Kirana berusaha menjaga keluarga, sementara Riana menyimpan rahasia. Cinta terlarang menguji mereka. Antara keluarga dan hati, pilihan sulit menanti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Gemini 75, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia yang Terpendam
Riana merasakan kehangatan tangan Bima menggenggam tangannya. Kata-kata Bima tentang masa depan mereka masih terngiang di telinganya. Ia ingin percaya, sungguh ingin. Perlahan, tembok yang ia bangun runtuh, digantikan harapan akan cinta yang tulus. Ia bahkan sudah mulai membayangkan bagaimana mereka akan mengisi apartemen baru ini dengan tawa, cinta, dan kenangan indah.
Namun, kebahagiaan itu terasa rapuh, seperti kaca yang bisa pecah kapan saja. Perasaan aneh menyelinap dalam hatinya, seolah ada sesuatu yang disembunyikan Bima. Ia mencoba mengabaikannya, tetapi perasaan itu semakin kuat dari waktu ke waktu.
Suatu sore, saat mereka sedang membereskan apartemen baru—apartemen yang Bima beli sebagai kejutan untuk mereka berdua. Riana tersenyum saat membayangkan betapa bahagianya ia saat Bima memberikan kunci apartemen ini padanya. Ia merasa seperti seorang putri yang mendapatkan istananya sendiri.
Tiba-tiba, bel pintu berdering. Bima tampak terkejut, lalu sedikit pucat. Riana merasakan firasat buruk.
"Siapa itu?" tanya Riana, penasaran.
"Sebentar, biar aku lihat," jawab Bima, berusaha tersenyum, tetapi senyumnya tampak dipaksakan.
Saat Bima membuka pintu, seorang wanita cantik dengan rambut panjang bergelombang dan mata yang tajam berdiri di ambang pintu. Wanita itu mengenakan gaun merah yang ketat, yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Ia tersenyum sinis pada Bima, lalu menatap Riana dengan tatapan menilai, seolah Riana adalah debu yang tidak pantas untuk diperhatikan.
"Bima, sayang, aku mencarimu," kata wanita itu dengan suara yang menggoda, tetapi ada nada dingin yang tersembunyi di baliknya. "Siapa wanita ini? Apa dia pembantu baru?"
Riana terkejut. Ia menatap Bima dengan tatapan bertanya. Siapa wanita ini? Kenapa ia memanggil Bima "sayang"? Dan kenapa ia bersikap begitu merendahkan padanya?
Bima tampak semakin gugup. Ia menggaruk-garuk kepalanya, lalu mencoba meraih tangan Sinta, tetapi Sinta menghindar. "Sinta, apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya dengan nada tegang. "Kenapa kamu tidak menelepon dulu? Aku sedang sibuk."
Sinta tertawa kecil, tetapi tawanya terdengar palsu dan menusuk. "Aku hanya ingin memberikan kejutan. Lagipula, aku punya hak untuk mengunjungi kekasihku, kan? Atau... apakah aku sudah tidak berhak lagi?"
Riana merasa seperti disambar petir. Kekasih? Jadi, Bima masih memiliki kekasih lain? Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Ia merasa bodoh karena telah mempercayai Bima, karena telah membuka hatinya untuknya.
"Kekasih?" tanyanya dengan suara bergetar, hampir tidak terdengar. "Apa maksudmu? Siapa kamu?"
Sinta menatap Riana dengan tatapan meremehkan, seolah Riana adalah serangga yang menjijikkan. "Oh, kamu belum tahu? Aku adalah kekasih Bima. Kami sudah bersama selama bertahun-tahun. Kami saling mencintai, dan kami akan selalu bersama."
Bima mencoba meraih tangan Riana, tetapi Riana menghindar. Ia merasa jijik pada Bima, pada dirinya sendiri, dan pada situasi ini. Ia merasa dikhianati, dibohongi, dan dipermainkan. Semua kepercayaan yang baru saja ia bangun hancur berkeping-keping, meninggalkan luka yang menganga di hatinya.
"Bima, jelaskan padaku," kata Riana dengan nada dingin, tetapi suaranya bergetar karena amarah dan kesedihan. "Siapa wanita ini? Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu tidak pernah menceritakan tentang dia padaku?"
Bima menghela napas panjang, lalu menatap Riana dengan tatapan memohon. "Riana, aku bisa menjelaskannya. Ini tidak seperti yang kamu pikirkan."
Sinta memotong perkataan Bima dengan senyum kemenangan. "Jangan dengarkan dia," katanya pada Riana. "Dia hanya mencoba berbohong padamu. Aku adalah tunangannya. Kami akan segera menikah. Kami sudah merencanakan pernikahan kami selama berbulan-bulan."
Riana merasa dunia berputar di sekelilingnya. Ia tidak bisa mempercayai apa yang baru saja ia dengar. Bima, pria yang ia cintai, ternyata adalah seorang pembohong dan pengkhianat. Ia merasa seperti sedang berada dalam mimpi buruk yang tidak kunjung berakhir.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Riana berbalik dan berlari keluar dari apartemen. Ia tidak tahu ke mana ia akan pergi, tetapi ia tahu bahwa ia tidak bisa tinggal lebih lama lagi di tempat itu. Ia tidak bisa bernapas, ia tidak bisa berpikir, ia hanya ingin melarikan diri dari rasa sakit yang menusuk-nusuk hatinya.
Bima memanggil nama Riana, tetapi Riana tidak menghiraukannya. Ia terus berlari, air mata membasahi pipinya. Ia merasa hancur, terluka, dan sendirian. Ia merasa seperti telah kehilangan segalanya.
Di belakangnya, Bima dan Sinta saling bertatapan. Sinta tersenyum puas, seolah ia telah memenangkan
**********