《Terdapat ****** ******》
Harap bijak dalam membaca.....
William dan Nozela merupakan sahabat sejak mereka masih kecil. Karena suatu kejadian tak disengaja membuat keduanya menjalani kisah yang tak semsestinya. Seiring berjalannya waktu, mulai tumbuh benih-benih cinta antara keduanya.
William yang memang sudah memiliki kekasih terpaksa dihadapkan oleh pilihan yang sulit. Akankah dia mempertahakan kekasihnya atau memilih Nozela??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addryuli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 22
Nozela lekas membalikkan tubuhnya, matanya mulai berkaca-kaca dengan bibir mencebik. Dia menatap William sejenak sebelum membalas pelukan William tak kalah eratnya.
"Hiks...hiks. lo jahat tau nggak."
Tangis Nozela pecah di pelukan sahabatnya, dia menangkupkan wajahnya di pundak William. Tangan William terangkat mengelus lembut rambut Nozela.
"Maafin gue Jel."
Bugh!
Bugh!
Nozela memukuli punggung William dengan keras, dia sangat kesal sekaligus marah pada William karena mendiamkannya selama dua minggu.
"Sakit Jel." Ringis William.
"Aarrghhhh."
William segera menjauhkan kepala Nozela dari pundaknya. Wajah Nozela memerah, air matanya membasahi pipi mulusnya.
"Itu belum seberapa ya." Ucap Nozela.
William meringis kecil. "Lo mau berubah jadi beagle suka gigit-gigit, hah?"
Bugh!
Sekali lagi Nozela memukul dada William.
"Lo kdrt mulu." Ucap William.
Nozela mengerucutkan bibirnya, hidungnya memerah karena menangis membuatnya terlihat lucu. Air matanya masih mengalir dari mata indahnya.
William tersenyum sambil menangkup wajah Nozela, jarinya mengusap lembut bekas air mata Nozela.
"Jangan nangis."
"Lo jahat Liam."
William kembali membawa Nozela ke dalam pelukannya, selama dua minggu menghindar ternyata membuatnya rindu.
"Maafin gue Jel. Gue udah diemin lo." Ucap William dengan nada menyesal.
Nozela mendongak. "G-Gue juga minta maaf Liam, kata-kata gue waktu itu udah kelewatan. Gue nyesel." Ucap Nozela sedikit terbata.
William mengangukkan kepalanya. "Nggak masalah, yang gue minta cuma satu. Lo harus bisa jaga diri lo Jel, nggak lebih. Gue cuma nggak mau lo terluka atau menyesal. Itu aja."
"Thanks Liam."
"Udah, sekarang nggak usah nangis lagi ya." Ucap William sambil mencubit hidung mancung Nozela.
Nozela menganggukkan kepalanya, tangan kanannya terangkat lalu menjulurkan jari kelingkingnya ke hadapan William.
"Baikan?" Ucapnya.
William menautkan jari kelingkingnya, sudah menjadi kebiasaan Nozela melakukan hal ini.
"Baikan."
Mereka berdua tersenyum bersama. William lega akhirnya bisa berbaikan dengan Nozela. Dia masih terus menatap wajah cantik Nozela, tapi bibir Nozela yang merah justru mencuri perhatiannya.
Ingatannya kembali saat dia sengaja mengecup bibir itu, William menelan ludahnya kasar. Entah mengapa dia merasa ingin kembali mencicipi bibir sahabatnya itu.
"Sial, Liam. Lo mikir apa bangsat. Dia sahabat lo." Batinnya.
Nozela mengerutkan kening saat melihat William yang berkali-kali menelan ludah bahkan membasahi bibirnya sendiri.
"Liam, ada apa?" Tanya Nozela lirih.
Gluk.
William kembali menelan ludahnya saat bibir merah itu bergerak, keinginannya untuk kembali mencium bibir itu semakin kuat. Jempol tangannya terulur untuk mengusap bibir itu.
Tubuh Nozela seketika mematung, bibir bawahnya sedikit terbuka karena di mainkan oleh William. Ada getar aneh di hatinya saat William terus mengusap lembut bibir bawahnya.
"Jel?"
Nozela mengerjabkan matanya beberapa kali, dia sama sekali tak menjawab penggilan William.
"Gue...."
Tatapan mata William beralih menatap bibir Nozela. Ditatap secara intens seperti itu membuat Nozela salah tingkah, pipinya mulai terasa panas.
"Liam, lo-"
"Apa boleh?" Tanya William sambil menatap mata Nozela.
Deg!
"Lagi?" Batin Nozela.
"Jel?"
"Eh..hah." Nozela terkejut, dia menjadi tak fokus setelah mendengar permintaan William.
"Boleh nggak?" Tanya William sekali lagi.
"Duh, gue harus jawab apa?" Nozela mulai berperang dengan pikiran dan hatinya.
Nozela melihat tatapan memohon dari William, dia seolah terhipnotis dengan bola mata coklat terang itu. Tanpa dia duga, perlahan kepalanya mengangguk. Ternyata pikiran dan hatinya sudah tak singkron.
Tak menyia-nyiakan kesempatan, William segera mendekatkan wajahnya lalu mengecup bibir Nozela. William mulai melumat bibir Nozela yang terasa manis, tangan kanannya menahan tengkuk Nozela.
"Balas ciuman gue Jel." Ucap William di sela ciuman mereka.
Dia kembali menyatukan bibirnya dengan bibir Nozela, mulai melumat bergantian bibir atas bawahnya. William meraih tangan Nozela lalu mengalungkan ke lehernya. Tangan William meraih pinggang Nozela lalu mengangkatnya dan mendudukkan di pangkuannya.
Nozela mulai menikmati permainan bibir William, dia membalas lumatan William seperti yang pernah dia lakukan kepada Leon.
"Leon." Batin Nozela.
Nozela segera tersadar dan mendorong tubuh William menjauh hingga ciuman mereka terlepas. Nafas Nozela terengah-engah, perlahan dia mengusap bibirnya yang terdapat bekas saliva mereka.
"Kenapa Jel?" Tanya William. Tangannya masih setia menahan pinggang Nozela.
"Liam, ini salah." Lirih Nozela.
William menaikkan sebelah alisnya. "Why?"
"Liam, kita udah punya pacar. Nggak seharusnya kita kaya gini."
William tahu, sangat tahu. Tapi dia penasaran setelah berhasil mencium Nozela waktu itu. Dia mulai terbawa perasaan dan ingin merasakannya lagi.
"Lalu apa salahnya? Selagi mereka nggak tau, fine fine aja Jel." Ucap William enteng.
"Iya juga sih." Batin Nozela.
Seketika dia menggeleng-gelengkan kepalanya, mencoba mengusir hal negatif dalam pikirannya.
"Nggak, ini tetep nggak bener."
"Tapi gue pengen." Jawab William cepat.
Nozela membelakan kedua matanya, mulutnya sedikit terbuka.
"Mingkem Jel." William dengan iseng menaikkan rahang Nozela hingga Nozela kembali mingkem.
"Ishh." Nozela menampik tangan William di dagunya.
"Lo gila ya? Gue ini sahabat lo Liam. Gue nggak mau kita menghianati Clarissa sama Leon. Meski gue nggak suka cewek lo sih." Ucap Nozela lirih di akhir kalimatnya.
William tersenyum miring, dia menatap ke bawah dimana Nozela masih tampak nyaman duduk di pangkuannya.
"Terus. Ini bisa di sebut penghianatan nggak?" Tanya William sambil melirik ke bawah.
Nozela mengerutkan keningnya, dia ikut menatap kemana arah pandang William. Matanya kembali terbelak, kali ini mulutnya terbuka semakin lebar. Nozela baru sadar ternyata dia sedang berada di pangkuan William.
Karena tak memperhatikan gerakannya, Nozela terlalu semangat menjauh hingga dirinya terjungkal. Untung lantai dekat televisi di lapisi karpet bulu yang lumayan tebal, jika tidak mungkin kepala Nozela sudah benjol sekarang.
Brugh!
"Anjirrrr, pinggang gue." Pekik Nozela.
William membungkam mulutnya menahan tawa, dia tak kunjung menolong Nozela namun justru sibuk menahan tawanya.
"William sialan. Ketawa ya lo?" Pekik Nozela.
William menarik nafasnya dalam lalu menghembuskannya pelan. Setelah tawanya reda, dia mengulurkan tanganya untuk menarik tangan Nozela.
"Lagian lo sih, bisa kan pelan-pelan?"
Nozela mengerucutkan bibirnya sambil mengusap pinggang serta kepala belakangnya.
"Rese banget sih lo." Umpat Nozela.
"Lo aja yang nyaman gue pangku, iya kan? Ngaku nggak lo?" Goda William sambil menaik turunkan alisnya.
"NYEBELIN!!!" Seru Nozela sambil mengambil bantal dan memukuli tubuh William.
Bugh!
Bugh!
"Hahahah."
Tawa William menggelegar di kamar Nozela, membuat Nozela semakin geram sekaligus malu sebenarnya.
"WILLIAM!!"
Ceklek.
"Kalian ngapain?"
Tangan Nozela menggantung di udara, dia dan William kompak menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka. Tiara bersedekap dada sambil menyandarkan tubuhnya ke pintu.
"Kenapa gebuk-gebukan? Simulasi lomba gebug guling buat tujuh belasan?"
Bugh!
"Auduhh!" Pekik William saat Nozela memukul kepalanya dengan keras.
"Sukurin."
"Udah baikan nih ceritanya?" Goda Tiara pada anak gadisnya.
"Mama." Protes Nozela.
Tiara terkekeh kecil, dia gemas melihat Nozela dan William yang kadang tak akur seperti kucing dan anjing.
"Turun yuk, Papa beliin kelengkeng buat kamu."
Nozela segera meletakkan bantalnya dan berlari ke arah mamanya. "Beneran?" Tanyanya dengan mata berbinar.
Tiara mengangguk. "Iya, mama tunggu di bawah ya."
Tiara segera pergi meninggalkan kamar putrinya. Setelah kepergian mamanya, Nozela beralih menatap William. Dia mengarahkan dua jari ke matanya lalu ke mata William, setelanya dia menyusul mamanya turun.
William tersenyum kecil melihat tingkah lucu Nozela, perlahan tangannya terangkat menyentuh bibirnya sendiri.
"Damn, bibir Ojel enak banget."