Keberanian tidak akan pernah absen dari ketakutan.
Orang berani bukan berarti mereka tidak pernah merasa takut, akan tetapi mereka berhasil menaklukkan rasa takut itu.
Hanya karena kau pernah gagal lalu terluka di masa lalu, bukan berarti semua yang kau hadapi sekarang itu sama dan menganggap tidak ada yang lebih dari itu.
Kau salah . . . . . !!!
Briana Caroline MC.
Yang arti nya KEBERANIAN, TANGGUH, KUAT DAN PENAKLUK DUNIA.
Tidak seperti arti dari namanya yang diberikan orang tuanya. Justru malah sebalik nya.
Bayang-bayang dari masa lalunya membuat dia TRAUMA. Itulah yang membuatnya selalu menghindari apapun yang akan masuk ke dalam hidupnya.
Dia lebih memilih untuk lari ketimbang menghadapinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fidha Miraza Sya'im, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Briana berusaha untuk lari dari tempat itu meski kakinya terasa sangat lemas. Ia sangat ketakutan.
"Apa yang sedang terjadi? Kenapa gue enggak bisa mengingat apapun?". Hatinya terus bertanya-tanya sembari mengingat kejadian tadi malam.
Tanpa sengaja ia menabrak seseorang yaitu Ryo.
"Briana". Ryo melihat wajah ketakutan Briana serta kondisinya yang berantakan dengan nafas yang tidak teratur.
"Are you oke?". Ryo memegang kedua lengan Briana namun Briana masih tak menjawab akibat shock berat yang ia alami. Ia sempat melihat ke sekeliling area.
"Bri? Are you okay?". Ulangnya. Briana melihat wajah Ryo lalu menepis tangan yang memegang lengannya. Briana bergegas pergi namun Ryo menahan dirinya lalu menggendongnya secara paksa.
"Lepasin gue. Lepasin gue". Briana sempat berteriak dan memukuli punggung Ryo. Usaha Briana tak membuat Ryo berhenti membawanya menjauh dari hutan tersebut.
Suasana area setempat begitu hening dan sedikit menyeramkan. Ryo menurunkan Briana dari gendongannya setelah mereka tiba di pinggiran sungai yang jauh dari tempat tadi.
Briana masih terlihat ketakutan sambil melirik ke sekitar yang sama sekali tidak terlihat permukiman warga. Yang ada hanya mereka dikelilingi pepohonan dan mata air yang mengalir.
Dengan lihai Ryo membasuh kaki, tangan serta wajah Briana yang kucel. Briana sempat menepis tangan Ryo namun ia berhasil membuat Briana berhenti memberontak.
"Kamu bisa enggak sih untuk tenang sebentar saja?". Ujarnya sambil membersihkan kakinya.
Briana masih menatapnya dengan emosi akan tetapi iya menuruti Ryo. Lalu ia merasakan Ryo begitu lembut membasuh wajahnya dengan air yang dingin seperti es.
"Kamu itu abis ngapain sih. Kenapa bisa sekotor ini? Heran deh cantik-cantik kok mainnya sampai kotor seperti itu". Ryo tertawa kecil melihat wajah Briana dan tidak sengaja melihat ada noda darah yang sudah mengering pada leher Briana dengan sigap ia langsung membasuhnya sehingga tak sedikitpun yang tersisa.
"Ini kita lagi dimana?". Briana masih bingung dengan keberadaannya.
"Kamu enggak lagi amnesia kan?". Ryo mengayunkan tangannya dihadapan wajah Briana.
Briana memutar bola matanya.
"Bisa enggak, elo itu cukup jawab pertanyaan gue?".
"Hmm iyaaaaa. Ini kita lagi di tengah hutan yang ada di dekat tempat kita buat acara kemarin malam". Jawab Ryo dengan nada cepat.
"Terus kenapa gue bisa sampai ke dalam hutan? Dan kenapa loe juga ada di hutan?". Briana semakin penasaran dan bingung.
"Ha?... Kalau itu.... Kalau aku.... Aku... Tadi malam aku tersesat terus sampai sekarang aku belum ketemu jalan keluar hutan ini he he he. Tapi aku enggak tahu soal kamu bisa sampai dihutan ini. Memangnya kamu enggak ingat kenapa kamu bisa disini". Ryo sedikit terbata menjawab pertanyaan Briana seperti ada yang ia sembunyikan.
Briana melihat sepertinya Ryo sedang berbohong. Sekilas bayangan Chiko yang tergantung di pohon terlintas di benaknya. Briana mengusap wajahnya terlihat ketakutan.
"Kalau gue enggak ingat sama sekali, kenapa gue bisa sampai disini".
"Hmm baguslah kalau gitu". Ryo menaikkan bahunya.
"Maksud loe?". Briana mengerutkan kembali dahinya.
"Ah... Enggak ada. Maksud aku, enggak bagus kalau kamu jadi pelupa kayak gitu. Masa masih muda sudah pikun He he he". Ryo melirik Briana sembari berpura-pura tertawa kemudian mengalihkan pembicaraannya.
"Ya sudah yuk! Mari kita keluar dari hutan ini. Takutnya nanti mereka mencurigai kita lagi kalau tahu kita disini". Ryo mengulurkan tangannya untuk Briana.
"Mencurigai? Mencurigai apa?". Briana benar-benar masih bingung serta tidak menyambut tangan Ryo.
"Yaaa maksud aku, nanti kalau ada yang ngeliat kita berduaan entar mereka curiganya kita berbuat yang macam-macam lagi. Maksudnya di curigai kita pacaran. Kamu pasti enggak suka kan kalau ada rumor seperti itu? He he he". Ryo meluaskan ucapannya sembari menggaruk kepalanya.
"Hmm. Memangnya loe sudah tahu jalan keluar nya dari mana?". Briana pun berdiri.
"Ya tahu lah, aku kan sudah hapal banget sama hutan ini". Ceplosnya sembari merentangkan tangannya ke sekeliling hutan.
Sontak Briana melihat Ryo dan dugaannya benar bahwa Ryo sejak tadi berbohong padanya dan ada sesuatu yang ganjal.
"Bukannya elo bilang, elo sudah tersesat dari tadi malam dan belum menemukan jalan keluarnya. Kenapa sekarang loe bilang loe hapal sama hutan ini". Briana langsung menyerangnya.
Wajah Ryo menunjukkan bahwa ia sudah ketahuan berbohong.
"Ha? Maksud aku....". Ryo mendadak gelagapan apa yang harus ia jawab.
Tiba-tiba kepala Briana semakin pusing dan pandangannya pun mulai terlihat samar, hingga akhirnya ia jatuh pingsan. Dengan sigap Ryo menangkap tubuh Briana yang terkulai lemas.
"Sorry Bri. Aku berharap kamu tidak mengingat kejadian tadi malam". Ujarnya kemudian mengendong Briana membawanya keluar dari hutan secepatnya.