NovelToon NovelToon
Jodoh Setelah Diselingkuhi

Jodoh Setelah Diselingkuhi

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Nikahmuda / Selingkuh
Popularitas:976
Nilai: 5
Nama Author: zennatyas21

"Aku mau kita putus!!"

Anggita Maharani, hidup menjadi anak kesayangan semata wayang sang ayah, tiba-tiba diberi sebuah misi gila. Ditemani oleh karyawan kantor yang seumuran, hidupnya jadi di pinggir jalan.

Dalam keadaan lubuk hati yang tengah patah, Anggita justru bertemu dua laki-laki asing setelah diputuskan pacarnya. Jika pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang, kalau ini malah tak kenal tapi berujung perjodohan.

Dari benci bisa jadi tetap benci. Tapi, kalau jadi kekasih bayaran ... Akan tetap pura-pura atau malah beneran jatuh cinta?

Jangan lupa follow kalau suka dengan cerita ini yaa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

JSD BAB 22

Brakk!

"Bagaimana bisa Pak Ragil tidak menemukan Anggita dan Widi?! Apa Pak Ragil takut malam-malam keluar sendiri?"

Anggara marah besar bahkan meja makan di hadapannya pun menjadi sasaran. Asisten pribadi sekaligus seorang supir itu menunduk takut. Dua tangannya saling bertautan sambil bergetar mencari jawaban.

"Kenapa, Pak Ragil?!" sentak pria yang masih memakai jas kantornya.

"A-anu ini, Pak. Non Gita sama Mas Widi sedang ada di rumahnya Bu Sarah. Tapi ... Saya tidak berani ke sana karena ada tiga orang penjaga, Pak." Kali ini Ragil berani menatap bosnya.

Pria itu sontak berdiri begitu mendengar penjelasan Ragil. "Siapa tiga orang itu? Apakah dari kelompok yang sama seperti Widi?" tanya Anggara, rautnya menampilkan jelas bahwa dirinya sedang berpikir.

"Jika diperhatikan memang seperti kelompoknya Mas Widi, tapi saya merasa mereka lebih berbeda."

"Berbeda karena apa? Status?"

Si asisten pribadi menggeleng. "Mereka satu kelompok yang beda tujuan."

Anggara mendengar penjelasan tersebut seketika merasa tidak ada gunanya. Pertanyaan demi pertanyaan dari dirinya tak satu pun mendapat jawaban yang tepat.

"Sudah. Kalau begitu perintahkan Elvino untuk menjemput Anggita dan Widi. Bilang saja diajak bicara soal ibunya."

"Tapi, Pak—"

"Apalagi? Cepat!"

"Mas Elvino belum dat—"

"Saya di sini."

Anggara mengangguk. Sedangkan Pak Ragil menundukkan kepalanya. Kini rumah mewah itu suasananya berubah menjadi sedikit tegang.

"Dari mana saja kamu? Apa kamu bisa menjemput Anggita dan Widi ke rumah ini, El? Saya ingin berbicara penting dengan mereka."

Sang asisten pribadi baru tersebut menatap bosnya, kemudian mengangguk sebagai tanda hormat. "Bisa, Pak. Bapak tinggal kirim alamatnya saja, maka saya akan segera ke sana."

"Kamu bisa dipercaya?" tanya Anggara sedikit curiga.

Pak Ragil memperhatikan interaksi itu dengan banyaknya dugaan dalam hatinya. Semua tentang kecurigaannya pada sosok Elvino.

"Saya akan menggunakan teknik, Pak. Tentu bisa diandalkan sebelum bertindak cepat," kata Elvino dingin.

Lagi-lagi Anggara dibuat kembali curiga. Terus-menerus bahkan matanya selalu tertuju pada asisten pribadi sekaligus supirnya yang lebih lama bekerja dengannya.

Semoga saja orang ini bekerja dengan baik. Aku hanya tidak bisa melihat Pak Anggara dikuasai hartanya oleh seseorang sebagai pendatang baru. Pak Ragil mengucapkan itu dalam hati.

"Ya sudah, saya akan hubungi Gita terlebih dahulu," tutur Anggara.

Pria itu sibuk dengan ponsel yang sudah menempel pada daun telinganya. Menunggu sambungan telepon hingga berakhir dijawab.

"Halo, Anggita."

"Iya, Yah? Kenapa?"

"Kamu di mana dan kenapa Pak Ragil sampai tidak berani menjemput kamu dengan Widi?"

Dari lokasi rumah Widi, Anggita tampak bergeming. Matanya mengarah ke kanan dan kiri. Dimana ada suami dan para temannya.

"Ada di rumah Mas Widi, Yah. Emangnya Pak Ragil kenapa? Perasaan di rumah ini gak ada apa-apa."

Anggara mengusap wajahnya sedikit kasar. Ada kekesalan yang beliau rasakan entah untuk siapa.

Pria itu kini akhirnya duduk sambil berpikir.

"Coba saja kamu minta Widi untuk cek depan rumahnya, karena Pak Ragil tidak mau ada kelompok yang ... Seperti Widi, tapi beda tujuan kata aspri baru ayah," tutur Anggara mulai lelah.

Masih dalam kondisi memegang ponsel di dekat telinga, Anggita menatap suaminya yang sedang menunggu kabar dari dirinya.

Dalam hitungan detik ponsel milik Anggita dijauhkan. Wanita yang menjadi istrinya Widi pun angkat bicara.

"Mas, coba kamu cek yang ada di depan rumah deh. Ayah cari kita dan udah suruh Pak Ragil buat jemput, tapi Pak Ragil gak berani karena katanya ada sekelompok orang yang kayak kamu," ucap Gita setengah mengadu.

Shinta, Ridho dan Januar tetap diam duduk sambil ikut menyimak. Sedangkan Widi seketika berpikir tentang siapa yang mengawasi keluarganya.

"Kayak aku? Ya berarti preman, aku harus ke sana sekarang ya."

Sebelum Widi mengecek sudah dicegat dulu oleh sang istri. Namun, tidak bagi Januar yang lebih cepat langkahnya.

"Gak ada siapa-siapa, Wid. Mungkin salah liat kali, atau malah liat orang ronda," ujar Januar, lalu kembali ke tempat semula.

Tanpa mengulur waktu Widi langsung membuka pintu dan berlari keluar rumah sampai pada akhirnya ada seseorang di belakang tubuhnya.

Bugh!!

"Akh! Sialan, siapa lo?!"

Widi berbalik badan untuk bisa melihat siapa pelakunya. Tapi sayangnya dia sudah dibekap dari belakang sehingga membuatnya kesulitan bernapas.

Satu, Widi mengumpat kesal karena kain yang digunakan untuk membekapnya ada sesuatu. Yah, itu adalah aroma untuk menyekap korban agar tidak sadarkan diri.

Akhh!! Sial, siapa kalian ini! Dasar pengecut! Berbagai umpatan Widi keluarkan hanya mampu di dalam hati.

Selang beberapa detik kemudian, Widi kehilangan cara untuk tetap dapat bernapas. Tak hanya itu, dia juga tak punya akal untuk bisa terbebas.

Kedua tangannya diikat di belakang tubuhnya. Satu orang muncul di depan mata. Lagi-lagi sial, Widi tak mengetahui siapa pemilik mata itu.

Memakai masker dan menggunakan pakaian serba hitam. Bahkan tentang identitas para temannya saja, Widi merasa itu bukanlah dari kalangan para preman.

Semakin keras Widi berpikir dalam tubuh yang berada dalam genggaman seseorang, semakin dalam pula dirinya tak dapat mencari sumber udara.

Terpaksalah dia menghirup aroma pada kain yang membekap hidung serta mulutnya. Sehingga perlahan membuat laki-laki itu lemah dan memejamkan matanya.

...ΩΩΩΩΩ...

Sudah beberapa menit Widi tak kunjung kembali ke rumah. Suasana yang awalnya aman, kini berubah menjadi penuh ketegangan. Wanita berumur 23 tahun itu sedari tadi bolak-balik di ruang tamu.

Rautnya menampilkan kecemasan yang semakin menguasai pikirannya. Sehingga firasat buruk pun datang dan sulit ditepis.

"Duh, Mas Widi mana ya? Masa gak balik-balik sih dari tadi. Jangan-jangan ada yang gak beres lagi ah, kok perasaan aku juga gak enak." Anggita berbicara sendiri, sampai dihampiri oleh Shinta.

Satu tangan mendarat di bahunya. Memberikan sensasi hangat yang tidak menghangatkan hati serta pikirannya.

"Masih mikirin Widi, ya? Lo jangan berpikiran yang enggak-enggak soal dia. Pasti dia balik kok, sekarang udah jam sepuluh malem lo harus tidur," ujar Shinta lembut.

Anggita berbalik badan dan menatap teman kerjanya itu. "Ya ini masalahnya dia belum ada kabar loh, Shin! Lo tahu kan kalau dia itu apa? Preman, Shin, Preman! Kalau dia gak balik pas sampai ke depan gang itu, berarti bener kata Pak Ragil kalau ada orang yang gak beres!" sentak Gita tersulut emosi.

Dari ruang tengah suara Anggita terdengar jelas. Membuat Ridho dan Januar menghampiri sekaligus meredakan keributan kecil tersebut.

"Udah, kalian mending tidur aja. Urusan ini biar gue sama Ridho yang menyusul Widi. Emang bener, ada yang gak beres. Makanya kalian sekarang lebih baik jagain ibunya Widi. Jangan ke mana-mana apalagi berusaha cari tahu," perintah Januar.

Ridho mengangguk setuju. Satu tangannya merangkul pundak Januar. "Bener apa kata Bang Janu. Situasi semakin ke sini semakin gak aman. Kita juga masih cari tahu pelakunya, kalau ada apa-apa lo berdua langsung aja kabarin kita ya. Sampaikan juga sama Bu Sarah, kita pamit dulu. Ayo, Bang." Ridho mengajak Januar keluar untuk mencari keberadaan Widi yang tak kunjung kembali.

Sementara di rumah mewah milik ayahnya Anggita, Elvino dan Pak Ragil sedang duduk bersama di sofa ruang tamu.

"Gimana kata Anggita? Apa ada kabar yang jelas?" Anggara tiba-tiba datang ke ruang tamu setelah sejenak beristirahat di kamar.

Pak Ragil serta Elvino sontak berdiri dengan tegak.

"Siap, ada kabar terbaru, Pak." Suara itu adalah suara Elvino.

Anggara langsung mendekatinya. "Apa yang mereka sampaikan?"

"Non Anggita mengirim pesan kepada saya, Pak. Katanya tidak usah ikut mencari karena tidak ada apa-apa. Dan masalah seseorang yang dilihat oleh Pak Ragil ini juga sedang diselidiki oleh salah satu temannya Mas Widi."

"Ridho?" tebak Anggara.

"Ada satu lagi, Pak. Bosnya Mas Widi, namanya ... Januar."

"Oke. Kalau begitu sekarang kalian berdua kembali bertugas. Pak Ragil mengajak Pak Joko untuk menutup pintu gerbang, sedangkan Elvino mengunci setiap ruangan Bi Unah."

Kedua asisten pribadi tersebut menganggukkan kepala.

"Siap, Pak."

Beberapa menit setelah semuanya selesai, Elvino dan Pak Ragil kembali duduk berjaga di ruang tamu. Keduanya tampak saling menatap canggung. Bukan karena tak kenal, tapi karena kecurigaan pada masing-masing.

"Pak Ragil," panggil El.

"Iya, ada apa Mas El?"

Suara dua orang penjaga rumah mewah Anggara pun terdengar sama-sama datar.

"Mengapa Pak Ragil selalu mencurigai tentang saya?"

Prang!!

1
Lonafx
kacau banget cwok kayak Arya, gak modal😅

hai kak, aku mampir, cerita kakak bagus💐
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!