⛔: Ini hanya fiksi, jika terdapat kesamaan nama, tempat atau kejadian, itu hanyalah kejadian yang tidak disengaja.
Wilona percaya ia memiliki segalanya—cinta, rumah tangga yang hangat, dan suami yang setia. Tapi semua runtuh saat seorang wanita datang membawa kenyataan pahit: ia bukan satu-satunya istri. Lebih menyakitkan lagi, wanita itu telah memberinya sesuatu yang tak bisa Wilona berikan—seorang anak.
Dikhianati oleh orang yang paling ia percaya, Wilona harus memilih: terpuruk dalam luka, atau berdiri dan merebut kembali hidupnya.
"Ketika cinta tak cukup untuk setia… akan kau pilih bertahan atau pergi?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon viaeonni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 22
Di sisi lain, Amanda tengah menikmati pijatan dari salah satu pembantu di rumah mertuanya. Suasana rumah begitu tenang malam itu, seolah tidak ada tanda-tanda akan datangnya badai yang siap mengguncang ketenangannya. Ia berbaring tengkurap dengan santai di sofa ruang santai, mengenakan daster satin berwarna lembut. Sementara di kamar atas, anaknya telah tertidur pulas setelah disusui oleh Amanda.
"Aaww! Pelan sedikit dong, Bik! Tangan Bibik itu kasar banget sih, bukannya enak malah bikin badanku sakit semua!" gerutu Amanda, berdecak kesal sambil menoleh ke belakang.
"Maaf, Nyonya… saya sudah usahakan pelan," jawab pembantu itu pelan, nada suaranya terdengar gentar.
Amanda menghela napas panjang, lalu menyandarkan dagunya ke bantal kecil di depannya. "Yang bener pijatnya! Kalau gak mau dipecat!"
Pembantu itu hanya bisa diam, menahan perasaan dongkol di balik wajah tunduknya. Ia sudah terbiasa menjadi pelampiasan emosi majikannya. Sementara Amanda kembali bersandar dengan angkuh, jemarinya menekan layar ponsel sambil mengecek pesan masuk.
Brak
Tiba-tiba, suara pintu didobrak dengan keras menggema di seluruh ruangan. Amanda yang baru saja memejamkan mata langsung tersentak kaget, begitu pula pembantu yang tengah memijatnya, seketika berdiri dengan tubuh menegang.
Suasana yang semula tenang berubah mencekam.
Amanda, yang tadinya hendak mengomel karena merasa terganggu, langsung bungkam. Matanya membelalak saat melihat sosok Aryan berdiri di ambang pintu dengan tampilan yang kacaunya rambutnya acak-acakan, kemeja kusut, dan sorot mata yang penuh amarah.
Wajah Amanda mendadak pucat. Ia kebingungan melihatnya dan bergegas menghampiri suaminya itu.
“Mas... Mas, kamu kenapa? Kamu dari mana? Kenapa penampilanmu berantakan seperti ini?” tanyanya bertubi-tubi, suara terdengar cemas. Ia benar-benar belum menyadari bahwa kemarahan pria itu sedang tertuju padanya.
Saat Amanda hendak menyentuh lengan Aryan, berharap bisa menenangkannya, tangan pria itu dengan cepat menepisnya, keras dan tanpa ragu.
"Jangan menyentuhku sialan!" bentak Aryan dengan rahang mengeras.
Amanda terperanjat kaget, kenapa pria itu membentak dan mengumpatnya. Tatapan yang terpampang di wajah suaminya bukan hanya kemarahan biasa. Ada kebencian, kekecewaan, dan sesuatu yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Detik itu juga, ia sadar, ada keanehan pada suaminya.
“Ke-kenapa kamu membentak ku seperti itu? Apa salahku?” tanya Amanda dengan suara ragu dan wajah yang mulai tegang. Reflek mundur beberapa langkah.
Ia benar-benar bingung. Setahu Amanda, hubungannya dengan Aryan belakangan ini baik-baik saja, bahkan terasa semakin dekat. Mereka lebih sering bersama, lebih intim dan Aryan pun terlihat lebih perhatian.
Tapi sekarang, pria itu berdiri di depannya dengan wajah penuh kemarahan. Amanda mulai merasa cemas, ada sesuatu yang tidak ia tahu dan itu jelas bukan hal baik.
Pembantu yang berada di sudut ruangan menunduk dalam-dalam, ketakutan, tak berani bergerak sedikit pun.
Aryan melangkah pelan, penuh tekanan, mendekatinya. Setiap langkahnya membuat Amanda mundur satu-satu.
"Apa maksudmu mengirimkan foto-foto itu ke Wilona? Kamu yang melakukannya, kan?! Berani sekali kamu, lancang dan tidak tahu diri!”
Aryan menatap Amanda dengan sorot mata tajam, suaranya menggema di seluruh ruangan. Nada bicaranya bukan hanya marah, tapi juga penuh kekecewaan dan tuduhan yang jelas tak bisa ditahan lagi.
Amanda terlihat panik, namun mencoba menahan diri agar tetap tenang.
"Fo-foto? Foto apa maksud Mas?" tanyanya dengan suara bergetar, mencoba tersenyum meski wajahnya pucat.
"Aku benar-benar nggak mengerti. Tiba-tiba Mas datang marah-marah seperti ini… Mas tuduh aku macam-macam. Sebenarnya ada apa sih?"
Ia melangkah sedikit mendekat, namun sorot matanya dipenuhi ketakutan dan kebingungan. "Aku nggak tahu soal foto apa pun, Mas… Sumpah, aku nggak tahu."
"Jangan-jangan mbak Wilona mencoba memfitnah ku, bahkan aku tidak pernah bertemu dengan dia Mas." Amanda mencoba mengelak.
Tanpa peringatan, tangan Aryan langsung mencengkeram pipi Amanda dengan kasar.
"Jangan coba-coba membohongiku, Amanda!" desisnya penuh amarah.
"Jangan pikir aku nggak tahu semua ini ulahmu. Berani-beraninya kamu menusukku di belakang!"
Suara Aryan terdengar rendah tapi mengancam, dan sorot matanya tajam seperti pisau, membuat Amanda tak sanggup berkata-kata.
"Mas, sakit... Lepas..." rintih Amanda lirih, mencoba melepaskan cengkeraman tangan Aryan yang begitu kuat di kedua pipinya.
Rasa nyeri mulai menjalar, membuat air mata menggenang di sudut matanya.
Ia menatap suaminya dengan campuran ketakutan dan tidak percaya, tak pernah ia menyangka Aryan bisa bertindak sekasar ini padanya. Sialan ternyata diam-diam Wilona mengadu pada Aryan tentang foto-foto itu, kenapa ia tidak kepikiran. Tidak menyangka jika Aryan akan semarah ini hingga berani berbuat kasar. Awas saja ia akan membuat perhitungan pada Wilona.
"Gara-gara kamu Wilona berniat meninggalkan ku... Kamu harus terima akibatnya dasar penghianat!"
"Bukan aku Mas... Aku beneran tidak tahu..."
Plak
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Amanda, membuat tubuhnya limbung dan terjerembap ke atas meja di belakangnya.
Wanita itu menjerit tertahan, menahan rasa perih yang menjalar di wajahnya. Napasnya memburu, tangan gemetar menopang tubuhnya yang hampir tak sanggup berdiri tegak.
"Jangan mengelak Amanda," suara Aryan tajam, dingin dan penuh tekanan. "Jangan buat aku kehilangan kendali."
Amanda menangis, menyentuh pipinya terasa nyeri. Melihat Amanda yang tidak menjawab, Aryan langsung menjambak rambut wanita itu.
"Seharusnya kamu tahu posisi kamu, Amanda," desis Aryan dengan sorot mata tajam. "Dari awal, kamu hanya alat bagiku untuk mendapatkan keturunan. Tapi kamu malah lancang… berani-beraninya menghancurkan hubunganku dengan Wilona."
Amanda tidak terima mendengar ucapan Aryan yang merendahkan nya.
"Kamu sendiri yang mengkhianati Wilona, Aryan!" seru Amanda lantang, matanya berkaca-kaca namun penuh amarah. "Dan jangan pura-pura suci! Kamu juga menikmati hubungan ini… jadi jangan bersikap munafik!”
Ia menggertakkan gigi, menahan perih di kepalanya karena Jambakan kuat Aryan.
“Ya, benar! Aku yang mengirim foto-foto itu! Supaya Wilona sadar, bahwa pria yang selama ini dia puja-puja… tidak lebih dari seorang pengecut dan brengsek!”
Amanda menahan air mata, bukan karena menyesal, tapi karena harga dirinya diinjak. "Aku tidak terima saat kamu bilang akan menceraikan ku dan akan mengasuh Willy dengan wanita mandul itu..."
Duakk
Tanpa perasaan, Aryan tiba-tiba mendorong kepala wanita itu hingga membentur tepi meja dengan keras. Suara benturan itu menggema di ruangan, disusul dengan aliran darah yang segera mengalir dari pelipis Amanda.
Emosi Aryan meledak mendengar pengakuan Amanda, terutama saat wanita itu menghina Wilona tanpa rasa bersalah. Matanya merah dipenuhi amarah, dan logikanya seolah tak lagi berfungsi.
Jeritan Amanda seolah menjadi nyanyian yang membuat ia merasa puas. Itu adalah akibatnya jika berani menusuknya dari belakang. Ia selama ini mati-matian menutupi pernikahan keduanya dan beraninya wanita itu membongkar nya.
Wajah Aryan sontak tertoleh ke samping saat sebuah tamparan keras mendarat di pipinya.
"Apa yang kau lakukan, bodoh?!" Suara berat dan dingin itu menggema di ruangan, disertai tatapan tajam yang menusuk. Tamparan itu berasal dari Papa Aryan yang datang setelah pembantu yang menyaksikan kekejaman Aryan melapor padanya.
Di sisi lain, Lita menjerit panik lalu segera berlari menghampiri Amanda yang terkulai di lantai, dengan darah mengalir dari pelipisnya. Wajahnya pucat, tubuhnya gemetar, sementara isak nya mulai terdengar mengisi keheningan yang mencekam.
BERSAMBUNG.....
Wes to gae duso seng okeh bar iku garek entuk karmane.
ko lek wes miskin po knek penyakit br tau rasa.
bagus bagus biar tmbh hancur nnti.
dah bner si anak dpt wanita baik hidup tertata mlh di hancurkan.
Sekarang balik lagi Aryan suka mabuk dan free sex. sakit kau nnti Amanda kl tau Aryan bgitu 🤣