex.
"Upayakan yang terbaik buat bayi dan ibunya dokter" tegas Raditya. Seolah-olah peran sebagai seorang suami bertanggung jawab dipikulnya saat ini.
Rania terdiam.
Bu Marmi menghampiri mereka saat Rania sedang dipersiapkan operasi.
"Chiko apa kabar bu?" tanya Rania yang masih memikirkan putra pertamanya yang sampai sekarang masih terbaring di ruang intensif.
"Kondisinya masih tetap sama Nak. Itu yang saya dengar dari mantan suami kamu" terang bu Marmi.
Setetes bulir air mata mulai menggenang di pelupuk mata.
Rania elus perut yang membuncit itu.
"Kalian sehat-sehat ya Nak, doakan kakak Chiko juga. Bantu Bunda melewati ini semua" kata Rania dalam gumaman.
Bu Marmi mendekat ke arah Raditya, "Tuan Radit, terima kasih atas segala bantuannya, tidak perlu juga harus di ruang vvip tuan. Cepat ditangani aja, kami sudah senang" kata bu Marmi.
Rania menatap tajam ke arah Raditya.
"Iya bu Marmi. Itu tak seberapa kok" ujar Raditya dengan mata menatap balik ke arah Rania.
Rania hendak dipindah ke ruang operasi. Raditya tetap setia mendampingi. Meski hanya menunggu di depan ruang bedah sentral bersama bu Marmi.
Di dalam dokter anak sedang menangani kedua bayi kembar yang lahir dengan berat tak ada dua kilo.
Raditya mondar mandir, mulutnya tak berhenti melafalkan doa.
Bu Marmi heran, "Kenapa sikap tuan Raditya bersikap seolah-olah dialah papa dari si kembar ya?" Pikir bu Marmi.
Mau bertanya, tapi mulai darimana. Bu Marmi pun ikutan Raditya mondar mandir juga.
Kedatangan Mahendra dan istrinya Riska, sampai tak diketahui oleh bu Marmi.
"Bu...apa Rania mau melahirkan?" telisik Mahendra.
"Ngapain kalian ke sini?" Bu Marmi memandang sinis kedua orang tak punya hati itu.
"Emang sudah waktunya ya?" sela Mahendra.
Dilihat dari sorot mata ada keraguan besar di sana.
"Masih kurang bulan, tapi kondisi bayi membuat persalinan musti dipercepat" terang bu Marmi.
"Berarti benar apa kataku sayang, kalau Rania tak mengandung anak kamu. Nyatanya dia hamil setelah kalian pisah kan?" sela Riska, yang dimanapun tempatnya selalu memprovokasi.
"Benar-benar wanita tak tahu diuntung" kata Mahendra ketus.
"Ha...ha...bukankah Rania sudah tidak ada hubungan lagi dengan anda tuan. Kenapa kalian ikutan repot komen?" cela bu Marmi.
"Kamu wanita tua, nggak usah ikut campur" hardik Mahendra.
Raditya masih terdiam, belum ingin ikut campur. 'Apa laki ini tak punya empati sama sekali, mantan istri sedang berjuang antara hidup mati. Masih sempat aja menghujatnya' batin Raditya ikut greget.
"Oh ya bu Marmi, aku dengar dia di rawat di ruang vvip. Dari mana Rania dapat uang? Jual diri lagi?" Riska semakin menambah panas suasana.
"Apa dia nggak tahu, kalau suamiku sekarang pusing mikirin biaya anaknya yang tak kunjung sembuh itu?" lanjut Riska.
"Eh, dia malah enakan tidur di kamar vvip" tambah Riska semakin membuat telinga panas bagi yang mendengarnya.
"Tuan Raditya, silahkan masuk! Ada yang ingin disampaikan dokter perihal putra kembar anda" panggil seorang perawat dari pintu kamar operasi.
Raditya beranjak dari duduknya.
Mahendra menatap tajam laki-laki yang barusan masuk mengikuti perawat tadi.
Sementara Riska menatap penuh goda ke laki-laki yang sangat tampan itu.
"Siapa laki-laki itu bu Marmi?" tanya Mahendra dengan nada menyelidik.
"Suami Rania, papa dari si kembar" ucap bu Marmi dengan meyakinkan.
'Biarlah aku bohong kepada dua manusia tak berguna ini, urusan lanjutannya pikirkan nanti saja' batin bu Marmi.
Wajah Mahendra nampak terlihat kecewa dan itu tak luput dari pandangan mata Riska.
"Sayang, kita pergi aja yuk. Be te juga di sini" ajaknya.
"Itu lebih baik, daripada kalian di sini" hardik bu Marmi.
"Untung ada tuan Raditya yang membantu, kalau tidak entah apa yang akan terjadi bila mereka datang tadi" gumam bu Marmi.
Raditya keluar dengan wajah kalut.
"Ada apa tuan?" bu Marmi menghampiri.
"Kedua bayi sangat kecil bu, dan harus dirawat di ruang intensif. Yang bahkan dokter sendiri tak tahu, akan sampai kapan bayi dirawat" jelas Raditya.
Bu Marmi terduduk lemas.
Selain merasa kasihan dengan kedua bayi, bu Marmi lebih memikirkan Rania.
Perawatan di ruang intensif, tentu butuh biaya yang tak sedikit. Dari mana Rania akan mendapatkannya.
Bulir air mata kesedihan, mengalir begitu saja di pipi bu Marmi.
"Apa ada yang salah bu Marmi?" sela Raditya.
"Nggak tuan Radit. Malah aku berterima kasih atas bantuan mu ini. Cuma yang saya pikirkan, dari mana Rania akan mendapat uang jika kedua bayinya dirawat. Apalagi di ruang intensif" bilang bu Marmi.
"Saya ada uang sedikit, tapi mana cukup untuk membantunya" bu Marmi semakin tergugu karena memikirkan wanita malang itu.
Raditya berusaha menenangkan bu Marmi.
"Akan saya tanggung semua biayanya bu Marmi. Bu Marmi yang tenang ya" tukas Raditya.
"Huaaaaaa...sama aja tuan. Habis itu pasti Rania akan menanggung hutang ke anda" bu Marmi malah semakin menjadi tangisannya.
Raditya hanya bisa garuk kepala, karena tak tahu cara bilangnya.
'Aku harus bilang dengan cara apa, kalau aku ini papa si kembar' Pikir Raditya.
Di dalam tadi, Raditya sudah melihat wajah kedua bayi laki-laki itu. Hidung dan mata yang mirip dengannya. Membuat dirinya ada keyakinan kalau itu memanglah putranya.
"Sudahlah bu Marmi, pikirkan kesehatan Rania dan kedua bayinya saja. Tak usah lagi pikirkan biaya" ulang Raditya untuk menenangkan.
"Jadi nggak dianggap berhutang kan tuan?" tukas bu Marmi masih saja membahas tentang itu. Dan dijawab gelengan oleh Raditya.
"Ya Allah, makasih tuan. Pasti yang kuasa akan membalas lebih segala kebaikan tuan Raditya" ucap bu Marmi.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
To be continued
aku dulu ngidam gak gitu amat