Queensa tak menyukai pernikahannya dengan Anjasmara. Meskipun pria itu dipilih sendiri oleh sang ayah.
Dijodohkan dengan pria yang dibencinya dengan sifat dingin, pendiam dan tegas bukanlah keinginannya. Sayang ia tak diberi pilihan.
Menikah dengan Anjasmara adalah permintaan terakhir sang ayah sebelum tutup usia.
Anjasmara yang protektif, perhatian, diam, dan selalu berusaha melindunginya tak membuat hati Queensa terbuka untuk suaminya.
Queensa terus mencari cara agar Anjasmara mau menceraikannya. Hingga suatu hari ia mengetahui satu rahasia tentang masa lalu mereka yang Anjasmara simpan rapat selama ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
"Jika ini menjadi keputusan kalian, aku tidak bisa menghentikannya." Harusnya Ridwan akan pergi ke Muara Badak untuk urusan perkebunan, tetapi karena pagi-pagi Anjasmara datang, pria itu urung pergi.
Siapa sangka Anjasmara datang dengan tujuan untuk mengembalikan keponakannya, lebih tepatnya mengembalikan Queensa pada walinya.
"Ini sertifikat yang Ayah Agung berikan pada saya, dan semua pendapatan selama saya pegang, keseluruhan ada di rekening ini." Sirat-surat kepemilikan tanah Anjasmara kembalikan secara utuh, termasuk keuntungan yang didapat selama ia kelola.
Ridwan melihat sekilas surat-surat tersebut beserta buku rekening dan dua buah kartu ATM. Tapi ia tak langsung menerimanya.
"Itu punya Queen, aku tidak berhak menerimanya." Ridwan menolak secara halus.
Anjasmara tersenyum getir sebelum meletakkan barang yang dibawa di atas meja.
"Maaf sudah membuat paman kecewa," sesalnya.
"Tidak! Anjas, aku bahkan malu menghadapimu sebenarnya, Queen sudah membuatmu kecewa, tentu aku tidak bisa menahanmu tetap disisinya." imbuh Ridwan dengan rasa sungkan.
Untuk kali pertama Ridwan melihat mata pria itu basah.
Benar!
Anjasmara tampak hancur.
Sebenarnya sejak awal ketakutan Anjasmara adalah perihal kondisi tubuhnya sendiri.
Queensa tak pernah tahu seberapa berarti kabar kehamilannya untuk Anjasmara. Anjasmara pernah ketakutan akan ketidak mampuannya menjadi calon ayah.
Apalagi dia pernah konsultasi kepada dokter yang mengatakan, Obat-obatan pasca donor ginjal yang pria itu konsumsi dapat mempengaruhi kesuburan nya. Walau ia tahu kesuburan pria dinilai dari kwalitas sp*rmanya. Pria yang memiliki satu ginjal dan sehat secara reproduksi tidak akan mengalami masalah dalam menghasilkan sp*rma yang berkwalitas. Tapi tetap saja itu membuat Anjasmara merasa kurang percaya diri.
Anjasmara memejamkan mata sejenak, sebelum menjabat tangan Ridwan, kemudian segera menyambar jaket dan berbalik dengan tenang. Namun, langkahnya seketika terhenti saat menatap sosok di ambang pintu.
Hebatnya, si pria tetap bergeming. Ekspresinya masih datar, meski dalam hati ada gemuruh marah yang coba ia tahan.
"Mas.., " Queen berlari dan memegang lengan Anjasmara.
"Kamu... ngapain disini?" Queen adalah wanita yang pernah dicintainya.
Lagi-lagi, alasan itulah yang digunakannya untuk menabahkan hati. Jika saja lelaki itu egois, dia pasti sudah menampar perempuan itu disaat dia tahu telah kehilangan calon anaknya berkat keegoisan Queensa.
"Kamu nggak harus nyusul kesini." nada suara si lelaki masih disabar-sabarkan. Hatinya mulai dongkol saat melihat bagaimana Queensa berlari tanpa memperdulikan dirinya yang baru pulih dari sakitnya. Sekonyong-konyong amarahnya naik saat melihat Queensa bahkan tak mengenakan alas kaki.
"Sampai kapan kamu akan bersikap kekanak-kanakan seperti ini?" Nadanya sedikit lebih tinggi dari yang biasa digunakannya ketika bicara dengan Queensa. Dia sendiri terkejut, apalagi Queensa dan Ridwan.
"Jangan cerai, please!!" dengan mata berkabut, Queensa memberanikan diri menyentuh pipi Anjasmara.
"Ini yang terbaik untuk kita berdua!" ujarnya berang, tetapi raut wajah serta gesture tubuhnya tetap tenang. Queensa merasakan tersentil atas ucapan Anjasmara.
********
Bau lezat dari soto Banjar yang terhidang di meja makan tak membuat Anjasmara dan Queensa tergugah.
Anjasmara tetap berasa disini karena menghargai ajakan Ridwan untuk sarapan bersama, sedangkan keberadaan Queensa tak lain untuk membujuk Anjasmara agar memberinya satu kesempatan terakhir.
"Mas?" panggil Queensa lembut setelah sekian lama diam.
Pria itu belum mau menatapnya. Pandangan pria berhati selembut salju itu terumbuk dimangkuk yang sedang mengepulkan asap.
"Mas, bisakah beri aku satu kesempatan?" tanya Queensa sembari meremas tangannya sendiri. Terbesit keinginan untuk memeluk tubuh Anjasmara, tetapi tiba-tiba kehilangan kepercayaan diri. Ridwan melirik ponakannya, Sekali, dua kali, dan pada lirikan ketiga, akhirnya lelaki itu berdiri, memberi kesempatan keduanya untuk bicara.
"Aku salah, Mas. Maaf...Masih adakan rasa sayang yang tersisa untukku, sedikit saja?" Mata Queensa kembali berkaca-kaca, tatapannya penuh harap, membuat Anjasmara mau tak mau mengalihkan tatapannya, bibirnya mengatup rapat.
Sayang? Tentu ada, tapi. Sebelum sakit yang perempuan itu torehkan di hatinya melenyapkan rasa itu.
"Pisah adalah pilihan terbaik, untuk kita."
Demi apa pun di dunia, hal paling Anjasmara inginkan adalah membuat Queensa bahagia, di hatinya Queensa adalah segalanya.
Anjasmara beranjak pergi setelah menyerahkan surat-surat penting pada pemilik aslinya. Queensa tak kuasa menolak, bukan karena dia terima, tapi karena terlalu cepat Anjasmara bertindak.
"Apa aku memang tak pantas mendapat maafnya, Paman?" tubuh Queensa luruh di lantai ketika suara mesin mobil Anjasmara menjauh.
Ini adalah mimpi terburuk untuk wanita itu setelah kepergian ayahnya. Penyesalannya datang terlambat.
makanya gak usah sooook...
untung gak dicere
semoga Anjas menemukan perempuan yang tepat dalam hidupnya...
queensa ini gak kapok kapok lho ya ...
haddeuh 🤦♀️