NovelToon NovelToon
Cinta Dibalik Heroin 2

Cinta Dibalik Heroin 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Mafia / Obsesi / Mata-mata/Agen / Agen Wanita
Popularitas:282
Nilai: 5
Nama Author: Sabana01

Feni sangat cemas karena menemukan artikel berita terkait kecelakaan orang tuanya dulu. apakah ia dan kekasihnya akan kembali mendapatkan masalah atau keluarganya, karena Rima sang ipar mencoba menyelidiki kasus yang sudah Andre coba kubur.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sabana01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perasaan Diawasi

Malam di rumah itu terlalu tenang.

Erlang berdiri di depan jendela lantai dua, tirai hanya terbuka sedikit. Dari sana, halaman depan terlihat lengang. Lampu taman menyala stabil, pagar tertutup rapat, dan penjaga keamanan berpatroli seperti biasa.

Semua tampak normal.

Justru itu yang membuat dadanya tidak nyaman.

“Lang?”

Suara Feni terdengar dari belakang. Erlang menoleh, mendapati Feni berdiri di ambang pintu kamar dengan sweater tipis yang kebesaran di tubuhnya.

“Kamu belum tidur?” tanya Erlang.

Feni menggeleng. “Kamu juga.”

Erlang tersenyum kecil, tapi senyum itu tidak sampai ke matanya. Ia menutup tirai, lalu menghampiri Feni.

“Kenapa?” tanya Feni pelan.

Erlang ragu sejenak sebelum menjawab. Ia tidak ingin membuat Feni semakin gelisah. Tapi menyembunyikan perasaan itu juga terasa salah.

“Aku ngerasa… ada yang nggak beres,” katanya akhirnya.

Feni menegang. “Maksud kamu?”

Erlang menghela napas, lalu duduk di tepi ranjang. “Semua terlalu rapi. Terlalu bersih. TKP kosong, CCTV mati, nggak ada saksi, nggak ada jejak.”

Feni duduk di sampingnya. Tangannya perlahan menggenggam tangan Erlang.

“Itu artinya mereka profesional,” lanjut Erlang. “Dan orang-orang profesional biasanya nggak berhenti di satu kegagalan.”

Feni menelan ludah. “Kamu pikir… mereka masih ngincer sesuatu?”

“Atau seseorang,” jawab Erlang lirih.

Sunyi menyelimuti kamar itu. Hanya suara pendingin ruangan yang terdengar.

Feni memejamkan mata sejenak. “Aku ngerasa diperhatiin sejak di rumah sakit,” katanya tiba-tiba. “Bukan cuma takut biasa. Kayak… ada mata yang ngikutin.”

Erlang langsung menoleh. “Kenapa kamu nggak bilang dari tadi?”

“Aku pikir cuma perasaanku,” jawab Feni jujur. “Aku nggak mau kamu tambah kepikiran.”

Erlang mengepalkan tangan. “Fen, kalau ada hal sekecil apa pun, bilang. Jangan kamu simpan sendiri.”

Feni mengangguk pelan. “Aku cuma capek hidup dalam mode siaga terus.”

Erlang memandang wajah Feni yang pucat, mata yang masih menyimpan bayangan trauma. Rasa marah muncul di dadanya—bukan pada Feni, tapi pada orang-orang tak terlihat yang sudah mencuri rasa aman mereka.

“Aku janji,” katanya pelan tapi tegas, “selama aku ada di dekat kamu, nggak ada yang nyentuh kamu.”

Feni tersenyum tipis. “Kamu kedengaran kayak lagi meyakinkan diri sendiri.”

Erlang tersenyum kecil. “Mungkin iya.”

Ia menarik Feni ke dalam pelukan. Tidak keras, tapi protektif. Seperti ingin membangun dinding tak kasatmata di sekeliling mereka.

Beberapa menit berlalu sebelum Erlang melepaskan pelukan itu.

“Aku mau cek sekitar rumah sekali lagi,” katanya.

“Sekarang?” Feni mengerutkan dahi.

“Iya. Cuma sebentar.”

Feni ragu, lalu mengangguk. “Aku tunggu di sini.”

Erlang keluar kamar, langkahnya senyap. Ia menyusuri lorong, turun ke lantai bawah. Dari balik jendela dapur, ia mengamati sisi samping rumah. Tidak ada pergerakan mencurigakan. Tapi instingnya tetap menolak tenang.

Ia keluar sebentar ke halaman belakang. Udara malam dingin, lembap. Lampu sensor menyala ketika ia melangkah.

Dan saat itulah ia merasakannya.

Bukan suara. Bukan bayangan.

Perasaan.

Seperti ada sesuatu yang mengamati dari kejauhan. Erlang berhenti, menahan napas. Matanya menyapu pagar, pepohonan, sudut gelap di luar jangkauan lampu.

Tidak ada apa-apa.

Tapi rasa itu tidak pergi.

Ia kembali masuk, mengunci pintu, memastikan semua sistem keamanan aktif. Baru setelah itu ia naik kembali ke kamar.

Feni masih duduk di ranjang, memeluk bantal.

“Kamu nemu apa?” tanyanya.

Erlang menggeleng. “Nggak ada.”

“Terus kenapa wajah kamu begitu?”

Erlang ragu sepersekian detik. “Karena aku nggak suka nggak nemu apa-apa.”

Feni menatapnya lama. “Lang… kamu juga takut, ya?”

Erlang menghela napas, lalu duduk di samping Feni. “Iya,” jawabnya jujur. “Takut kalau aku salah satu langkah aja.”

Feni mendekat, menyandarkan kepala di bahu Erlang. “Kalau aku nggak aman… kamu juga nggak akan tenang.”

“Betul.”

“Berarti kita hadapin bareng,” ucap Feni pelan. “Takutnya bareng.”

Erlang tersenyum kecil, kali ini lebih tulus. Ia mengecup puncak kepala Feni.

Malam itu, mereka tidur berdampingan. Tapi Erlang tahu—tidurnya tidak akan pernah benar-benar lelap.

Karena di luar sana, ada seseorang yang sudah pernah masuk ke hidup mereka tanpa izin.

Dan orang seperti itu,

jarang datang hanya sekali.

Di balik pagar tinggi dan kamera yang kembali menyala,

perasaan diawasi tetap tinggal—

diam,

menunggu,

seperti napas yang ditahan sebelum serangan berikutnya.

...****************...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!