Zhao Yue, preman jalanan abad 21 yang menguasai pasar malam, hidup dengan moto " Kalau mau aman, jangan macam-macam denganku." Jago berkelahi, lidah pedas, dan aura menakutkan adalah ciri khasnya.
Suatu malam, setelah menghabisi geng saingan, ia dikepung dan dipukul keras di kepala. Saat tersadar, ia berada di ranjang keemasan dan dipanggil “Yang Mulia Permaisuri.” Kini, Zhao Yue berada di tubuh Permaisuri Xian Rong dari Dinasti Wei—istri kaisar yang dikenal lemah dan sakit-sakitan. Namun sejak roh preman masuk, sang permaisuri berubah menjadi galak, blak-blakan, dan barbar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ANWi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Panahan
Siang hari nya , setelah acara makan pagi dengan kaisar , permaisuri memilih santai di halaman paviliun nya. ia berlenggang santai dengan hanfu dikibar kibar kan.
Angin berhembus lembut, mengibarkan tirai-tirai tipis berwarna gading. Permaisuri Xian Rong memilih bersantai di halaman paviliunnya, ditemani aroma teh bunga yang masih mengepul di atas meja kecil. Namun alih-alih duduk tenang, ia justru berlenggang-lenggok di pelataran, hanfu sutra putihnya berkibar seakan ikut menari bersama angin.
“Zhu Mei,” panggilnya dengan nada ringan. “Hari ini aku bosan. Mari kita lakukan sesuatu yang sedikit berbeda.”
Zhu Lang, yang kini harus menjawab dengan identitas palsunya, datang dengan langkah malas. Rambutnya digelung rapi seperti wanita istana, wajahnya masih dihiasi riasan tipis yang membuatnya makin gerah. “Apa lagi kali ini , Yang Mulia?” tanyanya dengan suara lembut yang dipaksa.
Xian Rong menoleh sambil menyipitkan mata. “Hahaha, suara manismu itu terlalu dipaksakan. Aku hampir pingsan menahannya. Tapi teruskan, kalau tidak, semua orang akan tahu siapa dirimu.”
Zhu Lang mendecak, wajahnya masam. “Hamba siluman. Menyamar sebagai pelayan perempuan begini rasanya lebih hina daripada menjadi buronan.”
“Shhh,” Xian Rong menempelkan telunjuk di bibirnya, senyumnya nakal. “Kau lupa siapa yang menyelamatkanmu dari para penjaga istana? Kalau bukan aku, kepalamu sudah tergantung di gerbang kota. Jadi berhenti mengeluh, nikmati saja permainan ini.”
“Permainan?” gumam Zhu Lang, menatap nanar hanfu yang menempel di tubuhnya.
Xian Rong hanya terkekeh. Ia lalu mengambil busur panjang dari rak bambu. “Kau akan belajar memanah. Setidaknya, dengan itu kau tidak akan terlihat sepenuhnya lemah.”
“Memanah?!” Zhu Lang mendengus. “Apa Yang Mulia pikir hamba anak kecil yang perlu diajari main panah?”
“Justru karena kau bukan anak kecil, aku ingin melihat bagaimana caramu memanah dengan wajah cantik itu.” Senyumnya melebar penuh godaan.
Dengan malas, Zhu Lang mengambil busur. Ia menarik tali, lalu melepaskan panah begitu saja. Anak panah melesat, tapi jatuh jauh karena hanfu dan perhiasan di tangan nya amat menganggu.
" Kalau Mei lihat, dia bakal jadi yang paling keras tertawa." Celoteh Xian Rong tanpa rasa bersalah.
Anak panah itu jatuh jauh di bawah sasaran, bahkan tak sampai setengah jalan.
Permaisuri Xian Rong langsung menutup mulut dengan tangan, menahan tawa. “Astaga, Zhu Mei, kau hampir membuatku terjatuh dari kursi karena tertawa. Memanahmu sungguh menyedihkan.”
Zhu Lang menarik napas dalam-dalam, wajahnya terpaksa dipoles dengan senyum sopan. “Ampun, Yang Mulia. Hamba memang kurang lihai. Mohon bimbingannya.”
Memanah seperti ini anak kecil pun bisa. Aku hanya tidak terbiasa memakai pakaian ini! Batin Zhu Lang. Tapi..dia manis sekali kalau tertawa.
Xian Rong berdiri mendekat, masih menyunggingkan senyum menggoda. “Baiklah, kalau begitu biar aku sendiri yang mengajarimu. Kau harus berdiri begini—” Ia meraih tangan Zhu Lang, memperbaiki posisi jari yang memegang busur.
Zhu Lang menahan diri agar tidak menepis. “Baik, Yang Mulia.” Suaranya tetap lembut, penuh hormat. Namun dalam benaknya, ia mendidih. Kenapa ia harus sedekat ini? Aku bisa memanah dengan mata tertutup, tapi ia malah mengajariku seperti anak ayam baru menetas. Batin Zhu Lang
“Luruskan punggungmu. Jangan tegang,” ujar Xian Rong, lalu ia bergerak lebih dekat, hampir menempelkan tubuhnya ke punggung Zhu Lang. Tangan Permaisuri membimbing lengan Zhu Lang, sementara napas hangatnya terasa jelas di telinga.
Wajah Zhu Lang seketika memerah—bukan karena malu, melainkan karena harus menahan diri. “Begini, Yang Mulia?” tanyanya sopan, suara bergetar kecil.
“Ya, ya. Kau mulai mengerti,” jawab Xian Rong, nadanya penuh canda. Ia sengaja mendekatkan wajah ke samping pipi Zhu Lang. “Tapi jangan goyah. Ingat, fokus pada target.”
Demi langit jika aku bukan sedang menyamar, sudah kupatahkan panah ini lalu kabur dari pelukannya. Zhu Lang mengumpat dalam hati, tapi di luar ia hanya tersenyum kaku.
Anak panah akhirnya dilepaskan. Tepat mengenai pinggiran papan sasaran, meski bukan bagian tengah.
Xian Rong bertepuk tangan kecil. “Bagus sekali! Hanya sedikit lagi kau bisa mengenai titik merah. Kau memang cepat belajar.”
Zhu Lang menunduk sopan. “Segala puji untuk bimbingan Paduka. Tanpa arahan Paduka, hamba hanyalah pemula yang kikuk.”
Omong kosong. Tanpa gangguannya, aku pasti bisa menancapkan panah di titik merah sejak awal.
Permaisuri menyipitkan mata, seolah bisa membaca pikiran tersembunyi itu. “Kau ini lucu sekali, Zhu Mei. Kalau terus begini, aku bisa menganggapmu lebih dari sekadar pendamping kecil.”
Zhu Lang menelan ludah, menunduk makin dalam. “Hamba tidak layak mendapat sanjungan sebesar itu.”
Lagi-lagi kata-kata manis. Kenapa ia selalu membuat segalanya terasa seperti permainan berbahaya?
Di kejauhan, terdengar langkah berat. Seorang pelayan berbisik, “Kaisar menuju paviliun.”
Xian Rong tersenyum tipis, matanya berkilat jahil. “Ah, bagus sekali. Biar Kaisar sendiri yang menilai kemampuan memanahmu.”
Zhu Lang merasakan bulu kuduknya berdiri. Celaka. Kalau sampai Kaisar ikut mendekat, aku tidak tahu berapa lama lagi aku bisa menjaga sandiwara ini.
***
Happy Reading ❤️
Mohon Dukungan untuk :
• Like
• Komen
• Subscribe
• Follow Penulis
Terimakasih❤️