NovelToon NovelToon
Renjana Senja Kala

Renjana Senja Kala

Status: tamat
Genre:Romantis / Contest / Romansa / Tamat
Popularitas:19.3M
Nilai: 5
Nama Author: Sephinasera

SEGERA TERBIT CETAK

"Renjana Senja Kala" adalah spin off dari "Beautifully Painful".

***

Tama dan Kinan memiki karier cemerlang, rising star di bidang masing-masing. Namun karakter juga sikap kaku Tama, luka batin masa kecil Kinan, serta kehadiran Pramudya, dokter spesialis jantung kharismatik menghancurkan segalanya. Tama dan Kinan sepakat untuk berpisah. Meninggalkan Reka, putra semata wayang mereka yang tumbuh dalam kebencian terhadap sosok seorang ayah.

Tapi terkadang, perpisahan justru jalan keluar terbaik. Ibarat mundur selangkah untuk melesat jauh ke depan.

Kinan mulai menyembuhkan luka bersama Pramudya. Tama berhasil menemukan cinta yang selama ini dicari dalam diri Pocut, wanita sederhana nyaris tanpa ambisi. Dan Reka mulai memahami bahwa semenyakitkan apapun kehidupan yang harus dijalani, selalu ada kebaikan serta harapan di sana.

Hasrat cinta yang kuat di akhir masa penantian.
Renjana Senja Kala.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sephinasera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22. I'm My Father's Son

I'm My Father's Son

(Aku adalah anak ayah)

-diambil dari lirik lagu berjudul "My Father's Son" yang dinyanyikan oleh Joe Cocker (penyanyi rock legendaris asal Inggris)-

***

Jakarta

Tama

"Dini hari tadi, tim kami telah melakukan penangkapan terhadap beberapa kelompok preman pimpinan Herakles di Kalideres. Terkait dengan kasus penyerangan terhadap lahan milik PT Karunia Alam," © ungkapnya di depan para awak media.

Meskipun ini adalah hari minggu pagi. Namun tugas tak memandang waktu. Sebab semalam, timnya baru saja menggrebek tempat persembunyian kelompok preman pimpinan Herakles. Salah satu pentolan preman yang paling ditakuti di ibukota.

Setelah sehari sebelumnya, terjadi bentrokan antara dua kelompok preman yang menamakan diri sebagai ormas. Kedua belah pihak memperebutkan lahan seluas 2 hektar milik PT. Karunia Alam.

Sekitar 60-an preman anak buah Herakles, tiba-tiba datang dan menyerang ruko kantor pemasaran milik PT. Karunia Alam di jalan Daan Mogot.

Para preman tersebut sempat melukai sejumlah orang. Termasuk empat petugas keamanan dan tujuh orang karyawan yang tak sempat menghindar dari bentrokan. Sebelum akhirnya memasang plang seolah-olah mereka mendapat kuasa dari pemilik sebenarnya atas lahan tersebut.

"Mereka mengintimidasi, mengusir, dan menguasai lahan tersebut ... dengan dalih bahwa kelompok mereka mendapatkan kuasa dari orang yang berhak. Padahal ini adalah tanah bersertifikat dan legal," lanjutnya lagi.

"Keberadaan mereka sudah tak asing lagi. Telah berada dalam pantauan tim kami. Dengan sepak terjang yang sangat meresahkan masyarakat."

"Ketuanya yaitu Herakles, adalah residivis kasus pemerasan dan senjata api ilegal," ujarnya memungkasi sesi konferensi pers di hadapan para awak media.

"Pak! Bagaimana dengan status Herakles?" seru seorang awak media meski ia tak sedang membuka sesi tanya jawab.

"Tersangka," jawabnya cepat. "Karena mereka diduga melakukan kekerasan bersama terhadap barang dan atau memaksa dengan ancaman kekerasan dan atau memasuki pekarangan tanpa hak."

"Ancaman hukumannya, Pak?" seru awak media yang lain.

"Para tersangka akan dikenakan Pasal 170 KUHP dan atau 335 KUHP Ayat (1) dan atau 167 KUHP dengan ancaman pidana 4 tahun penjara."

"Apakah memberantas premanisme menjadi salah satu program Bapak sebagai pimpinan yang baru?" seru awak media berkemeja navy berlogo sebuah media nasional.

"Apakah ini ada kaitannya dengan puluhan preman yang ditangkap di Pegadungan tempo hari?" kini pria berambut gondrong turut memberinya pertanyaan.

"Apakah Bapak sudah menyiapkan para anggota dari serangan balasan para preman? Sebab seperti kita ketahui bersama, mereka sudah seperti jaringan antar daerah," seru yang lain mulai bersahutan.

Membuatnya segera mengangkat tangan kanan, "Sekian, terima kasih."

Kemudian beranjak pergi meninggalkan para awak media, yang masih saja berteriak memberinya berbagai macam pertanyaan.

"Mole sek (pulang dulu), Dan!" ujarnya ke arah Fardan. Kasatreskrim (Kepala satuan reserse kriminal) yang dalam waktu singkat telah berhasil menjadi andalannya dalam bertugas.

"Siap, Mas!" jawab Fardan yang sedang berkoordinasi dengan beberapa anak buahnya. Mereka semua mengangguk ke arahnya secara bersamaan.

Sambil sesekali menguap, ia mengarahkan kemudi menuju rumah dinas. Dan lalu lintas hari Minggu pagi yang tak terlalu padat, membuatnya bisa sampai di tujuan hanya dalam waktu singkat.

Sebelum memasuki teras, ia memanggil Agus yang sedang menyirami tanaman di halaman depan.

"Gos!"

Kemudian menyerahkan kunci mobil ke tangan Agus.

Tanpa harus mengucapkan sepatah katapun, Agus langsung mengangguk tanda mengerti. Tentang apa yang harus dilakukan dengan kunci mobil pemberiannya.

Namun ucapan pertama Agus berhasil menahan langkahnya yang sudah hampir mendekati teras, "Ada Bapak, Mas."

"Bapak?"

Agus mengangguk. Sambil mengarahkan tangan kanan yang menunjukkan jempol ke arah rumah, "Ada di dalam."

Dengan kening mengerut, ia bergegas memasuki ruang tamu. Dan langsung disambut oleh aroma harum masakan yang baru matang. Membuat perut keroncongannya protes minta segera di isi.

"Pa?" sapanya terkejut. Begitu mendapati Papa sudah duduk di meja makan sambil membaca koran pagi.

Sementara Yuni terlihat tengah meletakkan beberapa pinggan berisi masakan yang baru matang ke atas meja.

Papa hanya menurunkan kacamata sekilas. Kemudian kembali tenggelam di depan koran pagi.

"Papa sama siapa ke sini?" tanyanya heran. Sambil menarik kursi tepat di seberang Papa. Lalu mendudukinya.

"Cipto."

Ia mengernyit. Sebab tadi ketika memasuki halaman rumah, ia tak mendapati Pak Cipto maupun kendaraan yang biasa digunakan oleh Papa.

"Sudah pulang," gumam Papa seakan mengerti keheranannya.

"Mama nggak ikut, Pa?" tanyanya ingin tahu.

"Mama lagi nemenin Anja ... kemarin Aran baru divaksin ... jadi agak rewel."

"Oh ...." ia ber oh panjang.

"Hari ini ... Papa mau diantar sama kamu," lanjut Papa seraya melipat koran pagi. Kemudian meraih segelas air putih dan meneguknya.

Ia mengangguk mengerti.

"Mau tidur dulu?" tawar Papa. Saat mereka mulai menyantap menu sarapan. "Papa tunggu."

Sejak semalam ia belum sempat tertidur. Sebab memantau langsung detik-detik penggrebekan kelompok Herakles. Namun ia memilih menggeleng untuk menjawab tawaran Papa.

Tapi Papa justru berucap tanpa melihat ke arahnya, "Ya sudah, kamu tidur. Papa mau berkebun dulu sama Agus."

"Halaman kotor nggak terawat," lanjut Papa dengan ekspresi wajah datar. "Ditanami buah sama bunga bisa lebih asri."

Usai sarapan ia hendak mandi. Berniat melewatkan tawaran Papa untuk tidur terlebih dahulu. Sebab tidur di pagi hari jelas bukan kebiasaannya. Tapi begitu masuk ke kamar dan melihat tempat tidur. Tanpa berpikir ia telah melemparkan diri ke atasnya.

 -------

"Hari ini Papa mau keliling kota," ucap Papa begitu melihatnya telah bersiap untuk pergi.

"Baik, Pa," ia mengangguk. "Tama antar ke mana Papa mau."

"Papa ini sudah tua ...." gumam Papa ketika ia mulai mengarahkan kemudi keluar dari halaman rumah dinas.

"Banyak teman Papa sudah pergi lebih dulu."

Ia tetap berkonsentrasi ke arah jalanan di depan.

"Ini ibarat Papa sedang nunggu giliran."

Ia hanya mendengarkan. Sama sekali tak ingin menyela.

"Reka sama Kinan sehat?"

Ia mengangguk, "Sehat, Pa."

"Kapan-kapan ajak Reka ke Jakarta. Papa mau ketemu sama cucu Papa."

Ia kembali mengangguk, "Nanti libur lebaran ... Tama ajak Reka ke Jakarta."

Padahal dirinya sendiri belum merasa yakin. Apakah Reka mau diajak berlibur ke Jakarta atau tidak. Mengingat hubungan mereka yang masih jalan di tempat. Belum ada perkembangan yang cukup berarti.

"Ajak tidur di rumah. Jangan ke hotel," gumam Papa lagi.

Ia hanya mengangguk.

Dan tujuan pertama Papa adalah sebuah pemakaman berkonsep modern yang terletak di Karawang.

Gorda Megistra

Rest in Peace

Lahir. : xx - xx - xx

Wafat : xx - xx - xx

Begitu baris huruf yang tertulis di atas nisan berbahan marmer warna hitam.

"Aku datang ...." gumam Papa dengan suara lirih hampir tak terdengar.

"Sendirian ...." lanjut Papa. "Nggak ngajak orang-orang."

"Cuma ditemani sama anak sulungku ... Tama. Masih ingat kan?"

Ia menelan saliva. Seraya mengedarkan pandangan menyapu permukaan bukit menghijau, yang menjadi view utama dari makam almarhum Om Gorda ini.

Om Gorda menjadi sahabat dekat Papa, yang pertama pergi menemui haribaan Sang Pencipta. Tak lama berselang usai insiden tertangkapnya sang putra bungsu kebanggaan, Eril. Akibat penyalahgunaan narkoba beberapa waktu lalu.

"Hartadi masih segar bugar. Masih kuat gowes jauh," suara Papa kembali mampir di telinganya.

"Puguh dua bulan terakhir sudah keluar masuk RSPAD .... Komplikasi ...."

Ia memandangi punggung Papa yang terduduk di atas kursi.

"Tapi masih bisa ketawa," lanjut Papa dengan suara bergetar. "Nggak kayak orang sakit."

"Masih rajin nulis buku."

"Masih produktif."

Ia merogoh saku bermaksud mengambil ponsel. Sebab sesi curhat Papa sepertinya cukup memakan waktu.

"Kalau Toni ... baru kemarin masuk RSPAD."

"Komplikasi juga ...."

"Nanti habis dari sini ... aku mau ke sana."

"Kamu mau titip salam untuk Toni?"

Ia berusaha mengabaikan gumaman menyentuh Papa dengan memeriksa seluruh pesan masuk. Dan salah satu yang paling menarik perhatian adalah pesan yang dikirimkan oleh Kinan.

Kinan : "He did it."

Begitu tulisan Kinan. Disertai foto Reka yang tengah menaiki podium juara. Dalam kejuaraan renang antar pelajar Walikota Cup.

Ia mengembuskan napas panjang seraya tersenyum. Reka memang berbakat. Ia bisa mengetahuinya saat kali pertama melihat Reka beraksi di kolam renang.

Ia baru berniat mengetik balasan untuk Kinan. Ketika terdengar suara tangis Papa di depan nisan Om Gorda.

"Sebagian besar teman seangkatan kita sudah pergi lebih dulu. Termasuk kamu."

"Mungkin aku juga akan segera menyusul ...."

Membuatnya buru-buru memasukkan ponsel ke dalam saku. Tanpa sempat menulis pesan balasan.

Kemudian segera mendudukkan diri di sebelah Papa. Berusaha menghibur, agar Papa tak terlalu larut dalam suasana nostalgia yang dipenuhi melankolisme.

Dari Karawang, Papa memintanya untuk mengarahkan kemudi menuju RSPAD. Menjenguk Om Toni yang tengah terbaring koma di ruang ICU.

Papa sempat berbincang lama dengan Tante Nuniek, istri Om Toni. Papa bahkan sempat saling bertangisan dengan Tante Nuniek. Apalagi kalau bukan mengenang kisah masa muda mereka.

"Papa mau makan di mana?" tawarnya begitu mengarahkan kemudi keluar dari halaman RSPAD.

Papa hanya sempat sarapan di rumah dinasnya tadi pagi. Sementara sekarang sudah hampir lewat tengah hari. Terlebih, perutnya juga sudah mulai keroncongan minta diisi.

Tapi Papa menggeleng, "Kita langsung ke tujuan terakhir."

"Ke mana, Pa?" tanyanya sambil memperhatikan lampu lalu lintas yang menunjukkan warna merah.

"Papa mau ke rumah Hamzah."

"Siapa?" ia merasa kurang bisa mendengar dengan jelas ucapan Papa.

"Papa mau ketemu sama istri Hamzah ...." ulang Papa dengan suara yang lebih tegas.

***

Pocut

Sejak Cing Ella dipercaya oleh Mamak untuk mengelola Keude. Hari Minggu menjadi hari libur bagi mereka. Terlebih setelah ia bekerja di Selera Persada sejak tiga minggu lalu. Otomatis hari Minggu menjadi hari kebersamaannya dengan anak-anak.

Usai Dhuhur, Mamak pamit pergi ke langgar. Untuk mengikuti pengajian rutin ibu-ibu lansia bersama Ustadz Arif.

Icad sejak makan siang juga pamit pergi ke rumah teman, katanya mau mengerjakan tugas kelompok.

Sementara bagi Umay dan Sasa, hari minggu adalah waktunya setoran hafalan juz 'amma baru padanya.

Umay menjadi yang pertama. Berhasil menyelesaikan hafalan surat An Naziat dengan baik.

"Satu lagi Umay," ia memberi semangat. "Satu surat lagi sudah hafal juz amma."

Umay hanya cengengesan sambil menggaruk-garuk kepala dengan wajah malu.

Anak keduanya ini memang terkesan cuek dan slengean. Tapi ia tahu pasti, Umay memiliki pendengaran yang sangat tajam. Sebab, Umay bisa menghafal surat-surat yang cukup panjang, hanya dengan sering mendengarkannya. Tanpa pernah ia mendapati Umay mengulang-ulang ayat per ayat. Seperti yang sering dilakukan Icad dan Sasa.

Ia tersenyum melihat tingkah konyol Umay yang sedang menggoda Sasa. Padahal Sasa tengah bersiap untuk menyetorkan hafalan padanya.

"Abang, awas ih!" pekik Sasa sambil merapikan kembali anak rambut yang sebelumnya dipermainkan oleh Umay.

Yah, begitulah. Setiap anak memiliki keunikannya tersendiri. Dan mereka bertiga adalah harta miliknya yang paling berharga.

"Ayo ... sekarang giliran Sasa ...." ujarnya sembari menyentuhkan telunjuk ke depan bibir. Meminta Umay agar tak lagi mengganggu Sasa.

"Surat Al Insyirah ya ...." ia menganggukkan kepala ke arah Sasa yang telah bersiap.

Sasa pun mulai membaca taawudz dan bismillah dengan suara lantang.

"Alam nasyrah laka sadrak."

"Wa wada'na 'anka-wizrak."

"Alladzi an-qada dzahrak."

"Wa rafa'na laka dzikrak."

"Fa inna ma'al 'usri yusraa."

"Inna ma'al 'usri yusraa."

"Fa idza faraghta-fansab."

"Wa ilaa rabbika farghab."

"Alhamdulillah ...." ia tersenyum lebar begitu Sasa menyelesaikan ayat terakhir.

Bersamaan dengan suara ketukan yang terdengar dari arah pintu depan. Membuatnya sontak memanjangkan leher guna melongokkan kepala. Ingin tahu siapa yang datang berkunjung.

"I ... itu ... itu ...." Umay menunjuk ke arah pintu dengan mata terbelalak.

Sementara Sasa justru langsung menghambur sambil tertawa riang, "OM!"

"Om masih ingat rumah Sasa?" tanya Sasa dengan wajah berbinar. Pada seorang pria yang kini telah berlutut di depan pintu.

"Masih dong ...." seloroh pria tersebut dengan senyum terkembang.

Dalam sekejap berhasil membuat hatinya berubah menjadi kalang kabut tak karuan.

Ia bahkan merasa, sebuah batu besar telah diikatkan dengan sengaja oleh seseorang pada kedua kakinya. Sebab, tiba-tiba saja ia merasa sangat kesulitan meski hanya untuk sekedar berdiri.

 -------

Ia meletakkan dua cangkir teh manis hangat ke atas meja dengan tangan gemetaran. Karena merasa seseorang sedang memperhatikannya lekat-lekat. Ia bahkan harus menelan ludah berkali-kali. Berusaha keras menghilangkan rasa panas dingin yang tiba-tiba melanda. Namun justru tubuhnya yang kini ikut-ikutan meremang.

"Biar Umay yang panggilkan Mamak," ucapnya dengan suara tercekik. Mencoba mengalihkan konsentrasi dari pria yang sedang menatapnya lekat-lekat.

Sementara Umay yang dimintai tolong malah masih terpaku. Terheran-heran dengan kedua bola mata yang hampir terlepas. Bahkan sembari terus bergumam, "Itu kan ... itu kan ...."

"Nggak usah dipanggil," larang pria tua berwajah mengayomi. Yang tak lain dan tak bukan adalah Pak Setyo. "Saya tunggu sampai selesai."

Ia mengangguk sekaligus tersenyum canggung. Mendudukkan diri di kursi dengan gerakan kaku. Benar-benar tak tahu harus melakukan apa.

"Maaf ... karena kami tiba-tiba datang berkunjung ...." ucap pria berkaos polo warna navy yang tak ingin dilihatnya.

Tapi itu jelas tak mungkin. Posisi duduk mereka bahkan tepat segaris berhadapan. Hanya berjarak dua meter kurang.

Memikirkan ini semua membuat perutnya tiba-tiba bagai dilanda gelombang tsunami.

"Nggak memberi kabar sebelumnya," lanjut pria tersebut dengan mata lurus menatap tepat di kedua matanya.

Membuatnya buru-buru menundukkan kepala.

"Papa ingin bertemu dengan Bu Cut ...."

"OM!" seru Sasa. Yang begitu para tamu duduk, justru berlari masuk ke dalam kamar. Dan sekarang keluar sambil membawa boneka beruang raksasa.

"Terima kasih hadiahnya, Om. Sasa suka sekali ...." ucap Sasa seraya memeluk boneka beruang yang ukurannya jauh lebih besar dibandingkan badan mungil Sasa.

Membuat Pak Setyo menoleh ke arah Sasa dengan wajah bingung. Kemudian mengernyit ke arah Tama yang terlihat salah tingkah.

"Sasa ...." situasi canggung yang sangat aneh membuat instingnya berjalan cepat. "Sini sayang."

Sasa berjalan menghampiri. Lalu duduk di atas pangkuannya.

"Bonekanya simpan dulu di dalam ya," bisiknya di telinga Sasa.

Sementara Umay yang tak lagi melotot. Kini tengah berjalan melewatinya. Lalu duduk di sebelahnya. Namun dengan mata terus memperhatikan Tama tanpa sekalipun berkedip.

"Nggak mau," jawab Sasa balas berbisik di telinganya.

"Sasa mau kasih lihat ke Om ganteng bi ...."

"Sa!" ia mendesah tak percaya. Bukan tak mungkin dua orang tamu di hadapannya mendengar apa yang Sasa ucapkan.

"Biar tahu kalau Sasa sukaaaa banget sama bonekanya ...." sambung Sasa dengan mulut menempel di telinganya.

Ia hanya bisa mengembuskan napas panjang.

"Siapa tadi namanya?" tanya Pak Setyo ke arah Sasa.

"Akung orangnya pelupa ...." seloroh Pak Setyo sambil tertawa.

"Sasa ...." jawab Sasa sambil duduk menggelendot di pangkuannya.

"Sasa pintar mengaji ya?" Pak Setyo mengacungkan jempol dengan mata berbinar. "Bagus. Sama seperti kakek Sasa juga pintar meng ...."

Kalimat Pak Setyo terpotong dengan sendirinya. Dan sejurus kemudian, wajah Pak Setyo berubah murung. Disusul air mata yang satu persatu mulai berjatuhan.

Tama terlihat menepuk punggung Pak Setyo berkali-kali. Sementara Umay kembali melongo. Mungkin karena bingung, sebab baru pertama kali mendapati orangtua yang menangis.

"Akung kenapa menangis?" tanya Sasa polos. Membuatnya merasa tak enak hati. Karena Pak Setyo terlihat semakin tak bisa menguasai diri.

Ketika ia masih tak tahu harus melakukan apa. Tama terlihat mengeluarkan sapu tangan dari saku belakang. Lalu menyerahkannya pada Pak Setyo, yang kini wajahnya semakin dipenuhi air mata.

"Akung jangan sedih ...." ucap Sasa lagi. Ketika ia tengah berusaha meraih kotak tissue dari buffet. Kemudian meletakkannya ke atas meja.

Yang langsung disambut oleh Tama. Meraih beberapa lembar tissue seraya memandangnya dengan tatapan berterima kasih.

Membuatnya harus menelan ludah dan buru-buru menundukkan pandangan.

Ketika suasana masih terasa amat canggung. Suara langkah kaki yang mendekat diikuti salam terdengar memasuki ruang tamu.

***

Keterangan :

©. : terinspirasi dan dikutip dari berita yang diterbitkan oleh kompas.com edisi November 2018

1
Yulistiani Hamid
keren habis
Bibah Jung
Part ini yang selalu bikin mewek, padahal udah baca entah yg ke berapa😭
Naumi
anak tua ya saa 😂 🤣
Lugiana
eakkk...eaaakk /Facepalm//Facepalm/
Athalla✨
penjahat pencuri hati dan pikiran kak 🥰
Furia
Karya Luar Biasa 😍😍
Ri_viE
aku slalu melewati bab yg Reka dan sasa di culik itu 🥺🥺 ngga tega bgt. kenapa konfliknya sekeras itu.
Athalla✨
nah ini support system datang juga akhirnya
Athalla✨
kak Pocut serasa lagi diomongin gk sih 😅
Athalla✨
untung gk ada mas Sada,, udah di ceng²in yang ada nanti 🤣🤣
Yah bit bukan favorit Sasa lagi 🤭
Athalla✨
harus dong, biar nggak salah paham kedepannya kan repot jadinya
Athalla✨
cegil juga nih samara
Athalla✨
jadi penasaran sama cerita temen²nya mas Tama hmm
Athalla✨
jadi salah paham kan 🤦🏻‍♀️
Athalla✨
bukan lagi gosong malah
Athalla✨
nantangin ini namanya... cuz halalin dong mas 🤭
Athalla✨
panas dingin campur salting pastinya kak Pocut
Athalla✨
tuh kan mana mau mas Tama nolak, orang dapet rejeki nomplok wkwk
Athalla✨
udah jelas ini mah mas Tama mau lah tanpa paksaan 🤣
Athalla✨
udah dapat lampu hijau dari mamak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!