Di sebuah pulau kecil di Jeju, Lee Seo Han menjalani kehidupannya yang sunyi. Ditinggal kedua orang tuanya sejak remaja, ia terbiasa bergulat dengan kesendirian dan kerasnya kehidupan. Bekerja serabutan sejak SMA, ia berjuang menyelesaikan pendidikannya sendirian, dengan hanya ditemani Jae Hyun, sahabatnya yang cerewet namun setia.
Namun musim panas itu membawa kejutan: Kim Sae Ryeon, cahaya yang menyinari kegelapan hidupnya. Perlahan tapi pasti, Seo Han membuka hatinya untuk merasakan kebahagiaan yang selama ini ia hindari. Bersama Sae Ryeon, ia belajar bahwa hidup bukan hanya tentang bertahan, tapi juga tentang mencintai dan dicintai.
Tapi takdir berkata lain. Di puncak kebahagiaannya, Seo Han didiagnosis mengidap ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis), penyakit langka yang secara perlahan akan melumpuhkan tubuhnya. Di hadapan masa depan yang tak menentu dan ketakutan menjadi beban, Seo Han membuat keputusan paling menyakitkan: mengorbankan cintanya untuk melindungi orang tersayang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rahmad faujan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
FAJAR YANG MENYEMBUHKAN NYA
Pagi hari yang cerah. Cahaya keemasan mulai masuk, mengintip di sela-sela tirai jendela di dalam ruangan rawat inap, menciptakan garis-garis terang di lantai keramik yang dingin. Udara pagi yang sejuk sedikit melegakan, mengurangi bau obat yang pekat.
Seo Han terbangun dari tidurnya yang sangat nyenyak, seperti ia berhasil melupakan semua masalah kemarin malam, atau setidaknya, berhasil menaruhnya sejenak di tempat yang aman. Tidak ada lagi rasa panas membakar atau sakit kepala yang menusuk.
Ia melihat ke samping. Jae Hyun sudah duduk di kursi di sebelah ranjangnya, sudah rapi, dan sedang asik mengupas apel di tangannya. Tiang infus beroda miliknya berdiri diam di samping ranjang. Jae Hyun terlihat jauh lebih segar.
"Kamu tidak tidur?" tanya Seo Han, suaranya masih serak, tapi jauh lebih kuat.
Jae Hyun mendongak, matanya tersenyum lebar. "Sudah bangun? Bagaimana tidurmu? Nyenyak?"
"Sangat nyenyak sekali sampai aku tidak mau bangun tadi," jawab Seo Han jujur, merasakan beban di pundaknya jauh berkurang.
"Syukurlah, nih dimakan," jawab Jae Hyun. Ia menyelesaikan mengupas kulit apel dan sudah memotongnya menjadi irisan-irisan kecil yang tertata rapi di atas piring rumah sakit.
Seo Han mengambil sepotong apel dan mengunyahnya. Rasa manis dan segar apel itu terasa berbeda, seperti rasa awal pemulihan. "Kamu belum jawab," tanyanya sambil mengunyah.
"Jawab apa?" Jae Hyun pura-pura tidak mengerti, matanya berkedip jenaka.
"Ih, sudah deh, tidak mood!" Seo Han pura-pura cemberut, meskipun ia tidak bisa menyembunyikan senyum di sudut bibirnya.
Jae Hyun terbahak melihat Seo Han yang memasang wajah cemberut. "Oke, oke. Aku tadi tidur di sofa, cuma kebangun gara-gara Ibu telepon tadi. Beliau khawatir banget dan nyuruh aku sarapan," jawab Jae Hyun, ikut mengambil sepotong apel dan memakannya. "Sudah kan, jangan ngambek lagi, jelek tahu. Cepat habiskan apelnya."
Tepat saat Seo Han hendak membalas, pintu ruangan tergeser. Deritnya yang pelan tidak lagi mengganggu, melainkan terasa familiar. Seo Ryeon muncul di depannya, dengan tas kecil di tangan dan paper bag besar.
"Nah, pagi-pagi sudah ramai," sapa Seo Ryeon, wajahnya penuh kelegaan melihat Seo Han sudah duduk dan mengobrol. "Kalian berdua sudah baikan, ya? Atau Jae Hyun diancam lagi?"
Jae Hyun langsung berlagak dramatis. "Aduh, kakak ipar, tolong. Aku trauma sama ancaman dia!"
Seo Han tertawa lepas, tawa yang tulus itu terasa asing dan menyehatkan. "Hei, aku cuma mengancam kalau kamu tidak tidur di sofa, lho!"
"Ututut, kamu diapakan adikku?" tanya Seo Ryeon, ikut bermain-main. Tawa kecilnya mengisi ruangan, menghapus sisa ketegangan malam.
"Sudah, mari kita makan! Aku bawa makanan spesial hari ini, dimasak langsung oleh chef ternama Kim Seo Ryeon," kata Ryeon, meletakkan tas di nakas dan mulai menata makanan yang ia bawa di paper bag. Bau gurih dan hangat dari masakan rumahan itu langsung mengalahkan aroma antiseptik, membawa kenyamanan. Ia membawa Doenjang Jjigae (sup pasta kedelai) dan bulgogi (daging panggang manis), serta bubur dan nasi.
Ia menyiapkan makanan dengan nikmat, mengeluarkan mangkuk-mangkuk kecil, dan meletakkannya di meja dorong khusus makanan rumah sakit.
"Kamu, makan bubur saja ya, Han. Ini resep khusus biar cepat pulih," kata Seo Ryeon, menyodorkan mangkuk bubur hangat dengan hati-hati. Asap tipis mengepul dari bubur itu. Ia menambahkan sedikit bulgogi dan kuah Doenjang Jjigae di sampingnya.
Seo Han menatap Seo Ryeon, sedikit tersentuh oleh perhatian detail itu. "Terima kasih banyak ya, Ryeon. Maaf juga, saya sudah bohong kemarin."
"Sudah, tidak apa-apa, tidak usah dipikirkan lagi," jawab Ryeon, tersenyum lebar. Perasaan hangat menjalar di dada Seo Ryeon. Melihat Seo Han tersenyum dan menerima masakannya adalah hadiah. Memasak dan merawat Seo Han, laki-laki sederhana yang selalu tertawa dan tampan, yang telah mencuri hatinya sejak festival Jeju, terasa seperti tujuan. Ia hanya berharap Seo Han bisa melihat usahanya ini lebih dari sekadar pertemanan.
Seo Han mengambil sumpit, ia langsung menuju ke bulgogi-nya. "Wah, ini enak, Hyun, kamu coba!" kata Seo Han, menyuapi Jae Hyun.
Jae Hyun langsung menyambar suapan itu. "Wah, benar, enak sekali! Memang kakak ipar ini pintar sekali masaknya! Aku harus minta resepnya!"
"Syukurlah kalian suka," kata Ryeon. Senyumnya semakin mengembang. Ia mengambil mangkuk nasi dan memberikannya ke Jae Hyun, yang sudah ada potongan bulgogi di atasnya. "Nih, buat kamu, nasi biar lebih kenyang. Jangan ambil buburnya Seo Han lagi, ya."
Jae Hyun menerima mangkuk itu dan mulai makan bersama Seo Han. "Wahh, terima kasih, Chef!" katanya dengan mulut penuh, matanya sudah tertuju pada bulgogi.
Suasana di ruangan itu kini terasa seperti dapur di rumah, hangat dan berisik, jauh dari dinginnya rumah sakit. Seo Han mengunyah bubur dengan nikmat, bersyukur atas kesembuhan fisik dan kehadiran kedua temannya. Kehadiran merekalah yang membuat Ayahnya—dengan semua utang budi dan trauma yang ia bawa—terasa jauh, tertinggal di lorong rumah sakit.