Sequel Mafia's in Love.
“Seorang wanita juga bisa melukai saat hatinya telah terluka. Tidak ada yang membedakan antara pria dan wanita. Bukan hanya hati, aku juga bisa melukai seluruh tubuhmu dengan tanganku sendiri.” Eleonora.
Seorang wanita yang mengubah hidupnya, menjadi jahat setelah ia di lukai. Hidupnya yang dulu terasa tenang dan tenteram harus berubah menjadi penuh darah dan tangis air mata. Tangan yang biasa digunakannya merias wajah juga harus berganti menggenggam pistol dan belati.
Semua karena cinta. Cinta memang bisa merubah seseorang menjadi jauh lebih baik. Namun, tidak dengan wanita bernama Eleonora. Tanpa disengaja, ia terjerumus ke dunia hitam untuk membalas rasa sakit hatinya kepada pria yang pernah ia cintai.
Apakah Eleonora berhasil membalaskan sakit hatinya? Apakah selamanya Eleonora akan berada di dalam dunia hitam? Apakah Eleonora akan menemukan cinta sejatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sisca Nasty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tertarik
Hari terus berganti. Matahari kembali muncul di permukaan. Menyinari langit San Fransisco dan membuatnya kembali terlihat indah. Semua orang telah berkumpul di meja makan. Biao memimpin sarapan pagi itu. Ada Sharin yang terlihat telaten dan sabar melayaninya untuk sarapan.
Alana duduk di sisi kiri Biao. Di samping Alana ada Leona sebelum Aleo dan Kwan. Mereka terlihat sangat menikmati hidangan yang tersaji. Beberapa pelayan terlihat berdiri tidak jauh dari meja makan untuk menerima perintah sang majikan nantinya.
“Dad, Alana mau ke Sapporo. Alana ingin bertemu dengan Tante Anna dan Paman Tama. Tante Serena dan Paman Daniel,” ucap Alana sambil mengunyah roti yang baru masuk ke dalam mulutnya. “Alana akan ikut dengan Kak Leona pulang ke Sapporo sebelum berangkat ke Jepang untuk menemui Paman Tama.”
Biao mengangguk pelan. “Ya. Kau boleh pergi,” ucap Biao dengan wajah yang tenang.
“Sayang, jangan pergi dulu. Mama takut,” sambung Sharin dengan wajah khawatir.
Biao melirik wajah Sharin sebelum mengeryitkan dahinya. “Ada apa?”
“Aku masih trauma dengan Leona dan Kwan saat di Meksiko. Aku tidak ingin Alana pergi-pergian dulu dalam waktu dekat,” ucap Sharin dengan wajah sedih.
Leona dan Aleo hanya bisa diam menjadi pendengar. Mereka tidak tahu, harus berbicara apa. Berbeda dengan Kwan. Pria itu mengukir senyuman sebelum melirik wajah Alana. Ia meletakkan garpu dan pisau yang ada di tangannya sebelum membersihkan mulutnya dengan tisu.
“Tante, ada Kwan. Kwan akan menjaga Alana di sana,” ucap Kwan penuh percaya diri.
“Bahkan kau tidak bisa menjaga Leona,” sambung Aleo cepat.
“Kak Aleo, apa kakak mau menjaga dan menemaniku selama berada di Jepang?” ucap Alana dengan wajah penuh harap.
“Alana, aku bukan tidak mau menemanimu. Tapi, setelah mengantar Leona kembali ke Sapporo. Aku akan kembali ke Amerika untuk menyelesaikan masalah di S.G. Group,” ucap Aleo dengan wajah bersalah. “Maafkan aku.”
“Biar aku yang menjaga Alana,” sambung Leona cepat.
“TIDAK!” ucap semua orang yang ada di meja kecuali Alana.
Leona memandang wajah semua orang sebelum mendengus kesal. “Pengawal S.G. Group di Jepang jauh lebih banyak. Semua akan baik-baik saja,” sambung Leona lagi.
Alana hanya menunduk sedih dengan wajah kecewa. Harapan indah untuk selalu dekat dengan Aleo seperti kandas sudah. Bukan hanya tidak mau menemani. Bahkan Aleo sendiri terlihat tidak bahagia saat Alana memberi tahu keinginannya untuk berlibur di sana.
“Aku juga ingin memikirkan studiku saja,” ucap Alana sebelum meneguk jus yang ada di hadapannya.
“Ya. Itu ide bagus. Kau harus memikirkan pendidikanmu, Alana. Jangan bermain-main dulu untuk saat ini. Satu lagi, jangan sering-sering belanja. Kau tidak boleh jadi wanita yang terlalu boros,” ucap Sharin sebelum menyelesaikan sarapan paginya.
“Hmm, baiklah. Jadi, keputusannya. Siang ini Aleo, Leona dan Kwan akan kembali ke Sapporo. Sedangkan dirimu, Alana. Tetap di San Fransisco untuk menyelesaikan pendidikan yang sudah ada di ujung semester,” ucap Biao dengan wajah serius.
“Yes, daddy,” ucap Alana pelan.
“Papa. Kenapa kau sering sekali memanggil Daddy!” protes Sharin dengan wajah yang serius.
“Ma, semua teman sekelasku tidak ada yang memanggil Papa. itu terlalu kuno!” ucap Alana dengan suara lembutnya.
“Tapi, Papa juga keren. Aku memanggil Papa di rumah,” sambung Aleo pelan.
Alana terdiam. Wanita itu tidak tahu mau berbicara apa lagi ketika Aleo sendiri yang membantah perkataanya. Dengan wajah menunduk dalam. Alana menghela napas. “Ya, Papa,” ucapnya pelan. Ada rasa geli di tenggorokannya karena memang ia tidak suka memanggil Papa.
Leona mengukir senyuman kecil sebelum melanjutkan sarapan paginya. Walau yang lain sudah selesai, tapi Leona belum. Wanita itu terlalu banyak melamun sejak Zean mengungkapkan rasa cintanya.
“Apa kau memikirkan sesuatu?” bisik Aleo di telinga Leona. Hingga membuat Leona tersadar dari lamunannya.
“Kak, aku hanya memikirkan Mama. Apa Mama akan memarahiku nanti?” ucap Leona. Ia terpaksa berbohong karena tidak ingin ketahuan kalau sedang memikirkan Zean.
Aleo menggeleng pelan. “Tidak akan. Mama dan Papa sangat menyayangimu. Mereka paling hanya menarik telingamu sedikit sebelum memeluk tubuhmu dengan erat. Seperti ini.” Aloe memeluk tubuh Leona. Pria itu memang sangat menyayangi Leona.
Leona mengukir senyuman sebelum melanjutkan sarapan paginya. Dari samping Leona. Alana menunduk dengan wajah sedih. Ia juga ingin diperlakukan lembut seperti itu oleh Aleo. Sejak pertama kali melihat Aleo, Alana langsung kagum dengan pria itu. Aleo adalah sosok hero di dalam hati Alana. Wanita itu selalu ingin memiliki kakak kandung seperti Aleo juga. Pria tampan yang menyayangi dan melindungi Leona dengan segenap jiwa dan raga.
Sharin memperhatikan tingkah aneh Alana saat melihat kedekatan Aleo dan Leona. Sebagai seorang ibu, Sharin tahu apa yang di rasakan dan dipikirkan oleh putri tercintanya. Wanita itu menatap wajah Aleo dengan seksama.
“Mereka tidak memiliki ikatan saudara. Biao juga anak angkat dari keluarga Edritz. Sepertinya jika Alana dan Aleo berpacaran juga tidak ada yang harus melarangnya,” gumam Sharin di dalam hati.
Biao beranjak dari duduknya. Gerakan Biao membuat Sharin tersadar dari lamunannya. Wanita itu berjalan mendekati posisi Biao berdiri. Ia ingin mengantar Biao hingga ke depan pintu.
“Paman pergi dulu ya,” ucap Biao dengan senyuman ramah.
“Ya, Paman. Hati-hati,” ucap Leona, Aleo dan Kwan secara bersamaan.
“Hati-hati, Pa,” ucap Alana sebelum berdiri.
“Ok, sayang,” sambung Biao. Pria itu mengacak rambut putrinya sebelum pergi menuju ke arah pintu utama. Satu tangannya menggandeng pinggang ramping Sharin dan membawanya berjalan bersama.
Sharin terlihat sangat manja berada di dekat Biao. Wanita itu menjatuhkan kepalanya di pundak suaminya. “Sayang, apa kau tidak menyadari sesuatu?” ucap Sharin pelan.
Biao menaikan satu alisnya. “Apa ada masalah?”
“Tidak. Ini bukan masalah. Hanya sebuah firasat seorang ibu terhadap anaknya,” ucap Sharin dengan wajah serius.
Biao memandang mobil yang sudah terparkir. Pria itu menghentikan langkah kakinya sebelum berdiri di hadapan Sharin. Ia mendaratkan satu kecupan di pucuk kepala wanita itu.
“Katakan. Apa yang kini kau pikirkan?” ucap Biao sembari mengusap lembut pipi Sharin.
“Aku merasa kalau Alana telah jatuh cinta pada Aleo. Pertama kali Aleo datang, saat itu Alana masih berusia 17 tahun. Aku sempat berpikir, kalau Alana hanya sekedar kagum saja sama Aloe. Tapi, makin ke sini. Aku berpikir kalau Alana mungkin jatuh cinta pada Aleo.”
Biao memasang wajah yang serius. “Lalu, apa yang harus kita lakukan?”
“Sayang, apa kau tidak mau membicarakan masalah ini dengan Daniel? Mungkin saja kita bisa membuat Alana dan Aleo berjodoh.” Sharin terlihat sangat bersemangat untuk menjodohkan putrinya dengan pria yang dicintai putrinya.
Biao mengukir senyuman. “Kita akan membicarakan hal ini saat Alana telah berhasil menyelesaikan studinya. Untuk saat ini, biar dia fokus dulu dengan pendidikannya.”
“Baiklah,” jawab Sharin dengan senyuman indah. “Aku mencintaimu.” Wanita itu mendaratkan kecupan di pipi kanan Biao.
“Aku juga mencintaimu,” ucap Biao sebelum pergi meninggalkan Sharin. Ia masuk ke dalam mobil dan duduk dengan posisi yang sangat nyaman.
Sharin melipat kedua tangannya di depan dada dengan senyuman yang sangat indah. “Dari wajahnya, terlihat jelas kalau ia juga setuju,” gumam Sharin di dalam hati.
Aku kembali mengulik kisa terdahulu disini. Entah ada yang ingat siapa aku? Tak mengapa jika tidak ada yang ingat, cukup aku saja yang ingat😿.
Aku Cio