🌻Bijaklah dalam membaca. Novel ini mengandung unsur 21+🌻
Siapa yang mau mengalami kegagalan di hari pernikahan? Pasti tidak ada yang menginginkannya.
Niranida Alifia, hampir saja mengalaminya. Kekasihnya membatalkan pernikahan mereka tepat di hari H.
Untunglah ada seorang pria yang mau menikah dengannya, dan acara pernikahan berjalan lancar. Tapi bagaimana jalan kisahnya kalau menikah bukan dengan pria pilihannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vivi We, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 23. Masa lalu Arka 2
Arka terdiam, mencoba mengingat kembali kejadian tadi malam. Dia mengusap wajahnya kasar, pikirannya sedang kacau membuatnya tak mengingat apa pun.
Melihat wanita itu yang terus menangis, membuat Arka merasa bersalah. "Kau diamlah!" kata Arka, karena tangisan wanita membuatnya tambah pusing.
Arka mendudukkan dirinya di sofa sambil merenung. Dia kembali mengusap wajahnya dengan kasar karena tak tahu apa yang akan ia lakukan selanjutnya.
"Apa yang kau inginkan sebagai ganti rugi?" tanya Arka to the point pada wanita yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Aku tidak akan meminta pertanggung jawabanmu." jawab wanita itu.
"Ok. Siapa namamu?" tanya Arka lagi.
"Livia."
"Baguslah kalau kau tak meminta pertanggung jawabanku." Arka berdiri hendak melangkahkan kakinya.
"Tunggu!" Livia menahan lengan kekar milik Arka.
Arka menoleh menatap dengan malas wanita di sampingnya.
"Tak ada yang gratis di dunia ini. Kau sudah meniduriku dan aku tak meminta pertanggung jawabanmu. Lalu, kau mau pergi begitu saja?" tanya Livia dengan gaya manjanya.
"Ck." Arka berdecak sambil mengeluarkan ponselnya. "Berapa nomer rekeningmu?" tanya Arka, dia seakan tahu apa yang wanita itu inginkan.
"Sudah aku transfer." kata Arka, dia melihat Livia yang sedang mengecek saldo.
"Hah? Hanya ini? Tiga ratus juta?" tanya Livia tak percaya dengan angka yang tertera di layar ponselnya.
"Kau bilang hanya?" cibir Arka. "Itu sudah sepadan untukmu yang sudah tak perawan." sindir Arka. Dia tadi secara tak sengaja melihat ke arah sprai dan tak menemukan bercak darah. Itu tandanya kalau Livia sudah tak perawan. Bahkan Arka masih ingat betul betapa mudahnya menerobos dinding pertahanan milik Livia.
Arka lalu meninggalkan Livia seorang diri di dalam kamar hotel.
____
Dua bulan kemudian, Livia berada di depan sebuah rumah yang sangat megah. Rumah itu adalah milik Arka yang berada di kawasan perumahan elite di kota Hamburg.
Setelah berdebat dengan penjaga di sana, akhirnya Livia diperbolehkan masuk.
"Ada apa lagi kau mencariku?" ketus Arka, dia pikir setelah memberikan sejumlah uang, wanita yang kini duduk di depannya itu tak akan menemuinya lagi. Dan lagi, wanita itu dengan mudahnya menemukan kediamannya.
Plak...
Livia menaruh amplop berwarna putih di atas meja.
"Apa itu?" tanya Arka dengan wajah bingung.
"Bukalah!" kata Livia.
Arka yang penasaran langsung membuka amplop itu. "Kau hamil?" tanya Arka. "Apa mau mu sekarang? Kau mau aku menikahimu?" tanya Arka namun dibalas gelengan oleh Livia.
"Biayai hidupku selama aku hamil." jawab Livia.
"Ck, kau mau memerasku?" sinis Arka. "Siapa tahu anak itu bukan anakku? Aku tahu, kau tidur bukan hanya denganku." tuduh Arka.
"Kau mau lepas tanggung jawab? Ingat dengan nama baikmu, Tuan Arka!" ancam Livia.
Setelah berpikir, Arka menyanggupi Livia. Dia membiayai semasa Livia hamil sampai Livia melahirkan. Dia melakukan ini juga sebagai bentuk pertanggung jawabannya. Dia juga tak ingin menyeret nama baik keluarganya.
Sampai pada waktunya, Livia melahirkan seorang putra. Setelah mendapatkan uang dari Arka, dia pergi dengan menaruh bayinya di depan rumah Arka. Anak itu yang sampai saat ini hidup bersama Arka. Dia adalah Geo, putra Arka. Tadinya Arka sempat curiga kalau anak itu bukan anaknya. Dia melakukan tes DNA, kecurigaannya salah karena terbukti memang Geo adalah putranya.
*flash back off*
"Tuan,, Tuan." panggil Rey dan menyadarkan lamunan Arka. "Tuan baik-baik saja?" tanya Rey karena melihat dari tadi tuannya terus diam. Dia sedikit khawatir dengan tuannya.
Arka lalu duduk sambil bersandar, dia menghirup nafas dalam-dalam dan membuangnya kasar.
"Lalu apa rencana kita, Tuan?" tanya Rey.
"Kau awasi saja pergerakan Livia. Jangan sampai dia mendekati Geo. Kita tunggu apa yang menjadi rencananya." perintah Arka.
"Baik, Tuan." jawab Rey. "Sebentar, Tuan." Rey menjauh untuk mengkat telfon dari pak Rahmat, karena tumben sekali pak Rahmat menghubunginya. Setelah mendengar penuturan dari pak Rahmat, wajah Rey terlihat sangat panik.