NovelToon NovelToon
Hadiah Terakhir Dari Ayah

Hadiah Terakhir Dari Ayah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Cinta setelah menikah / Keluarga / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:954
Nilai: 5
Nama Author: GoodHand

Desa Tirto Wening adalah sebuah desa yang ada di pelosok sebuah wilayah Kabupaten. Dipimpin oleh seorang pemimpin berdarah biru yang merupakan keturunan bangsawan keraton, desa itu terkenal dengan kemakmuran warganya.

Mahesa Narendra, pria tampan yang di gadang - gadang akan menjadi penerus kepemimpinan sang Ayah di Desa Tirto Wening, di minta untuk menikahi seorang gadis, putri dari sahabat Ayahnya.

Pak Suteja, sahabat sang Ayah, meminta Raden Mas Mahesa untuk menikahi putrinya yang bernama Anaya Tunggadewi. Semua itu Pak Suteja lakukan untuk melindungi putri semata wayangnya dari keluarga yang sedang memperebutkan harta waris.

Bagaimanakah romansa di antara keduanya?
akankah mereka berdua hidup bahagia?
apakah Anaya akan betah tinggal bersama suaminya di desa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GoodHand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

22. Hasil Kerja Keras

"Maa Syaa Allah, enak sekali kue nya. Ya Allah, matur suwun njih Raden Ayu." Ujar Gusti Ayu sambil memeluk menantunya.

"Njih, sami - sami, Ibu." Jawab Anaya yang membalas pelukan Gusti Ayu.

"Kue buatan Raden Ayu memang gak pernah gagal sih, gak ada yang gak enak. Kue di buat dadakan dan buru - buru gini aja bisa lembut dan enak banget." Puji Raden Madana yang entah sudah habis berapa potong melahap kue buatan kakak iparnya.

"Iya, memang enak. Tapi kalau kamu makan terus seperti itu, nanti tamunya mau di suguhkan apa?." Sinis Raden Mas Mahesa.

"Kan masih banyak, Raden Mas! Lagian itu tadi di belakang masih ada yang manggang kuenya lagi." Jawab Raden Madana.

"Itu kan kue buat abdi dalem. Mereka juga harus mencicipi kue yang mereka buat lah!." Kata Raden Mas Mahesa.

"Kalau aku bilang minta seloyang juga, mereka gak mungkin gak ngasih kuenya ke aku." Sergah Raden Madana.

"Kalian berdua ini, ribut saja kerjaannya! Ibu pusing denger kalian setiap hari ribut masalah sepele." Omel Gusti Ayu pada dua putranya.

"Sudah, mending kalian berdua temani Romo menyambut kepala desa dari desa lain juga Pak Camat dan tamu lain juga warga desa di depan." Titah Gusti Ayu.

"Njih, Ibu." Jawab Raden Mas Mahesa.

Raden Mas Mahesa dan Raden Madana kemudian berjalan bersama menuju ke halaman rumah Kanjeng Gusti yang akan menjadi tempat penutupan acara Pesta Panen sekaligus menjadi tempat pentas wayang kulit di gelar.

Tak hanya Kanjeng Gusti bersama kedua putranya, Gusti Ayu bersama Anaya dan Raden Ajeng Meshwa pun turut menyambut kedatangan tamu - tamu mereka.

Keberadaan Raden Ayu Anaya sebagai menantu keluarga Kanjeng Gusti tentu mendapat perhatian khusus malam ini. Wajahnya yang ayu, penampilan yang anggun dan sikapnya yang ramah juga sopan, membuat orang - orang kagum padanya.

Rangkaian acara penutupan pun di mulai. Acara di mulai dengan sambutan yang di sampaikan oleh Kanjeng Gusti dan juga tamu undangan khusus. Setelahnya mereka berdoa bersama, memohon kepada Sang Pencipta agar di berikan panen berlimpah di sepanjang tahun berikutnya.

Setelah doa bersama, mereka kemudian makan malam bersama dengan menu yang sudah di siapkan oleh keluarga Kanjeng Gusti.

Tradisi 'Piring Terbang' pun masih berlaku di sana. Para abdi dalem yang di bantu beberapa warga desa yang menjadi panitia, mulai menyebar untuk membagikan makanan yang sudah siap di piring - piring.

Nasi dengan semur daging, tumis sayur, tempe oreg dan kerupuk adalah menu makan malam saat itu. Kue - kue yang sudah di susun cantik di atas piring pun di hidangkan di atas meja - meja yang di susun berderet. Kopi, teh, dan air mineral pun turut melengkapi.

Langgam jawa yang di bawakan dengan merdu oleh para sinden yang sudah berada di atas panggung, menemani makan malam mereka sebelum pentas wayang kulit di gelar.

"Kamu gak makan, Dek Ayu?." Tanya Raden Mas Mahesa pada sang istri yang duduk di sebelahnya.

"Aku kenyang, Raden Mas. Kenyang mencicipi makanan dan kue waktu di dapur tadi." Jawab Anaya sambil tersenyum.

"Raden Mas makan saja, aku temani di sini." Imbuh Anaya kemudian.

Raden Mas Mahesa pun mengangguk, kemudian meminta sepiring makanan pada abdi dalem yang lewat dengan membawa makanan.

"Kok beda ya, Dek Ayu? Kayak bukan masakannya Mbah Tumijah." Komentar Raden Mas Mahesa.

"Mbah Tumijah kan lagi sakit, Raden Mas. Jadi aku yang menghandle dan memodifikasi bumbunya kemarin. Lalu aku juga yang mengoreksi rasa di akhir tadi." Jawab Anaya.

"Apa rasanya tidak enak? Menurutku sudah pantas di sajikan kok." Tanya Anaya dengan wajah cemas sambil melihat sekeliling.

"Coba cicipilah." Kata Raden Mas Mahesa sambil menyuapkan makanan di sendoknya ke mulut Anaya.

Anaya menerima suapan dari suaminya lalu terdiam sambil merasakan rasa masakan yang diolah di bawah pengawasannya.

"Enak sekali kan?." Tanya Raden Mas Mahesa yang kemudian terkekeh sambil mengusap - usap kepala istrinya yang berbalut jilbab.

"Raden Mas ini, usil sekali! Aku sudah takut kalau rasa masakannya gak enak. Karna ini kali pertamaku memasak dalam porsi besar seperti ini." Kesal Anaya yang mengunyah makanan sambil cemberut.

Raden Mas Mahesa hanya bisa tertawa geli melihat ekspresi khawatir istrinya. Ia sendiri hanya bisa pasrah saat Anaya yang kesal menghujaninya dengan cubitan.

"Sampun, Sayang (Sudah, Sayang). Bisa memar semua badanku nanti." Ujar Raden Mas Mahesa sambil terkekeh.

"Makanya jadi orang jangan jahil. Bikin panik aja." Gerutu Anaya.

"Maaf, ya." Ujar Raden Mas Mahesa sambil mengecup pipi istrinya. Ia kemudian melanjutkan makan malamnya, sambil sesekali menyuapi sang istri.

Di kejauhan, tampak seseorang menatap tak suka interaksi antar Raden Mas Mahesa dan istrinya. Hatinya terasa panas melihat bagaimana mesranya pasangan pengantin baru itu.

"Raden Ayu..." Suara Raden Ajeng Meshwa menyapa telinga Anaya dan suaminya.

"Raden Ajeng ini, ganggu orang lagi pacaran aja!." Gerutu Raden Mas Mahesa pada adiknya.

"Ssstt! Raden Mas berisik!." Sergah Raden Ajeng Meshwa.

"Selamat ya, Raden Ayu. Banyak yang memuji masakanmu. Resep masakanmu approve! Kata mereka enak sekali." Laporan Raden Ajeng Meshwa.

"Iya Raden Ayu, makanan yang Raden Ayu buat memang enak." Imbuh Andini yang turut memuji.

"Alhamdulillah, terima kasih banyak." Ujar Anaya dengan bahagia.

"Calon master chef kita sih ini. Masakannya benar - benar rasa resto bintang lima." Kata Raden Ajeng Meshwa yang terus memuji.

"Gak usah kebanyakan muji, pasti ada maunya kan? Kamu pasti mau makan masakan Raden Ayu setiap hari." Celetuk Raden Mas Mahesa yang membuat Raden Ajeng Meshwa cengar - cengir.

"Tentu boleh, Raden Ajeng dan Andini boleh makan dengan kami di rumah setiap hari, kalau mau." Kata Anaya sambil mengusap lengan adik iparnya.

"Yeeey! Raden Ayu memang yang terbaik!." Girang Raden Ajeng Meshwa sambil memeluk kakak iparnya.

"Sudah sana! jangan ganggu." Kata Raden Mas Mahesa sambil melepaskan pelukan adiknya.

"Reseh banget, sumpah! Raden Mas gak bisa lihat istri sama adiknya deket ya?." Omel Raden Ajeng Meshwa.

"Gak bisa, takut di tikung." Jawab Raden Mas Mahesa yang membuat Anaya terkekeh.

Tak lama kemudian, pentas seni wayang kulit pun di gelar. Anaya tampak antusias melihat wayang yang menceritakan tentang kembalinya Dewi Sri ke sawah setelah masa panen, membawa harapan akan keberlimpahan pada panenan selanjutnya.

"Ini lakon Sri Mulih." Ujar Kanjeng Mas Mahesa pada istrinya.

Sepanjang pentas, Raden Mas Mahesa nampak menjelaskan cerita yang di mainkan pada istrinya. Anaya sendiri tak banyak memahami bahasa jawa halus yang disampaikan oleh Dalang.

Suasana dingin khas pegunungan di malam hari, di tambah syahdunya musik gamelan, membuat Anaya seperti sedang mendengar dongen dari suaminya yang menerjemahkan apa yang di sampaikan Dalang

Semakin lama, netranya semakin terasa berat. Belumlah sampai di penghujung cerita, Anaya tampak tertidur hingga membuatnya hampir jatuh. Dengan sigap, Raden Mas Mahesa menahan tubuh istrinya.

"Sepurane, Raden Mas. Aku ngantuk sekali." Ujar Anaya yang terbangun karna hampir terjatuh.

"Gak apa - apa, Sayang. Tidur saja dulu di sini. Pasti capek sekali, ya." Ujar Raden Mas Mahesa sambil membawa Anaya ke dalam pelukannya agar Anaya bisa sedikit nyaman.

Raden Mas Mahesa menyandarkan kepala Anaya di dadanya. Ia lalu merangkul sambil mengusap - usap bahu istrinya yang nampak sudah tak mampu menahan kantuk.

Raden Mas Mahesa sendiri masih menikmati penampilan wayang kulit di hadapannya. Hingga pertunjukan itu rampung dan tamu mereka pulang, barulah ia menggendong istrinya yang sudah nyenyak dan membawanya ke dalam kamar mereka di rumah Kanjeng Gusti.

1
FDS
Bagus, berlatar di desa. alurnya juga menarik
Codigo cereza
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
GoodHand: terima kasih
total 1 replies
riez onetwo
Mupeng
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!